Tampilkan postingan dengan label UMUM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UMUM. Tampilkan semua postingan

Akar Penyebab Investor Asing maupun Lokal Tidak Menyukai Indonesia

Jangankan Pengusaha Asing, Pengusaha Lokal dan Warga Dalam Negeri Sekalipun Tidak Suka terhadap Bangsa Indonesia

Jangankan investor asing, warga lokal yang lahir dan tumbuh besar di Indonesia saja, “gerah” hidup ditengah-tengah bangsa / masyarakat Indonesia (relevan terahap tagar “kabur aja dulu”). Mengapa? Karena untuk mendapatkan apa yang memang merupakan hak-hak kita saja, untuk mendapatkan keadilan saja, untuk tidak diganggu sekalipun, maupun untuk mendapatkan pelayanan publik secara resmi saja, kita akan dijadikan “sapi perahan” alias objek “pungutan liar” (pungli) maupun pemerasan oleh oknum (berjemaah) maupun preman-preman pasar maupun preman-preman berseragam yang dibiarkan berkeliaran dan tumbuh subur di republik ini. Dalam kesempatan ini, kita akan membahasnya satu per satu.

Sang Buddha Menolak Dogma Iming-Iming Korup Pengecut Bernama Penghapusan Dosa

Ajaran Perihal HUKUM KARMA = AGAMA SUCI bagi Mereka yang Berlatih Self-Control

Dogma Iming-Iming Korup PENGHAPUSAN DOSA = AGAMA DOSA bagi Para Pendosawan

Question: Apakah dalam Agama Buddha, ada dogma semacam penghapusan dosa, penebusan dosa, pengampunan dosa, atau sejenisnya?

KODE ETIK Vs. PROSEDUR Vs. TELADAN NYATA

Kode Etik Jaksa Republik Indonesia

Teladan merupakan Standar Etik Tertinggi, Namun Tidak Tertulis

Question: Mengapa ya, sebagai masyarakat umum yang ingin tahu apa yang menjadi kode etik profesi seperti hakim, notaris, PPAT, polisi, pers, dan lain sebagainya, kok rasanya seperti membaca anggaran dasar perusahaan ataupun semacam SOP, tidak fokus dan banyak diantaranya tidak terkait etika ataupun etik?

Tipe Negara PATRON SYSTEM Vs. MERIT SYSTEM

Fenomena Puncak Gunung Es Tipe Negara PATRONASE, dan Bahaya Dibaliknya

Menurut para pembaca, manusia adalah makhluk rasional ataukah sebaliknya, irasional? Kajian anthropologi maupun ilmu filsafat telah sampai pada satu kesimpulan bulan, “manusia adalah makhluk yang TIDAK rasional.” Pelaku usaha yang tidak menjunjung “kode etik niaga”, akan cenderung menyalah-gunakan pengetahuannya perihal “irasionalitas pasar maupun perilaku konsumen”, lalu mengeksploitasinya demi mengejar profit / laba usaha. Semisal, harga komoditi “ayam potong” di pasar tradisional maupun swalayan cenderung stagnan dan stabil pada harga jual sekian rupiah, namun tidak sejalan dengan harga ayam hidup di tingkat peternak yang anjlok sehingga mengundang demonstrasi / unjuk rasa kalangan peternak “ayam potong”.

Orang Baik dan Orang Jahat, adalah Perihal GENETIK

Tanggapan Shietra atas Surat Pembaca

Orang Baik “Nature”-nya memang Baik, Orang Jahat memang Sudah “Nature”-nya Bersikap Jahat

Namun, Jadilah Orang Baik yang Cerdas. Itulah yang Disebut sebagai BIJAKSANA—Level yang Lebih Tinggi dari Sekadar sebagai Orang Baik

Kita perlu mengevaluasi serta mengidentifikasi diri kita sendiri—lebih tepatnya adalah mengetahui apa yang menjadi “nature” dari genetik kita—untuk selanjutnya membina diri secara baik-baik sesuai karakter diri masing-masing. Bagi yang memiliki “nature” berupa genetik “tabiat / watak baik”, maka perlu membina diri untuk menjadi “orang baik yang cerdas”, agar tidak “mati konyol” karena menjadi bulan-bulanan “mangsa empuk” orang-orang jahat, serakah, egois, maupun orang-orang yang “tidak tahu diri” (para manusia predator).

Kelirumologi alias Kelirutahu, Tahu namun Keliru

Kelirumologi alias Kelirutahu, Tahu namun Keliru

Kelirumologi PEJABAT dan MANTAN PEJABAT yang Melakukan Tindak Pidana

Question: Mengapa dalam berbagai pemberitaan, disebutkan bahwa seorang “mantan pejabat” tertangkap dan disidangkan lalu dihukum karena korupsi. Bukankah yang namanya korupsi maupun kolusi itu artinya si pelaku ataupun tersangkanya sedang dalam rangka menjabat jabatan kenegaraan ataupun pemerintahan pada saat kejahatan korupsi ataupun kolusi ia lakukan? Mengapa justru dalam berita-berita di media massa, dipakai istilah “mantan pejabat”, alih-alih “pejabat”? Bukankah bila seorang “pejabat” yang melakukan korupsi maupun kolusi, maka ancaman hukumannya akan diperberat ketimbang yang “bukan pejabat”?

Mencoba Mengambil Untung dengan Cara Merugikan dan Merampok Nasi dari Piring Milik Profesi Orang Lain? LEBIH TERCELA & LEBIH HINA DARIPADA PENGEMIS

SENI PIKIR & TULIS

Johnsen Tannato si TUKANG PERKOSA & PENJAJAH TIDAK PUNYA MALU, Lebih Sibuk Tipu-Menipu (Modus Tipu-Muslihat) dan Berkelit daripada Bertanggung-Jawab atas Dosa-Dosanya

Tidak Mau Bayar Tarif Jasa SEPERAK PUN, Lantas Menyebut Diri sebagai Konsumen yang Berhak Meminta dan Menuntut Dilayani? Lantas, Apa Bedanya dengan PERBUDAKAN dan KERDA RODI? Itulah si TIDAK TAHU MALU bernama Johnsen Tannato

Pernah terdapat kisah, seseorang yang berjasa bagi warga di suatu tempat, hendak membeli sesuatu barang dari lapak milik seorang penjual di pinggir jalan. Ketika berminat membeli dan bertanya berapa harganya kepada pemilik kios, sang pemilik kios kemudian menyatakan itu boleh diambil sang oleh tokoh tersebut tanpa perlu membayar harganya. Yang membuat kita terenyuh, sang tokoh kemudian menanggapi dengan kalimat sebagai berikut : “Mana boleh begitu, Anda sedang bekerja mencari nafkah. Saya akan membeli barang ini, namun disertai harga yang harus saya bayarkan.” Akhirnya sang penjual pun menerima harga jual-beli barang tersebut dari sang tokoh, yang bersikap penuh pengertian dan saling menghargai profesi satu sama lainnya.

Apakah HUKUM KARMA merupakan Hukum yang Adil?

SENI JIWA

Yang Lebih Adil Belum Tentu Sudah Adil dan Paling Adil. Diantara yang Terburuk, Bukan yang Terburuk ataupun yang Bukan Lebih Buruk sudah Cukup Lumayan

Hukum Karma memang Tidak Ideal Adanya, Mengingat Cara Bekerjanya yang Tidak Efektif, karena Kerap Matang Berbuah di Kehidupan Mendatang, entah Buah Karma Baik maupun Buah Karma Buruk untuk Dipetik Sendiri oleh Sang Pelaku yang Menanam. Namun, Diluar Hukum Karma, Ketidakadilan Jauh Lebih Tidak Terperi. Setidaknya, Hukum Karma Tergolong sebagai Hukum yang Meritokrasi dan Egaliter

Question: Apakah memang betul, hukum karma adalah hukum yang paling adil dari semua jenis hukum yang kita kenal di dunia ini?

Adakah yang Lebih PENTING daripada Hukum Agama?

LEGAL OPINION

Bukan Persoalan Mana yang Lebih Tinggi, namun Mana Hukum yang Lebih PENTING, Lebih MEMBUMI, dan Lebih BERFAEDAH

Question: Banyak orang, semata agar tampak menjadi seorang pembela Tuhan (seolah dapat membuat Tuhan merasa tersanjung, meski Tuhan tidak butuh “penjilat”), menyatakan secara membuta bahwa “hukum agama” adalah hukum tertinggi. Apakah betul demikian adanya bila kita tinjau secara filsafat, disiplin ilmu yang membolehkan atau memberi kita ruang untuk mengkritisi serta mempertanyakan secara bebas dan mandiri, mencerna sebelum menerimanya begitu saja?

Apakah Ada Hukum Agama dalam Buddhisme?

LEGAL OPINION

Adakah Hukum yang Lebih Tinggi dan Lebih Absolut daripada Hukum Negara maupun Hukum Agama?

Question: Apakah ada semacam hukum agama, di Agama Buddha? Agama-agama lain mengatur hukum-hukum, hukum perkawinan antara suami dan istri, hukum warisan, bahkan hingga hukum perang. Apakah di Agama Buddha dijumpai hal semacam itu?

Gado-Gado Carina Mencelakai dan Merusak Kesehatan Warga Bojong Indah. WARNING! DANGER! BAHAYA! TOXIC! BERACUN!

Gado-Gado Carina Bumbunya PESTISIDA. Anda Mau Beli dan Bayar Mahal dengan Uang dan KESEHATAN Anda? Be a SMART and WISE Customers!

Gado-Gado Carina Menjual RACUN untuk Dimakan Konsumennya yang Bayar Mahal!

Percuma Lapor (kepada) Polisi? Lebih Percuma Lapor (kepada) Tuhan

SENI PIKIR & TULIS

Manusia Predator & Predator Manusia

Ketika Tuhan lebih PRO terhadap Penjahat / Pendosa, dan Mendiskriminasi Korban

Entah mana istilah yang lebih tepat, “manusia predator” ataukah “predator manusia”, bila kita hendak merujuk seseorang yang notabene “agamais” (mengaku ber-Tuhan serta rajin beribadah) namun masih juga tidak segan-segan, tidak malu, serta tidak takut merampas hak-hak warga lain maupun berbuat jahat seperti merugikan, melukai, ataupun menyakiti makhluk hidup lainnya. Yang jelas, seorang “manusia predator” adalah juga “predator manusia”, semata karena mereka akan memangsa pula sesamanya, sebagaimana anekdot “manusia adalah serigala bagi sesamanya”, “akan dimakan bila tidak dimakan”, maupun sindiran senada dengan itu lainnya.

Menjadi KORBAN Bukanlah Hal TABU, namun menjadi PELAKU Barulah TABU

SENI PIKIR & TULIS

MENJERIT merupakan HAK ASASI KORBAN

Bangsa yang Gemar Menghakimi dan Main Hakim Sendiri

Lebih Baik menjadi seorang Korban daripada seorang Pelaku Kejahatan / Pendosa

Banyak diantara masyarakat kita yang, dengan mudahnya membuat atau melakukan “oral bullying” hingga “cyber bullying”, tanpa menyadari bawah sikap demikian merupakan salah satu bentuk wujud watak atau kebiasaan “menghakimi” sesama warga, persekusi secara verbal. Sebagai bagian dari bangsa demokratis, penulis tidak pernah memaksa siapapun untuk sepakat terhadap “keberanian beropini” yang penulis gagaskan. Setidaknya, berdebatlah secara beretika dan santun, alih-alih mencaci-maki namun gagal menguraikan kontra-narasi terhadap agurmentasi yang penulis kemukakan. Terdapat kultur lainnya yang kurang sedap dilihat maupun didengar dari Bangsa Indonesia, yakni tidak pernah memihak pada kalangan korban, minim empati terlebih simpatik, dan lebih pro terhadap pelaku kejahatan (yang menyakiti, melukai, maupun merugikan seorang korban).

Jika Anda Memiliki Rasa Sungkan, Malu, Gengsi, Takut, Rasa Bersalah, JANGAN TUNJUKKAN, Semata agar Anda Tidak DIMAKAN oleh Orang Lain di Luar Sana yang Belum Tentu Baik Itikadnya terhadap Kita

SENI PIKIR & TULIS

Jangan Bersikap Seolah-olah Tidak Punya Hak untuk Menjawab “TIDAK!

Jangan Bersikap Seolah-olah Kita Bukanlah Individu yang Bebas dan Merdeka untuk Berkata “TIDAK!

Jangan pula Bersikap Seolah-olah Tidak Punya Daya Tawar serta Pilihan Bebas untuk Berseru secara Tegas, “TIDAK!

Serta Jangan pula Bersikap Seolah-olah Tidak Punya Pikiran untuk Menilai serta Memutuskan Sendiri untuk Menanggapi, “TIDAK!

Sebagaimana kita ketahui, banyak sesama warga di luar maupun di dalam kediaman rumah tinggal kita, yang hidup dengan cara menjadi seorang “manusia predator”—yakni hidup dan menyambung hidup dengan cara menjadi beban, benalu, lintah penghisap, manipulasi, eksploitatif, hingga memangsa dan merampas hak-hak hingga hidup orang lain. Berbaik sangka terhadap manusia-manusia “Made in Indonesia” yang sudah dikenal atas budaya serta wataknya yang “agamais namun tidak takut berbuat dosa” demikian, sama artinya tidak bijaksana. Bahkan, untuk ukuran kotak sumbangan, masih juga dijadikan ajang bagi sumber pendanaan kegiatan radikalisme dan intoleransi. Kecerdasan, merupakan sumber dari kebijaksanaan. Karena itulah, hendaknya kita tidak bersikap bodoh terlebih “masak bodoh”.

Percaya KELAHIRAN KEMBALI Berarti Menghargai KEHIDUPAN, Tidak Percaya artinya Menganut Paham Fatalistik & Nihilistik

SENI PIKIR & TULIS

Sang Buddha : “Pandangan (yang) salah artinya, tidak meyakini kebenaran adanya Hukum Karma dan adanya Kelahiran Kembali.”

Kemajuan zaman, telah sangat membantu kita untuk menemukan kebenaran adanya “reborn” alias “kelahiran kembali”, baik lewat bukti-bukti empirik lewat verifikasi ilmiah, teknik psikologi bernama “past life regression”, maupun data-data sejarah yang kian terdokumentasi untuk melakukan proses klarifikasi akan adanya keterkaitan antara kelahiran seseorang pada kehidupan saat kini dan sosok kehidupan lampaunya. Ribuan kasus kelahiran kembali telah berhasil dikonfirmasi pada beberapa dekade terakhir ini, dan terungkap ataupun terkuak lebih banyak lagi contoh-contoh kasusnya dan sudah dipublikasikan secara luas lewat kajian ilmiah maupun secara nonformal.

Perbedaan antara Staf Hukum Perusahaan dan Office Boy Perkantoran

ARTIKEL HUKUM

Hanya MENANG GENGSI Vs. Hanya KALAH GENGSI

Apa yang penulis ulas dalam bahasan berikut, bukanlah lelucon, dagelan, mitos, ataupun sinisme, namun adalah fakta realita sebagaimana pengalaman pribadi penulis ketika dahulu kala lama sebelum ini masih berupa Sarjana Hukum “fresh graduate” maupun ketika mencicipi pengalaman menduduki posisi Staf Hukum (Legal Staff atau Legal Officer) pada berbagai perusahaan, ternyata memiliki satu pola yang sama dimana dan kapan pun berada, perihal nasib seorang pekerja hukum pada berbagai perkantoran yang ada di Indonesia.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS