Omong Kosong Sopan Santun Orang Indonesia, Tanpa Malu dan Tanpa Sungkan Berani dengan Sengaja Melanggar, Menyalah-Gunakan Nomor Kontak Kerja Profesi Orang Lain, dan Memperkosa Profesi Orang Lain yang Sedang Mencari Nafkah

ARTIKEL HUKUM

Dengan SENGAJA Berani Melanggar, Menyalah-Gunakan, serta Memperkosa Profesi Orang Lain, maka Pelakunya Tidak Berhak Meminta Maaf, Terlebih Menuntut Dimaafkan

Terdapat “manusia setan biadab tanpa nama busana” (karena tidak punya malu) yang secara sengaja berani dan lancang menyalah-gunakan nomor kontak kerja Konsultan Shietra, melanggar berbagai larangan serta peringatan dalam website ini, dengan maksud semata hanya untuk memperkosa profesi Konsultan Shietra yang sedang mencari nafkah dari menjual jasa konseling seputar hukum, sekalipun sang pelanggar, penyalah-guna, dan pemerkora telah menikmati berbagai publikasi ilmu hukum yang Konsultan Shietra sajikan dalam website ini dengan pengorbanan dari segi waktu, biaya, tenaga, maupun kesehatan yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, alih-alih membalas air susu serta budi baik Konsultan Shietra, seorang “manusia setan yang datang tidak diundang” mengirim pesan berisi perkosaan sebagai berikut dari nomor +62 85693599419 (085693599419):

Menjadi Seorang Korban, Merugi di Dunia Manusia dan di Akherat

ARTIKEL HUKUM

Figur Tuhan lewat Keyakinan Keagamaan Dilukiskan Lebih Pro terhadap Pelaku Kejahatan, Memberi Keistimewaan Karpet Merah Menuju Surga bagi Pendosa, Bernama Penghapusan / Penebusan Dosa, Merusak Moralitas Humanis Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Tuhanis Menjelma Premanis

Menjadi KORBAN ialah TABU dan RUGI. Sementara Penjahat Patut Bersyukur, Untung di Dunia dan di Akherat

Beragam Keyakinan keagamaan lewat sosok pencitraan Ketuhanan yang semestinya dan seyogianya lebih beradab, lebih agung, lebih adil, lebih suci, dan lebih mulia daripada manusia yang paling “humanis” sekalipun, yakni berkarakter “Tuhanis”, bukan justru diilustrasikan memiliki sifat lebih biadab daripada seorang “hewanis”. Betapa tidak, tanpa menyadari bahwa berbagai ideologi dalam agama-agama besar yang dikenal manusia modern seperti sekarang ini, terjadi penistaan terhadap figur Tuhan yang semestinya agung tanpa cacat cela dan tanpa personifikasi layaknya seorang manusia yang masih dapat marah, penuh benci, dengki, pendendam, kasar, haus darah, intoleran, pemaki, penghujat, bersifat permusuhan, penghasut, provokator, menginginkan, bisa senang bila disembah, belum terpuaskan karenanya menginginkan dan menuntut sujud, mengancam lewat pamer kekuasaan dan kekuatan, mencoba-cobai manusia seolah umur umat manusia belum setua umur Planet Bumi dan seolah-olah Tuhan tidak benar-benar “Maha Tahu” ciptaannya sendiri, dengan buas dan beringas memasukkan ciptaannya yang tidak berdaya diciptakan sebagaimana apa adanya lengkap dengan segala ketidak-sempurnaannya kemudian dijebloskan ke dalam alam neraka, sebuah alam yang menjadi monumen simbolik kegagalan Tuhan dalam proses penciptaan-Nya itu sendiri alias “menampar wajah sendiri”—menjelma penggambaran sosok Tuhan yang diktator menyerupai seorang raja yang lalim dan otoriter gila kekuasaan dan haus kedudukan yang “lebih Hitler daripada Hitler”, sang narsistik.

Menjadikan Agunan Tanah Milik Orang Lain, apakah Dipidana?

 LEGAL OPINION

Latar-Belakang Profesi Terdakwa dapat Menjadi Faktor Pemberat Vonis Hukuman Pidana oleh Majelis Hakim di Pengadilan

Question: Jika mengagunkan tanah milik orang lain memang adalah pidana dengan tuduhan telah melakukan penipuan, maka mengapa di berbagai lembaga keuangan seperti perbankan, banyak kalangan debitor yang meminjam hutang dengan menjadikan jaminan pelunasan hutang berupa sertifikat tanah milik orang lain? Bukankah adalah sudah lazim dan umum adanya, sang debitor yang meminjam uang sementara objek jaminan pelunasan hutang ialah milik pihak penjamin alias milik orang lain selain sang debitor?

Dipidana Penjara, Membubuhkan Meterai pada Dokuman yang Isinya Ilegal / Melawan Hukum

LEGAL OPINION

Ketentuan Hukum Pemakaian Materai / PEMETERAIAN

Question: Apakah betul, ada ancaman hukuman pidana penjara jika seseorang atau suatu pihak menempelkan materai pada sebuah surat ataupun akta yang isinya melanggar hukum? Lalu, bagaimana dengan perjanjian jual-beli yang nilainya diatas Rp5.000.000 (lima juta rupiah), namun pembayarannya dicicil oleh pembeli, apa masing-masing kuitansi bukti cicilan pembayaran harus tetap ditempelkan materai Rp10.000 (sepuluh ribu rupiah)?

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS