Yang Beruntung Selalu Menang dan Berhasil / Sukses, yang Tidak Beruntung Selalu mengalami Rentetan Kekalahan dan Kegagalan Demi Kegagalan
Berbuat Baik (Menanam Benih Kebajikan), menjadi
Jaminan Mutu Hidup Bahagia dan Sukses Dimasa Mendatang (sebagai Buah untuk Kita
Petik Sendiri)
Terdapat seseorang yang berkata
kepada penulis, ciri-ciri Karma Buruk sedang berbuah ialah, ketika kita berkata
dan berbuat benar, orang-orang tetap akan mencela dan menentang kita. Fenomena
sebaliknya, ciri-ciri Karma Baik sedang berbuah ialah, ketika kita berkata
keliru ataupun berbuat salah, tetap saja orang-orang akan mendukung dan
membantu kita. Saat ulasan ini disusun, tersiar berita tiga orang balita (anak
dibawah umur) tewas terkunci di dalam kamar yang mana bangunan bertingkatnya
habis terlalap api yang membakar. Sang ibu, dalam press release pihak kepolisian, menerangkan bahwa saat sang ibu
dari ketiga anak malang tersebut, mengunci anak-anaknya di dalam kamar agar
mereka tidak jatuh saat sang ibu keluar rumah. Sang ibu, tidaklah bersalah, ia
mengunci sang anak demi kebaikan mereka semenatara sang ibu tidak di rumah.
Yang salah ialah,
ketidak-beruntungan sang anak maupun sang ibu. Kita pun kerap menghadapi
kondisi sukar-dilematis semacam demikian, dipersalahkan oleh orang-orang ketika
sesuatu hal yang tidak kita inginkan terjadi, sekalipun kita telah berupaya
semampu kita dan tidak ada niat buruk. Contoh kasus di atas, menjadi analogi
sekaligus cerminan, ketika usaha, bisnis, karir, percintaan, rumah-tangga,
studi, ataupun kehidupan kita telah kita tata secara baik dan penuh perencanaan
matang, bahkan juga telah mengikuti serangkaian seminar kesuksesan membangun
bisnis ataupun melahap berbagai buku-buku bertema motivasi usaha, namun justru
usaha Anda ataupun karir Anda berjalan terseok-seok, maka bisa jadi memang
tidak ada yang salah dengan Anda, yang salah ialah ketidak-beruntungan Anda.
Namun, pertanyaan relevan terbesarnya ialah, apakah faktor keberuntungan maupun
ketidak-beruntungan, adalah diluar kuasa dan kendali kita?
Dari berbagai buku bertema
motivasi usaha yang pernah penulis baca, baik oleh penulis dari dalam maupun
dari luar negeri, tidak ada satupun yang membahas perihal cara menciptakan “the LUCK factor”. Kesemua buku tersebut
ibarat kafein, sekadar menyuntikkan semangat yang temporer sifatnya, namun
tidak kunjung menjamin kesuksesan Anda. Jika memang menciptakan keberuntungan
dalam hidup, sesederhana menjalankan kiat-kiat dalam buku motivasi ataupun
seminar-seminar sejenis, maka mengapa tidak semua pembaca maupun peserta
seminar yang membaca ataupun mengikutinya, mampu mencapai kesuksesan? Contoh
lain ada pengusaha yang pada mulanya sukses, kemudian bangkrut? Menjadi jelas
bahwa ada yang keliru pada buku-buku ataupun seminar-seminar yang sejatinya
membahas “omong kosong” untuk Anda konsumsi.
Tidak ada motivator yang
menyamai Sang Buddha, Guru Agung para dewa dan para manusia, mengingat Sang
Buddha dalam banyak sutta, membabarkan secara gamblang arti penting menanam
benih-benih perbuatan baik, untuk kita petik sendiri buah manisnya dimasa
mendatang—alias “faktor keberuntungan” itu sendiri yang telah ternyata mampu
diciptakan dan ditanam untuk kemudian bertumbuh dan membuahkan hasil manisnya
untuk kita petik sendiri dikemudian hari. Salah satunya dapat kita jumpai dalam
khotbah Sang Buddha yang sangat memotivasi dalam “Aṅguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID III”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”,
diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom
Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta
Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan:
IV. Sumanā
31 (1) Sumanā [Kitab Komentar mengidentifikasi
Sumanā sebagai putri Raja Pasenadi dari Kosala.]
Pada suatu ketika Sang Bhagavā
sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Putri Sumanā,
disertai oleh lima ratus kereta dan lima ratus dayang, mendatangi Sang Bhagavā,
bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Putri Sumanā berkata
kepada Sang Bhagavā:
“Di sini, Bhante, mungkin ada
dua orang siswa Sang Bhagavā yang setara dalam hal keyakinan, perilaku
bermoral, dan kebijaksanaan, tetapi yang satu dermawan sedangkan yang lainnya
tidak. Dengan hancurnya jasmani, [33] setelah kematian, mereka berdua terlahir
kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga. Ketika mereka telah menjadi
deva, apakah ada kesenjangan atau perbedaan antara mereka?”
“Ada, Sumanā,” Sang Bhagavā
berkata. “Yang dermawan, setelah menjadi deva, akan mengungguli yang lainnya
dalam lima hal: umur kehidupan surgawi, kecantikan surgawi, kebahagiaan
surgawi, keagungan surgawi, dan kekuasaan surgawi. Yang dermawan, setelah
menjadi deva, akan mengungguli yang lainnya dalam kelima hal ini.”
“Tetapi, Bhante, jika kedua
orang ini meninggal dunia dari sana dan sekali lagi menjadi manusia, apakah
masih ada kesenjangan atau perbedaan di antara mereka?”
“Ada, Sumanā,” Sang Bhagavā
berkata. “Ketika mereka sekali lagi menjadi manusia, yang dermawan akan
mengungguli yang lainnya dalam lima hal: umur kehidupan manusia, kecantikan
manusia, kebahagiaan manusia, kemasyhuran manusia, dan kekuasaan manusia.
Ketika mereka sekali lagi menjadi manusia, yang dermawan akan mengungguli yang
lainnya dalam kelima hal ini.”
“Tetapi, Bhante, jika kedua
orang ini meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan
tanpa rumah, apakah masih ada kesenjangan atau perbedaan di antara mereka?”
“Ada, Sumanā,” Sang Bhagavā
berkata. “Yang dermawan, setelah meninggalkan keduniawian, akan mengungguli
yang lainnya dalam lima hal. (1) Ia biasanya mengenakan jubah yang telah secara
khusus dipersembahkan kepadanya, jarang mengenakan jubah yang tidak secara
khusus dipersembahkan kepadanya. (2) Ia biasanya memakan makanan yang telah
secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang memakan makanan yang tidak
secara khusus dipersembahkan kepadanya. (3) Ia biasanya menempati tempat tinggal
yang telah secara khusus dipersembahkan kepadanya, jarang menempati tempat
tinggal yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya. (4) Ia biasanya
menggunakan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit yang telah secara
khusus dipersembahkan kepadanya, jarang menggunakan obat-obatan dan
perlengkapan bagi yang sakit yang tidak secara khusus dipersembahkan kepadanya.
(5) Teman-temannya para bhikkhu, yang dengan mereka ia menetap, biasanya
memperlakukannya dengan cara-cara yang menyenangkan melalui jasmani, ucapan,
dan pikiran, jarang dengan cara-cara yang tidak menyenangkan. Mereka biasanya
memberikan kepadanya apa yang menyenangkan, jarang memberikan [34] apa yang
tidak menyenangkan. Yang dermawan, setelah meninggalkan keduniawian, akan
mengungguli yang lainnya dalam kelima hal ini.”
“Tetapi, Bhante, jika keduanya
mencapai Kearahattaan, apakah masih ada kesenjangan atau perbedaan di antara
mereka setelah mereka mencapai Kearahattaan?”
“Dalam hal ini, Sumanā, Aku
nyatakan, tidak ada perbedaan antara kebebasan [yang satu] dan kebebasan [yang
lainnya].”
“Menakjubkan dan
mengagumkan, Bhante! Sesungguhnya, seseorang memiliki alasan yang bagus untuk
memberikan dana dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, karena
perbuatan-perbuatan itu akan membantu jika ia menjadi deva, [sekali lagi]
menjadi seorang manusia, atau meninggalkan keduniawian.”
“Demikianlah, Sumanā!,
demikianlah, Sumanā! Sesungguhnya, seseorang memiliki alasan yang bagus
untuk memberikan dana dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, karena perbuatan-perbuatan
itu akan membantu jika ia menjadi deva, [sekali lagi] menjadi seorang manusia,
atau meninggalkan keduniawian.”
Itu adalah apa yang dikatakan
oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan hal ini, Yang Sempurna Menempuh Sang
Jalan, Sang Guru, lebih lanjut berkata sebagai berikut:
“Seperti halnya rembulan
tanpa noda bergerak di sepanjang lintasan di angkasa cahayanya lebih cemerlang
daripada semua bintang di dunia, demikian pula seseorang yang sempurna dalam
perilaku bermoral, seorang yang memiliki keyakinan, lebih cemerlang karena
kedermawanan daripada semua orang kikir di dunia.
“Seperti halnya awan hujan
berpuncak-seratus, bergemuruh, di dalam lingkaran halilintar, menurunkan hujan
ke bumi membanjiri dataran-dataran dan tanah rendah, demikian pula siswa
Yang Tercerahkan Sempurna, yang bijaksana yang sempurna dalam penglihatan, melampaui
orang kikir dalam lima aspek: umur kehidupan dan keagungan, kecantikan dan
kebahagiaan. Memiliki kekayaan, setelah kematian ia bergembira di alam surga.”
[35]
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.