HUKUM KARMA, Jaminan Mutu yang Tidak dapat Ditawar-Tawar dan Tidak Kenal Kompromi, Menutup Ruang Kecurangan Sikap Korupsi Dosa

ARTIKEL HUKUM

Jika Sudah Ada Jaminan BUAH KARMA Pasti akan Berbuah, Perbuatan Buruk Berbuah KARMA BURUK, Perbuatan Baik Berbuah KARMA BAIK, maka Mengapa Juga Masih Melakukan Perbuatan Buruk dan Tidak Melakukan Perbuatan Baik?

Sekalipun Tidak Ideal dari Segi Waktu Berbuahnya, Namun Adakah yang Lebih Adil daripada HUKUM KARMA? Jika Sudah Ada HUKUM KARMA, untuk Apa Berpaling pada Keyakinan Lain? Orang Curang & Korup, Anti HUKUM KARMA dengan Mencoba Mencurangi HUKUM SEBAB-AKIBAT, HUKUM AKSI-REAKSI, HUKUM PERBUATAN-KONSEKUENSI

Bila dalam Hukum Negara, seseorang pelaku kejahatan merasa tidak memiliki resiko ataupun bahaya dibalik konsekuesi hukum atas perbuatan jahat yang dilakukan olehnya, sekalipun merugikan dan menyakiti lingkungan maupun pihak lainnya, maka tiada ancaman sanksi apapun yang dapat dimintakan pertanggung-jawaban terhadapnya. Maka dalam konteks perspektif Hukum Karma, Sang Buddha telah menyatakan bahwa segala perbuatan buruk (secara disengaja maupun karena kelalaian) maupun perbuatan baik, PASTI BERBUAH PADA PELAKUNYA, dimana sang pelaku akan mewarisi perbuatannya sendiri, terlahir dari perbuatannya sendiri, berkerabat dengan perbuatannya sendiri, serta berhubungan dengan perbuatannya sendiri, sekalipun pelakunya berupaya melarikan diri dengan bersembunyi di dalam gua terpencil sekalipun.

Makna Dukkha, Memahami dan Mengakui Hidup Secara Apa Adanya Demi Hidup Berbahagia, Itulah Paradoks Kehidupan, Akui Dukkha Demi Hidup Bahagia Bebas dari Dukkha

ARTIKEL HUKUM

SERI SENI HIDUP, Manajemen Diri Mengatasi Dukkha, Akui dan Pahami Tiga Corak Kehidupan : Selalu Berubah, Derita serta Tidak Terpuaskan, dan Tanpa Inti Diri yang Kekal Bernama “AKU”

Ada Kalanya, Kebebasan Tertinggi Tanpa Batas-Diri ialah Penjara Terbesar bagi Pikiran dan Tubuh Seorang Manusia

Seorang bayi, ketika baru dilahirkan, akan menjerit penuh kesakitan sejadi-jadinya sebagai pembuka lembaran baru hidupnya di dunia ini. Apakah terhadap sang bayi yang baru di-“cipta”-kan serta dilahirkan tersebut, adalah “tidak sopan” karena menjerit-jerit kesakitan, serta tidak bersyukur karena telah di-“cipta”-kan serta dilahirkan ke dunia ini? Bagaimana dengan Anda sendiri, jIka Anda diberi kesempatan serta dapat memilih, apakah Anda akan tetap memilih terlahirkan ke dunia ini dan terlahir kembali ke dalam rahim mana pun di antara berbagai alam kehidupan, maupun pernah terlahir, atau bahkan memilih untuk tidak pernah tercipta serta tidak pernah terlahirkan dalam rahim manapun lagi?

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS