Going with the Current or Fighting Against the Current? Mengikuti Arus atau Berjuang Melawan Arus?

HERY SHIETRA, Going with the Current or Fighting Against the Current? Mengikuti Arus atau Berjuang Melawan Arus?

As the saying goes,

Do not immediately throw away the bitter,

Meanwhile, don’t eat and swallow the sweet ones right away.

Learn,

Train,

Exercising,

Working,

is no fun,

But we must still do it in a disciplined, diligent, and persistent manner.

For all the time of our lives.

Why?

Because we realize the benefits behind all these efforts,

It is positive.

As well as,

Everyone will gladly do evil,

Such attitudes are irresponsible,

Undisciplined,

Not on time,

Not keeping promises,

Usurp the rights of others,

Especially when the victims are powerless against us who are more powerful than them,

Or if you are immune or impervious to the law,

They all seem delightful and are so liked by evil-minded people,

Rejoice at the suffering of others.

However,

Does it mean that we should do bad things and be bad people,

Simply because such evil and irresponsible acts seem pleasurable?

Be a bad person,

It is easy and often life is more enjoyable.

On the contrary,

Being a good person in the midst of a sea of people,

Life is like in hell,

Totally unpleasant,

Where good people are often made “soft prey” by others,

Alias is not easy to live as a good person.

Even if we have bad and evil intentions in our minds or souls,

It is not meant that it is the best thing for us to do.

Why?

Because our common sense and clear minds are able to explain the dangers behind such tainted and evil attitudes.

Reality is always bitter,

Meanwhile the delusion looks more beautiful and tantalizing.

But does that mean we have to live in delusion and deny reality,

Or even run away from reality and deceive ourselves with various distortions of facts and life experiences?

No exception,

Even though alcoholic beverages,

Tobacco Products,

To drugs,

Capable of making people drunk and addicted,

Which the addicts like,

But does that mean we have to try it and even consume it?

Will our life be truly satisfied,

By doing all this stupidity?

The Buddha once said,

What appears pleasant to the eyes of fools,

It is suffering in the eyes of a Buddha.

People were even willing to torture themselves or even pay a heavy price,

Merely to suffer the consequences of being burned by lust and enslaved by unsatisfied desires.

There’s always danger or a price we have to pay,

Behind all the pleasures of the senses.

First,

We become attached,

Moreover, becoming addicted and addicted as addicts.

It means,

They allow these addictive substances, deprive their happiness of life,

Who from the beginning can live happily free from dependence,

Being dependent is like a slave for their whole life.

But still the fool is delusional,

That they have been controlling these addictive substances.

Just a stupid slave,

Those who feel pleasure and happy find themselves chained by strong iron chains called addictive substances.

smart Slave,

Struggle to live free and independent.

But those who are stupid actually give themselves up to be chained and become slaves for the rest of their lives.

Their ability to distinguish between wants and needs,

Become dull and rusty.

Second,

Slow but sure,

The addict will lose his good qualities,

As a result of getting used to and habitually feeding one’s own defilements,

Untrained and unskilled in self-control.

Narrated,

One day a grandfather told his grandson,

That there are two wolves fighting each other in the soul of the grandfather.

The grandson then asked,

“Grandfather, which wolf will win in that fight?”

The grandfather replied briefly,

“The wolf that grandpa feeds every day.”

There are things that we really don’t need and shouldn’t do.

Where self-control needs to be trained and honed in our daily lives.

The Buddha called it following the stream of delusion,

Or instead strive and practice on the path that goes against the currents of delusion nested within each of us.

Due to erroneous views,

Defilements that cover our soul’s sight or eyesight,

We are often deceived and trapped by a series of delusions and distortions,

We are deluded by and due to delusions created by our own defilements,

Incarnated mistakenly,

Know but mistaken.

People who are not used to practicing watching and controlling themselves,

Often fail and are not skilled at distinguishing between good and bad,

Which is right and which is wrong,

Which is noble and which is reprehensible,

Which is clean and which is stained.

They just go with the flow,

Even though we know,

That water naturally moves downward,

Not moving upward.

Now, the choice is in the hands of each of us.

Becoming someone who is able to conquer the current,

Or become part of the masses who just stupidly go with the flow.

So-called cool,

These are those who are able to live happily without having much attachment in their life,

Who is able to maintain his sanity amidst the madness of this world,

Who is able to live happily without depriving people or other living being’s happiness,

Who is able to carry on life without indulging all impulses,

Those who are able to be firm and strong in facing a world that has never run ideally,

Who can survive life on a lonely road,

Named “against the current” as a “going against the flow”.

The rest,

Only cowards and life losers,

Become a victim of the current,

Where they follow and submit to the flow of delusion.

The Buddha distinguished them by contrast,

Between the fool,

And the enlightened one.

Which and where are we now?

There is nothing great or something to be proud of than just going with the flow,

It was a delusional and irrational sense of pride,

The delusional pride of a fool,

The sick mind belongs to the sick.

Then, what if we have taken the wrong step?

If that’s the case,

No matter how far we have gone wrong,

Then turn around, RIGHT NOW!

Those who fail and are not accustomed to keep an eye on and controlling the various desires that arise in themselves,

Sooner or later they will be controlled by their own desires and defilements,

Just a matter of time.

Humans often even hurt and destroy themselves,

What happens if our destiny is handed over to the hands of these “defilements” that are lodged within us?

The defilements are so poisonous,

It can not only harm other people,

But it can also plunge and harm ourselves,

Especially if we are not alert and underestimate or look down the threat behind defilements.

When you belittle and look down the defilements within yourself,

Then you will lose.

© HERY SHIETRA Copyright.

 

Sebagaimana pepatah pernah mengatakan,

Yang pahit jangan langsung kita buang,

Sementara itu yang manis jangan langsung kita makan dan telan.

Belajar,

Berlatih,

Berolah-raga,

Bekerja,

Adalah tidak menyenangkan,

Namun harus tetap kita lakukan secara disiplin, tekun, dan gigih,

Untuk sepanjang waktu hidup kita.

Mengapa?

Karena kita menyadari manfaat dibalik segala jirih-payah tersebut,

Adalah positif adanya.

Sama halnya,

Semua orang akan senang hati berbuat jahat,

Sikap-sikap semacam tidak bertanggung-jawab,

Tidak disiplin,

Tidak tepat waktu,

Tidak menepati janji,

Merampas hak-hak orang lain,

Terutama bila korban tidak berdaya menghadapi kita yang lebih berkuasa daripada mereka,

Atau bila Anda imun atau kebal terhadap hukum,

Kesemua itu tampak menyenangkan dan begitu disukai oleh orang-orang bermental jahat,

Bergembira diatas penderitaan orang lain.

Namun demikian,

Apakah artinya kita sebaiknya berbuat jahat dan menjadi orang jahat,

Semata karena perbuatan-perbuatan jahat dan tidak bertanggung jawab tersebut tampak menyenangkan?

Menjadi orang jahat,

Adalah mudah dan seringkali hidup lebih menyenangkan.

Sebaliknya,

Menjadi orang baik di tengah-tengah lautan manusia,

Hidup bagaikan di neraka,

Serba tidak menyenangkan,

Dimana orang-orang baik kerap dijadikan “mangsa empuk” oleh orang lain,

Alias tidak mudah hidup sebagai orang baik.

Sekalipun kita punya niat buruk dan jahat dalam pikiran atau jiwa kita,

Bukan dimaknai bahwa itu adalah yang terbaik bagi diri kita untuk dilakukan.

Mengapa?

Karena akal sehat serta pikiran jernih kita sudah mampu menjelaskan bahaya dibalik sikap-sikap jahat penuh noda demikian.

Kenyataan selalu pahit adanya,

Sementara itu delusi tampak lebih indah dan menggiurkan.

Namun apakah artinya kita harus hidup dalam delusi dan memungkiri kenyataan,

Atau bahkan lari dari kenyataan dan menipu diri kita sendiri dengan berbagai distorsi fakta dan pengalaman hidup?

Tidak terkecuali,

Sekalipun minuman beralkohol,

Produk-produk tembakau,

Hingga obat-obatan terlarang,

Mampu membuat orang menjadi mabuk dan kecanduan,

Yang mana para pecandu tersebut menyukainya,

Namun apakah artinya kita harus mencobanya dan bahkan mongonsumsinya?

Apakah hidup kita akan betul-betul terpuaskan,

Dengan melakukan segala kebodohan tersebut?

Sang Buddha pernah berkata,

Apa yang tampak sebagai menyenangkan di mata orang-orang dungu,

Adalah derita di mata seorang Buddha.

Orang-orang bahkan rela menyiksa diri atau bahkan membayar mahal,

Sekadar untuk menderita akibat terbakar oleh nafsu dan terbudaki oleh berbagai keinginan yang tidak terpuaskan.

Selalu ada bahaya atau harga yang harus kita bayarkan,

Dibalik segala kesenangan inderawi.

Pertama,

Kita menjadi melekat,

Terlebih-lebih menjadi kecanduan dan mencandu sebagai pecandu.

Artinya,

Mereka membiarkan zat-zat adiktif tersebut merampas kebahagiaan hidup mereka,

Yang dari semula dapat hidup bahagia bebas dari ketergantungan,

Menjadi ketergantungan bagaikan budak untuk seumur hidup mereka.

Namun masih juga si dungu berdelusi,

Bahwa merekalah yang selama ini mengendalikan zat-zat adiktif tersebut.

Hanya seorang budak yang bodoh,

Yang merasa gembira dan bahagia mendapati dirinya dirantai oleh rantai besi kuat bernama candu.

Budak yang cerdas,

Berjuang untuk hidup bebas dan merdeka.

Namun mereka yang dungu justru menyerahkan diri untuk dirantai dan menjadi budak untuk seumur hidup mereka.

Kemampuan mereka untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan,

Menjadi tumpul dan karatan.

Kedua,

Perlahan namun pasti,

Si pecandu akan kehilangan sifat-sifat baiknya,

Akibat terbiasa dan membiasakan memberi makan kekotoran batinnya sendiri,

Tidak terlatih dan tidak terampil dalam mengendalikan diri.

Dikisahkan,

Pada suatu hari seorang kakek bercerita kepada cucunya,

Bahwa ada dua ekor serigala yang saling bertarung di dalam jiwa sang kakek.

Sang cucu lalu bertanya,

Kakek, serigala manakah yang akan menang dalam pertarungan itu?

Sang kakek pun menjawab secara singkat,

Serigala yang kakek beri makan setiap harinya.

Ada hal-hal yang memang tidak perlu dan tidak patut kita lakukan,

Dimana pengendalian diri perlu dilatih dan diasah dalam keseharian hidup kita.

Sang Buddha menyebutnya sebagai mengikuti arus kebodohan batin,

Atau justru berjuang dan berlatih di jalan yang melawan arus kebodohan batin yang bersarang dalam diri kita masing-masing.

Akibat pandangan keliru,

Kekotoran batin yang menutupi penglihatan atau pandangan mata jiwa kita,

Kita seringkali dijebak dan terjebak oleh sebuah dan serangkaian delusi maupun distorsi,

Kita terkecoh oleh serta akibat delusi yang diciptakan oleh kekotoran batin kita sendiri,

Menjelma kelirutahu,

Tahu namun keliru.

Orang-orang yang tidak terbiasa berlatih mengawasi dan mengendalikan diri mereka sendiri,

Kerapkali gagal dan tidak terampil membedakan mana yang baik dan yang buruk,

Mana yang benar dan mana yang salah,

Mana yang luhur dan mana yang tercela,

Mana yang bersih dan mana yang ternoda.

Mereka sekadar mengikuti arus,

Sekalipun kita ketahui,

Bahwa air pada alamiahnya bergerak ke arah bawah,

Bukan ke arah atas.

Kini, pilihan ada di tangan diri kita masing-masing,

Menjadi seseorang yang mampu menaklukkan arus tersebut,

Atau menjadi bagian dari massa yang dengan bodohnya sekadar mengikuti arus.

Yang disebut dengan keren,

Ialah mereka yang mampu hidup bahagia tanpa banyak memiliki kemelekatan dalam hidupnya,

Yang mampu menjaga kewarasannya ditengah ketidakwarasan dunia ini,

Yang mampu hidup berbahagia tanpa merampas kebahagiaan milik orang-orang ataupun makhluk hidup lainnya,

Yang mampu melangsungkan hidup tanpa menuruti seluruh dorongan keinginan,

Yang mampu teguh dan tegar menghadapi dunia yang tidak pernah berjalan secara ideal ini,

Yang mampu bertahan menjalani hidup di jalan sepi,

Bernama “melawan arus” sebagai seorang “pelawan arus”.

Selebihnya,

Hanyalah orang-orang pengecut dan pecundang kehidupan,

Menjadi korban dari arus,

Dimana mereka mengikuti dan tunduk pada arus kebodohan batin tersebut.

Sang Buddha membedakan mereka dengan perbandingan kontras,

Antara si dungu,

Dan si yang telah tercerahkan.

Yang manakah serta dimanakah diri kita saat kini?

Tidak ada yang hebat ataupun yang perlu dibanggakan dari sekadar mengikuti arus,

Itu adalah rasa bangga yang delusif sekaligus irasional,

Kebanggaan diri delusif milik orang dungu,

Akal sakit milik orang sakit.

Lalu, bagaimana bila kita telah salah melangkah?

Bila itu yang terjadi,

Sejauh apapun kita telah salah melangkah,

Maka putar haluan, SEKARANG JUGA!

Mereka yang gagal serta tidak terbiasa untuk mengawasi serta mengendalikan berbagai keinginan yang muncul dalam dirinya sendiri,

Cepat atau lambat akan dikendalikan oleh berbagai keinginan maupun kekotoran batinnya sendiri,

Hanya persoalan waktu.

Manusia bahkan kerapkali menyakiti dan merusak dirinya sendiri,

Apa jadinya bila nasib kita diserahkan ke tangan “kekotoran batin” yang bersarang dalam diri kita ini?

Kekotoran batin begitu beracun,

Ia bukan hanya dapat mencelakai orang lain,

Namun dapat juga menjerumuskan serta mencelakai diri kita sendiri,

Terutama bila kita tidak menaruh waspada serta memandang enteng ataupun meremehkan ancaman dibalik kekotoran batin.

Ketika Anda meremehkan kekotoran batin dalam diri Anda,

Maka Anda akan kalah.

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS