Hak untuk Tidak Diganggu, adalah Hak Asasi Manusia

Budaya Humanis dan Beradab Vs. Budaya Premanis dan Aroganis

Ada Kewajiban, maka Ada Hak. Ada Hak, maka Ada Kewajiban secara Bertimbal-Balik (Resiprositas / Resiprokal)

MENTALITAS PENJAJAH : Bersikap Seolah-olah Orang Lain Memiliki Kewajiban Delusif terhadap Anda

Disebut sebagai orang buta, karena tidak mampu membedakan mana yang terang dan mana yang gelap. Disebut sebagai orang yang jahat, karena ia gagal membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Disebut sebagai orang-orang yang dungu, ialah mereka yang tumpul dalam membuat perbedaan mana yang benar dan mana yang keliru. Begitupula mereka yang disebut sebagai arogan, disebabkan oleh faktor ke-congkak-an atau keangkuhan pribadi, sehingga tidak menaruh rasa hormat ataupun penghargaan terhadap pribadi / individu lainnya, mereka sama sekali tidak memiliki kemauan untuk membedakan mana yang merupakan “hak” dan mana yang merupakan “kewajiban”—mereka senantiasa menuntut dan mendaku “hak”, namun disaat bersamaan menolak dibebani “kewajiban” bilamana mereka memang memiliki “hak” untuk mereka tuntut dari orang lain.

Antara Hukum, Ancaman Hukuman, dan Irasional Warga Masyarakat yang Diatur Oleh Norma Hukum

Ancaman Hukum Tidak Selalu Berbanding Lurus dengan Tingkat Kepatuhan Warga Masyarakat selaku Subjek Pengemban Hukum

Ketika Hukum Menemui Jalan Buntu, (maka) Bukan lagi menjadi Tugas serta Peran Utama Profesi Hukum

Tampaknya pemerintah kita sedang ber-euforia ria merancang, membentuk, serta menerbitkan berbagai Undang-Undang yang serba “gemuk” (penuh berlemak) ala “omnibus law”—dimana bahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana versi buatan “anak bangsa” dirancang serta diterbitkan secara “omnibus law”—meski saat kali pertamanya Kepala Negara kita terpilih serta menjabat sebagai Kepala Pemerintahan, janji politik pertamanya kepada publik ialah akan menyederhanakan peraturan perundang-undangan, yang terbukti ialah sebaliknya dalam realita kali keduanya sang Kepala Negara menjabat sebagai Kepala Pemerintahan. Bahkan, tampaknya pemerintah kita turut berdelusi-ria, bahwasannya semakin banyak aturan dibentuk maka tingkat kepatuhan masyarakat akan secara sendirinya meningkat serta terdongkrak serta. Pemerintahan yang delusif, menghasilkan “output” berupa masyarakat yang juga delusif.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS