Ambivalence of a Paradox, Ambivalensi sebuah Paradoks

HERY SHIETRA, Ambivalence of a Paradox, Ambivalensi sebuah Paradoks

If we want to live in peace,

Then we must be ready for war,

So that we are not consumed by false hope.

Those who are not ready to go to war at any time,

Will always come out as a party that can be easily defeated.

Meminjam Hutang Tanpa Persetujuan / Pengetahuan Istri, Tetap menjadi HUTANG RUMAH-TANGGA SUAMI-ISTRI yang Turut Menikmatinya

Prinsip Penting bagi Kalangan Istri (yang) Cerdas : “KNOW YOUR HUSBAND!

Kalangan Istri Patut Menduga, bahwa Suaminya Meminjam Modal Milik Pihak Ketiga untuk Membeli Berbagai Perlengkapan / Operasional Usaha Berbiaya Tinggi

Profil Pendapatan Suami yang Tidak “Matching” dengan Pengeluaran Rumah Tangga, Istri Wajib Menduga Suami Meminjam Dana Milik Pihak Ketiga

Question: Sebagai seorang istri, saya sama sekali tidak tahu-menahu, terlebih memberikan persetujuan, suami berhutang kepada orang lain. Mendadak, beberapa waktu kemudian, ada orang datang menagih piutang dengan alasan suami saya telah pernah meminjam hutang darinya, sementara itu saya sama sekali tidak pernah tahu-menahu adanya hutang-piutang semacam itu, terlebih menyetujuinya. Bukankah secara hukum perkawinan, suami wajib meminta persetujuan istri dan istri harus ikut tanda-tangan perjanjian hutang itu, barulah hutang-piutang menjadi sah mengikat adanya?

Meninggalnya Pemberi Kuasa, Proses Sidang Gugat-Menggugat Tetap Berlanjut

Pihak Ketiga yang Beritikad Baik (Tidak Tahu-Menahu Meninggalnya Lawan dan Gugat-Menggugat), Dilindungi oleh Hukum

Yang DI-Sita Eksekusi, Bukanlah Orangnya, namun HARTA BENDANYA

Question: Dalam jalannya proses persidangan dimana saya berkedudukan sebagai pihak Penggugat, ada selentingan “kabar burung” bahwa salah satu principal dari pihak Tergugat telah ternyata meninggal dunia. Setelah saya konfrontasi kuasa hukumnya (pengacara), apakah principalnya tersebut masih hidup atau sudah meninggal, ia jawab “tidak tahu”. Apakah kondisi ini, jika memang betul principal dari pengacara tersebut telah meninggal dunia adanya, mengakibatkan gugatan yang saya ajukan menjadi gugur demi hukum ataukah bisa terus berlanjut dan mengikat ahli-waris dari salah satu Tergugat yang meninggal dunia itu? Konon beredar “kabar burung”, jika itu yang terjadi, maka putusan bisa bersifat “non executable”, apa benar seperti itu hukumnya di Indonesia?

Sukarnya Menghadapi Orang dengan Mental TUKANG LANGGAR

Kode Etik Profesi maupun Peraturan Hukum Setebal Apapun, adalah Percuma bila Aparatur ataupun Warganya Bermental TUKANG LANGGAR

Kode Etik dan Norma Hukum hanya untuk Orang dengan Mental Patuh Hukum dan Beretika. Hukum yang Dikenal dan Diakui oleh TUKANG LANGGAR hanyalah Hukum Rimba

Bila Anda menuntut bukti konkret bahwasannya adalah percuma membuat Kode Etik Profesi yang demikian tebal maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur hidup penduduknya mulai dari A hingga Z, dimana sekalipun Kode Etik maupun peraturan perundang-undangan tersebut saat kini sudah menyerupai “hutan rimba belantara”, pelanggaran akan tetap terjadi secara masif, tidak terkecuali pelanggaran-pelanggaran paling primitif yang dikenal sepanjang peradaban umat manusia, sehingga tidak efektif juga tidak tepat guna, contoh sempurnanya ada pada seorang Kepala Divisi Propam POLRI yang bernama Ferdy Sambo, yang pada medio tahun 2022 melakukan pembunuhan secara tersistematis terhadap ajudannya sendiri—alias aksi persekusi ala “main hakim sendiri”, yang mana belum cukup sampai di situ, sang Kadiv Propam juga melakukan aksi kejahatan berjemaah bersama sejumlah jenderal dan perwira Polri dalam rangka “obstruction of justice”, hingga press realease berisi “olah Tempat Kejadian Perkara” versi “prank”.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS