Kerugian Keuangan Negara dalam Perspektif POST FACTUM Vs. FACTUM
Question: Sebenarnya bagaimana cara menghitung kerugian keuangan negara dalam praktik di persidangan perkara Tipikor (tindak pidana korupsi), yakni kerugian real yang terjadi saat aksi kejahatan dilakukan ataukah setelah sebagian kerugian negara dikembalikan oleh si pelakunya beberapa waktu setelah kejadian?
Brief Answer: Untuk menilai besaran kerugian keuangan negara,
tidak dapat dinilai dengan memakai perspektif “post factum” (setelah kejadian), namun pada saat delik terjadi atau
dilakukan oleh sang terdakwa (factum).
Karena itulah, sekalipun pelakunya mengembalikan sebagian dana hasil
kejahatannya, tidak mengurangi besar total kerugian negara, dimana
mengembalikan kerugian negara hanya menjadi “keadaan yang meringankan kesalahan”
bagi sang terdakwa di persidangan. Mahkamah Agung RI dalam sebuah presedennya
pernah menyatakan sebagai berikut:
“Fungsi waktu atau saat
terjadinya tindak pidana (tempus delict) dalam ilmu hukum pidana adalah untuk
menentukan ada atau tidak ada terjadi tindak pidana beserta unsur-unsur yang
terdapat dalam tindak pidana tersebut.”
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman
bahwa delik dalam Tipikor memiliki nuasa “delik formal”, sebagai ilustrasi
konkretnya dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan sebuah preseden
sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara Tipikor register Nomor Nomor 1023
K/Pid.Sus/2016 tanggal 5 Oktober 2016, dimana terhadap permohonan kasasi yang
diajukan oleh pihak Terdakwa, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar
putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan Kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
1. Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum dan Terdakwa tidak dapat dibenarkan
walaupun judex facti telah salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa
dalam perkara aquo, putusan Judex Facti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Tinggi Yogyakarta yang memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi pada Pengadilan Negeri Yogyakarta sekedar meniadakan pidana denda dan
menguatkan selebihnya sehingga amar selengkapnya menyatakan Terdakwa Dahono Bin
Pawirodinomo tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana tertuang
dalam Dakwaan Primair dan oleh karena itu membebaskan Terdakwa Dahono Bin
Pawirodinomo, dari dakwaan primair, menyatakan Terdakwa Dahono Bin Pawirodinomo
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi
secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana tertuang dalam dakwaan subsidair,
dan oleh karena itu menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Dahono Bin
Pawirodinomo dengan pidana penjara selama selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan
berdasarkan pertimbangan hukum yang salah.
Judex Facti Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Yogyakarta menghapuskan denda yang
dijatuhkan Judex Facti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Yogyakarta sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh kita rupiah) subsidair selama 3
(tiga) bulan pidana Kurungan Judex Facti salah menerapkan hukum karena menyatakan
Terdakwa Dahono Bin Pawirodinomo tidak terbukti secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi, secara bersama-sama dan berlanjut,
sebagaimana tertuang dalam dakwaan primer berdasarkan pertimbangan unsur
memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi tidak terpenuhi dari
perbuatan Terdakwa.
Bahwa pertimbngan judex
facti itu jelas salah karena mengukur atau menilai ada atau tidak adanya
kerugian Negara setelah terjadinya tindak pidana (Post factum) ketika saksi
Maryani Binti Marto Utomo Direktur PT. Aulia Trijaya Mandiri yang menjadi
Terdakwa dalam berkas terpisah, mengembalikan sebagian kerugian Negara ke kas
Pemda Kabupaten Bantul sebesar Rp810.330.450,00 (delapan ratus sepuluh juta
tiga ratus tiga puluh ribu empat ratus lima puluh rupiah) dan kerugian Negara sebesar
Rp1.040.779.160,00 (satu miliar empat puluh juta tujuh ratus tujuh puluh
sembilan ribu seratus enam puluh rupiah) bukan pada saat terjadinya tindak
pidana (factum).
Fungsi waktu atau saat terjadinya tindak pidana (tempus
delict) dalam ilmu hukum pidana adalah untuk menentukan ada atau tidak ada
terjadi tindak pidana beserta unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana
tersebut.
Judex Facti juga salah menerapkan
hukum dengan menyimpulkan kelebihan dana hibah yang menjadi objek korupsi yang
masih dikuasai saksi Maryani Binti Mario Utomu sebesar Rp230.448.710,00 ((dua
ratus tiga puluh juta empat ratus empat puluh delapan ribu tujuh ratus sepuluh
ribu rupiah) tidak termasuk kualifikasi memperkaya diri karena jumlah uang
sebesar itu merupakan jumlah uang yang cukup banyak berdasarkan tingkat
perekonomian Masyarakat Bantul, berdasarkan pertimbangan tersebut, unsur memperkaya
orang lain telah terpenuhi dari perbuuatan Terdakwa.
2. Alasan kasasi Penuntut Umum yang pada intinya memohon kepada Majelis
Hakim untuk menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana
korupsi dalam dakwaan primair dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan
pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) tidak dapat dibenarkan karena tidak didukung dengan fakta-fakta
persidangan yang relevan secara yuridis dan hal itu lebih merupakan penilaian
hasil pembuktian terhadap putusan judex facti.
3. Bahwa alasan kasasi Terdakwa yang pada intinya memohon kepada Majelis Hakim
untuk menyatakan Terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana dalam
dakwaan primair dan dakwaan subsider Penuntut Umum dan karena itu membebaskan
Terdakwa dari dakwaan Penuntut Umum atau menyatakan Terdakwa terbukti melakukan
tindak pidana tetapi perbuatan tersebut bukan tindak pidana tidak dapat dibenarkan
karena tidak didukung dengan alat-alat bukti sah dan relevan secara yuridis
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, fakta-fakta persidangan
justru dapat membuktikan kebenaran dakwaan Penuntut Umum dalam dakwaan primair
dan kesalahan Terdakwa sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut permohonan
kasasi Terdakwa harus ditolak.
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi II / Terdakwa DAHONOBIN
PAWIRODINOMO tersebut;
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: I / PENUNTUT UMUM
PADA KEJAKSAAN NEGERI BANTUL tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Tinggi Yogyakarta, Nomor 11/Pid.Sus-TRPK/2015/PT.YYK, tanggal 8 Januari 2016
yang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri
Yogyakarta, Nomor 05/Pid.Sus-TPK/2015/PN.YYK, tanggal 13 Oktober 2015;
MENGADILI
SENDIRI
1. Menyatakan Terdakwa Dahono Bin Pawirodinomoterbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana korupsi,
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Dahono Bin Pawirodinomo, oleh karena
itu, dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak
dibayarkan diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
3. Memerintahkan supaya Terdakwa segera ditahan;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.