Apakah HUKUM KARMA merupakan Hukum yang Adil?

SENI JIWA

Yang Lebih Adil Belum Tentu Sudah Adil dan Paling Adil. Diantara yang Terburuk, Bukan yang Terburuk ataupun yang Bukan Lebih Buruk sudah Cukup Lumayan

Hukum Karma memang Tidak Ideal Adanya, Mengingat Cara Bekerjanya yang Tidak Efektif, karena Kerap Matang Berbuah di Kehidupan Mendatang, entah Buah Karma Baik maupun Buah Karma Buruk untuk Dipetik Sendiri oleh Sang Pelaku yang Menanam. Namun, Diluar Hukum Karma, Ketidakadilan Jauh Lebih Tidak Terperi. Setidaknya, Hukum Karma Tergolong sebagai Hukum yang Meritokrasi dan Egaliter

Question: Apakah memang betul, hukum karma adalah hukum yang paling adil dari semua jenis hukum yang kita kenal di dunia ini?

Manusia Beradab Vs. Manusia Purba di Era Modern, Modern namun Primitif

SENI SOSIAL

Seri Artikel Sosiologi bersama Hery Shietra

Ahimsa Vs. Kekerasan Fisik untuk Menyelesaikan Setiap Masalah, Anda yang Manakah?

Question: Memangnya yang disebut dengan manusia yang beradab dan yang masih biadab (belum beradab), seperti apakah perbedaan hakikinya dan esensinya semacam apa? Salah satu sila dalam Pancasila ada menyebutkan, “kemanusiaan yang adil dan beradab”, apa maksudnya istilah “beradab” ini?

PENIPU Johnsen Tannato, Maling Teriak Maling, Lebih Sibuk Berkelit dan Membantah

Sudah Jelas Profesi KONSULTAN HUKUM Mencari Nafkah dari Menjual JASA Tanya-Jawab

Jika Johnsen Tannato Tidak Setuju dengan Aturan Main Milik Tuan Rumah, maka Jangan Bertamu. Ketika Anda Bertamu ke Perkantoran, Anda Diminta Menyerahkan Jaminan / Deposit berupa KTP. Kami, Penyedia Jasa Hukum secara Virtual, Wajar Meminta Jaminan berupa Deposit Tarif Sebelum Pengguna Jasa Meminta Dilayani—Semua Penyedia Jasa Hukum secara Virtual Menerapkan SOP Serupa

Apakah TPPU hanya Monopolistik Perkara Korupsi?

LEGAL OPINION

Pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) dapat Diberlakukan terhadap Pelaku Tindak Pidana Umum seperti Penggelapan, Pencurian, Penipuan, dan sebagainya

Tindak Pidana Pencucian Uang Tidak Identik dengan Tindak pidana Korupsi

Question: Ada kesan, seolah-olah Undang-Undang TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) hanya dapat diterapkan bagi Terdakwa kasus Tindak pidana korupsi. Apakah benar demikian? Semisal kita selaku anggota masyarakat menjadi korban kejahatan modus penipuan atau bahkan kejahatan penggelapan uang yang merugikan korban, lantas pelakunya mengalih-wujudkan dana yang ia tipu atau gelapkan kedalam bentuk barang-barang bergerak ataupun tidak bergerak untuk menyamarkan asal-usul sumber kekayaannya yang diperoleh secara ilegal dan melawan hukum, maka apakah peristiwa pidana semacam ini pihak pelakunya tidak bisa dituntut pula dengan Undang-Undang TPPU karena jelas-jelas pelaku penggelapan maupun penipuan dengan nomimal yang besar, pasti kemudian melakukan modus “money laundring” mengingat tidak mungkin dana yang digelapkan sebesar itu habis untuk sekadar membeli makanan?

Makna Anekdot Hukum, Menang Gugatan jadi ARANG

LEGAL OPINION

Menang / Memenangkan Gugatan adalah Perkara Mudah, namun Menyelesaikan Sengketa Barulah Butuh Strategi yang Strategis ketika Menyusun Rumusan Surat Gugatan dan Pokok Permintaan Penggugat untuk Diputus Hakim Pengadilan

Question: Sering kita dengar adagium sinisme dalam dunia hukum, “menang jadi arang, kalah jadi abu”. Apa maksudnya “menang jadi arang”. Menang gugatan, mengapa justru menjadi arang?

Perbudakan Era Modern, Praktik Gelap Dibalik Alibi GROUP USAHA

LEGAL OPINION

Grup Usaha yang Mengeksploitasi Pekerja, Satu Orang Pegawai Diwajibkan Mengerjakan Puluhan hingga Ratusan Badan Hukum Perseroan Terbatas

GRUP USAHA Bukanlah “Entitas Hukum”, namun “Istilah Bisnis” Semata

Question: Ada banyak pelaku usaha besar di Indonesia yang mencoba bersikap curang kepada karyawannya yang dieksploitasi untuk kepentingan berbagai badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas-Perseroan Terbatas milik seorang pemilik usaha yang sama, dimana waktu dan keringat benar-benar diperas oleh segala keinginan sang pemilik usaha yang ingin mendirikan usaha ini dan itu, mendirikan puluhan hingga ratusan Perseroan Terbatas baru lainnya, namun karyawan yang disuruh mengerjakan ialah karyawan yang “itu-itu saja”. Ketika sebagai pegawai kita berkeberatan diberi perintah yang melewati batas semacam itu, pihak Kepala HRD berkelit, bahwa ini adalah “Grup Usaha”, sehingga setiap karyawan memang harus bekerja untuk seluruh unit usaha yang tergabung dibawah “Holding Company” ini.

Sebenarnya yang namanya “Grup Usaha” atau “Holding Company” itu, apa boleh seenaknya memperlakukan karyawannya secara eksploitatif demikian, dalam artian harus patuh mengerjakan semua perintah untuk kepentingan seluruh Perseroan Terbatas milik sang “owner”, tanpa boleh keberatan ataupun menolak? Mereka juga kerap menjadikan itu sebagai modus terselubung untuk memberhentikan secara politis karyawan yang ingin mereka singkirkan. Yang saat ini kami sebagai para pegawai alami ialah, pihak pemilik usaha terus saja dengan serakahnya mendirikan berbagai PT-PT baru, sekalipun saat ini sudah ada hampir seratus PT tercatat di tempat kami yang dimiliki “owner” (pemilik usaha) yang sama, yang sebagian diantaranya hanya didirikan untuk dijadikan “shell company” atau “perusahaan boneka” untuk mematikan kompetitor di pasar.

Sehingga, antara bobot dan beban kerja, tidak lagi sebanding dengan kuantitas pegawai yang “itu-itu saja” alias pegawai yang sama kini harus menambah beban tugas yang harus dipikul untuk kepentingan pengerjaan berbagai perusahaan baru lainnya. Pemilik usaha seenaknya saja memberi perintah untuk kami kerjakan, bahkan ada beberapa PT yang bukan dimiliki si “owner”, akan tetapi milik kawan si “owner”, namun segala perizinan usaha dan kontrak-kontrak bisnisnya harus kami juga yang urus dan kerjakan. Tendensinya pihak “owner” semakin kian serakah saja, tidak ada habis kemauannya untuk diikuti dan dituruti. Memang mengherankan ketika Tuhan justru memberi kesuksesan kepada pengusaha semacam ini, sehingga menjadi “besar kepala” dengan menghisap “keringat bercampur darah” pegawai.

Modus lainnya ialah memindahkan pegawai ke Perseroan Terbatas lainnya (bukan ke “kantor cabang” lainnya dari Perseroan Terbatas yang sama), tanpa mau membayar pesangon saat hendak dipindahkan, dengan alasan masih satu “Grup Usaha”. Mengundurkan diri bukanlah opsi cerdas bagi kami, karena sama artinya rugi di pihak karyawan dan perusahaan yang menang karena tidak harus bayar pesangon apapun. Jika kami keberatan dan menolak untuk mengikuti perintah yang tidak patut demikian, apakah bisa menjadikan itu sebagai alasan bagi karyawan untuk menuntut PHK (pemutusan hubungan kerja) ke pengadilan disertai kompensasi pesangon dua kali ketentuan normal, mengingat perintah kerja yang diberikan tidak sesuai kepatutan maupun keadilan bagi seorang pekerja atau pegawai?

Seputar Sertifikat Tanah ELEKTRONIK & Seluk-Beluk Pentingnya

LEGAL OPINION

Ketentuan Hukum Sertifikat Tanah ELEKTRONIK

Question: Seperti apa saja hal-hal penting yang membedakan antara sertifikat hak atas tanah “konvensional” (berupa dokumen fisik) terbitan BPN dan sertifikat hak atas tanah “elektronik”, yang perlu warga masyarakat ketahui kedepannya nanti?

Polisi Robot & Hakim Robot, Objektif dalam Derajat Paling Maksimum, Kehilangan Kemanusiaannya

LEGAL OPINION

Subjektivitas Bukanlah Sumber Ketidakadilan, sementara Objektivitas Mengasingkan Manusia dari Kemanusiaan

Question: Yang namanya kemanusiaan yang adil dan beradab, itu coraknya hanya bisa terjadi ketika seorang hakim bersikap subjektif ataukah sebaliknya, semata objektif? Banyak pihak yang menuntut agar hakim bersikap objektif, namun apakah selalu benar demikian?

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS