Menjadi KORBAN Bukanlah Hal TABU, namun menjadi PELAKU Barulah TABU

SENI PIKIR & TULIS

MENJERIT merupakan HAK ASASI KORBAN

Bangsa yang Gemar Menghakimi dan Main Hakim Sendiri

Lebih Baik menjadi seorang Korban daripada seorang Pelaku Kejahatan / Pendosa

Banyak diantara masyarakat kita yang, dengan mudahnya membuat atau melakukan “oral bullying” hingga “cyber bullying”, tanpa menyadari bawah sikap demikian merupakan salah satu bentuk wujud watak atau kebiasaan “menghakimi” sesama warga, persekusi secara verbal. Sebagai bagian dari bangsa demokratis, penulis tidak pernah memaksa siapapun untuk sepakat terhadap “keberanian beropini” yang penulis gagaskan. Setidaknya, berdebatlah secara beretika dan santun, alih-alih mencaci-maki namun gagal menguraikan kontra-narasi terhadap agurmentasi yang penulis kemukakan. Terdapat kultur lainnya yang kurang sedap dilihat maupun didengar dari Bangsa Indonesia, yakni tidak pernah memihak pada kalangan korban, minim empati terlebih simpatik, dan lebih pro terhadap pelaku kejahatan (yang menyakiti, melukai, maupun merugikan seorang korban).

Tempat Pemilik Agunan Merugi Besar dan Terjual Murah Jauh di Bawah Harga Pasar, KANTOR LELANG NEGARA

LEGAL OPINION

Bila bisa Menjual dan Mencari Pembeli Sendiri, mengapa Dijual Lelang Eksekusi di Kantor Lelang Negara?

Modus Penggelapan Agunan oleh Kreditor Pemegang Hak Tanggungan dan Balai Lelang Swasta

Question: Apa yang harus dilakukan kami selaku debitor (pemilik agunan berupa hak atas tanah sebagai jaminan pelunasan hutang) ketika status kredit kami dinyatakan sebagai “macet” oleh pihak bank (kreditor pemegang Hak Tanggungan)?

KEDAULATAN EKONOMI BANGSA Berpangkal dari Kemandirian Berekonomi

SENI PIKIR & TULIS

EKONOMI (PRAGMATISME) Vs. NASIONALISME, manakah yang Dipilih?

Mengobral Bangsa kepada Predator Ekonomi bernama Investor Korporasi Asing, alih-alih Mandiri secara Ekonomi

Kajian ini khusus untuk konteks Bangsa Indonesia, dalam rangka menggambarkan tarik-menarik kepentingan antara ekonomi dan jiwa nasionalisme. Ekonomi, bersifat parsial, dan mampu menciptakan segregasi ditengah-tengah sesama anak bangsa kita sendiri. Sementara itu, jiwa nasionalistik menjadi faktor kohesi daya rekat suatu bangsa. Sebelum itu, penulis akan menguraikan fakta sejarah, tanpa bermaksud untuk mengerdirkan peran perjuangan dan pengorbanan para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, bahwa kemerdekaan Republik Indonesia merupakan hasil kompromi, bukan perjuangan dalam arti yang sesungguhnya.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS