Putusan Inkracht Tidak Identik NEBIS IN IDEM ketika Menggugat Ulang

Makna “Perkara Gugatan yang Berisi Putusan yang Positif”

4 Jenis Peluang / Kemungkinan Nasib sebuah Gugatan : Dikabulkan, Ditolak, Tidak Diterima, Dicabut

Question: Yang namanya putusan “inkracht”, artinya putusan itu sudah memiliki “kekuatan hukum tetap”, dan konon jika kembali mengajukan gugatan atas pokok perkara yang sama maka akan ditolak oleh pengadilan dengan alasan “nebis in idem” agar tidak terjadi overlaping alias menghidari terjadinya tumpang-tindih antar putusan. Apakah selalu seperti itu, pola berpikir hukum acara perdata di Indonesia?

Brief Answer: Betul bahwa putusan yang diterbitkan oleh lembaga Mahkamah Agung adalah bersifat “inkracht”, begitupula bilamana putusan Pengadilan Negeri tidak diajukan upaya hukum banding ataupun terhadap putusan Pengadilan Tinggi tidak diajukan kasasi—pernah pula terjadi kejadian seperti berikut : pihak Tergugat mengajukan banding terlebih dahulu, sehingga pihak Penggugat yang gugatannya “dikabulkan separuh” oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri, merasa tidak perlu mengajukan banding, namun kemudian secara mendadak ternyata pihak Tergugat mencabut permohonan bandingnya, sehingga putusan Pengadilan Negeri seketika “berkekuatan hukum tetap” sekalipun sejatinya pihak Penggugat merasa perlu ada koreksi putusan lewat putusan banding mengingat gugatannya hanya dikabulkan separuh oleh Pengadilan Negeri.

Kejadian nyata demikian sebagaimana ilustrasi di atas menjadi “pengalaman mahal”, bahwa bila pihak lawan dalam suatu gugat-menggugat mengajukan banding, maka bila pihak Anda juga merasa perlu ada putusan Pengadilan Tinggi yang mengoreksi putusan Pengadilan Negeri, untuk itu saran terbaik ialah jangan bergantung pada permohonan upaya hukum banding yang diajukan oleh pihak lawan, semata karena dapat dicabut permohonan upaya hukumnya sewaktu-waktu sehingga menyerupai “jebakan / perangkap” ketika pihak Tergugat mengetahui bahwa pihak Penggugat tidak mengajukan upaya hukum apapun atas putusan Pengadilan Negeri.

Meski demikian, patut dipahami bahwa hukum acara perdata di Indonesia mengenal beberapa istilah / terminologi hukum yang perlu dikenal serta diketahui oleh masyarakat pencari keadilan maupun aparatur penegak hukum itu sendiri, bahwa tidak semua putusan yang “inkracht” sifatnya telah menyentuh “pokok perkara” dari gugatan. Terhadap putusan perkara perdata yang amar putusannya ialah : “Menyatakan gugatan Penggugat sebagai ‘tidak dapat diterima’”—alias “niet ontvankelijk verklaard” yang biasa disingkat “N.O.”—sejatinya Majelis Hakim pemeriksa dan pemutus perkara belum menyentuh terlebih memeriksa dan memutus “pokok perkara”, akibat diterimanya “eksepsi” / tangkisan pihak lawan (dalam hal ini Tergugat), semisal telah terjadi cacat formal formulasi surat gugatan yang rancu susunan antar dalilnya, tidak taat asas, ataupun seperti ketika terjadi keliru “kompetensi absolut” (semisal yang berwenang memutus sengketa Hak Kekayaan Intelektual ialah Pengadilan Niaga, bukan Pengadilan Negeri) maupun “kompetensi relatif” (semisal yang semestinya berwenang mengadili ialah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, bukan Pengadilan Negeri Jakarta Timur), ataupun bilamana hakim menilai adanya “kurang pihak” (semisal kurang menarik pihak lain sebagai Para Tergugat).

Secara sederhana, sebanyak apapun putusan “N.O” (“menyatakan gugatan ‘tidak dapat diterima’”) atas suatu perkara perdata, gugatan-ulang dapat kembali diajukan, tanpa terancam dinyatakan “nebis in idem” oleh pengadilan. Berbeda konteks atau konstruksi hukumnya bilamana yang menjadi putusan “inkracht”-nya ialah berisi amar putusan baik “mengabulkan seluruh / sebagian gugatan” ataupun “menolak gugatan” yang diajukan oleh pihak Penggugat, maka ketika diajukan gugatan-ulang konsekuensi yuridisnya akan dinyatakan pengadilan sebagai “nebis in idem” alias overlaping.

PEMBAHASAN:

Sebagai ilustrasi konkret, untuk itu SHIETRA & PARTNERS dalam memudahkan pemahaman para pembaca akan merujuk cerminan sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa gugat-menggguat register Nomor 2906 K/Pdt/2019 tanggal 2 Desember 2019, perkara antara:

1. PT KALISTA ALAM; 2. KETUA KOPERASI BINA USAHA KITA, sebagai Para Penggugat; melawan

- Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, selaku Tergugat; dan

1. Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Propinsi Aceh; 2. Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Propinsi Aceh, selaku Para Turut Tergugat.

Bahwa terhadap gugatan yang diajukan oleh korporasi terhadap institusi negara—gugatan mana diajukan dengan dilandasi itikad buruk untuk berkelit dari penghukuman dalam putusan pengadilan sebelumnya dalam register perkara terpisah—Pengadilan Negeri Meulaboh telah memberikan Putusan Nomor 16/Pdt.G/2017/PN Mbo., tanggal 12 April 2018 dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

Dalam Eksepsi:

- Menolak eksepsi Tergugat seluruhnya;

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;

2. Menyatakan posisi areal yang dimaksud dalam posisi 96º 32´ 0″ - 98º 32´ 21″ BT dan 3º 47´ 8″ - 3º 51´ 22″ LU berada di dalam 3 (tiga) wilayah Kabupaten yaitu Wilayah Kabupaten Nagan Raya, Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya dan Wilayah Kabupaten Gayo Lues;

3. Menyatakan posisi koordinat di dalam perkara Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 12/Pdt.G/2012/PN Mbo., tanggal 8 Januari 2014 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor 50/PDT/2014/PT BNA Tanggal 15 Agustus 2014 juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 651 K/PDT/2015 Tanggal 28 Agustus 2015 juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 PK/PDT/2015 tanggal 18 April 2017 yang berisikan tentang gugatan pembakaran hutan tidak bisa dimintakan pertanggung jawaban hukumnya kepada Penggugat / PT. Kalista Alam;

4. Menyatakan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 PK/PDT/2015 tanggal 18 April 2017 tidak mempunyai titel eksekutorial terhadap Penggugat / PT Kalista Alam;

5. Memerintahkan Pengadilan Negeri Meulaboh untuk mengangkat sita jaminan terhadap tanah, bangunan dan tanaman diatasnya, setempat terletak di Desa Pulo Kruet, Alue Bateng Brok, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Aceh Barat dengan Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 27 dengan luas 5.769 Ha (lima ribu tujuh ratus enam puluh sembilan hektar) sebagaimana terdapat dalam gambar situasi Nomor 18/1998 tanggal 22 Januari 1998 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Barat yang sekarang menjadi Kabupaten Nagan Raya sesuai Penetapan Nomor 12/Pen.Pdt.G/2012/PN Mbo., juncto Berita Acara Sita Jaminan (conservatoir beslag) tanggal 4 Desember 2013;

6. Memerintahkan Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III patuh terhadap putusan ini.”

Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat (pihak pemerintah), putusan Pengadilan Negeri Meulaboh di atas kemudian dianulir oleh Pengadilan Tinggi Banda Aceh lewat putusan Nomor 80/PDTLH/2018/PT.BNA., tanggal 4 Oktober 2018, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

1. Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Tergugat tersebut;

2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 16/Pdt.G/2017/PN Mbo., tanggal 12 April 2018;

“Mengadili Sendiri:

- Menyatakan gugatan Penggugat sekarang Terbanding tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).”

Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa tambahan pihak gugatan a quo in casu Para Turut Tergugat tidak menyebabkan perkara a quo berbeda dengan perkara sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu berdasarkan Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PN Mbo., juncto Putusan Nomor 50/PDT/2014/PT BNA., juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 651 K/PDT/2015 juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 PK/PDT/2017;

“Bahwa dalam perkara tersebut berisi putusan yang positif sehingga gugatan Pemohon kasasi dalam perkara ini adalah gugatan bersifat nebis in idem;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Banda Aceh dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. KALISTA ALAM, dan kawan tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi 1. PT. KALISTA ALAM, 2. KETUA KOPERASI BINA USAHA KITA, tersebut;”

Sebelum gugat-menggugat terjadi sebagaimana putusan di atas, terlebih dahulu telah terbit gugat-menggugat yang “inkracht” oleh serta terhadap pihak yang sama, hanya saja dengan posisi yang terbalik, tertuang sebagaimana register perkara No. 1 PK/Pdt/2017 tanggal 18 April 2017, gugatan perdata antara:

- KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, sebagai Penggugat; melawan

- PT. KALLISTA ALAM, sebagai Tergugat.

Terhadap gugatan yang diajukan oleh negara (pemerintah RI), Pengadilan Negeri Meulaboh telah memberikan Putusan Nomor 12/Pdt.G/2012/PN.MBO tanggal 8 Januari 2014, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebahagian;

2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan di ...;

3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum dan Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Penggugat melalui rekening Kas Negara sebesar Rp114.303.419.000,00 (seratus empat belas miliar tiga ratus tiga juta empat ratus sembilan belas ribu rupiah);

4. Memerintahkan Tergugat untuk tidak menanam di lahan gambut yang telah terbakar seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar yang berada di dalam wilayah Izin Usaha berdasarkan Surat Izin Gubernur Aceh tanggal 25 Agustus 2011/25 Ramadhan 1432 H Nomor 525/BP2T/5322/2011 seluas 1.605 (seribu enam ratus lima) hektar yang terletak di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh untuk usaha budidaya perkebunan kelapa sawit;

5. Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000,00 (dua ratus lima puluh satu miliar tujuh ratus enam puluh lima juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan putusan dalam perkara ini.”

Dalam tingkat banding, yang menjadi amar Putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor 50/PDT/2014/PN.BNA tanggal 15 Agustus 2014, sebagai berikut:

“MENGADILI :

- Menerima permohonan banding dari pembanding, semula Tergugat;

- Memperbaiki pertimbangan hukum dan susunan amar Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Tanggal 8 Januari 2014 Nomor 12/PDT.G/2012/PN-MBO yang dimohonkan banding tersebut sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:

Dalam Pokok Perkara:

- Mengabulkan gugatan Terbanding / dahulu Penggugat sebahagian;

- Menyatakan Pembanding / dahulu Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum;

- Menghukum Pembanding / dahulu Tergugat membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada kepada Terbanding / dahulu Penggugat melalui rekening Kas Negara sebesar Rp114.303.419.000,00 (seratus empat belas miliar tiga ratus tiga juta empat ratus sembilan belas ribu rupiah);

- Memerintahkan Pembanding / dahulu Tergugat untuk tidak menanam di lahan gambut yang telah terbakar seluas kurang lebih 1000 (seribu) hektar yang berada di dalam wilayah izin usaha berdasarkan Surat Izin Gubernur Aceh tanggal 25 Agustus 2011/25 Ramadhan 1432 H Nomor 525/BP2T/5322/2011 seluas 1.605 (seribu enam ratus lima) hektar yang terletak di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Propinsi Aceh untuk usaha budidaya perkebunan kelapa sawit;

- Menghukum Pembanding / dahulu Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar dengan biaya sebesar Rp251.765.250.000,00 (dua ratus lima puluh satu miliar tujuh ratus enam puluh lima juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) sehingga lahan dapat difungsikan kembali sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

- Menghukum Pembanding / dahulu Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan putusan dalam perkara ini;

- Memerintahkan Lembaga / Dinas Lingkungan Hidup / Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya untuk melakukan “tindakan tertentu” mengawasi, pelaksanaan pemulihan lingkungan, karena lokasi lahan meliputi 2 (dua) Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya, Propinsi Aceh;

- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan di ....”

Dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 651 K/Pdt/2015 tanggal 28 Agustus 2015, sebagai berikut:

“MENGADILI :

- Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi PT Kallista Alam tersebut.”

Dalam tingkat Peninjauan Kembali, yang menjadi amar putusan Mahkamah Agung RI, dengan kutipan sebagai berikut, sehingga putusan Pengadilan Tinggi secara tidak langsung dikukuhkan (perkara mana berisi “putusan yang positif”):

“MENGADILI :

- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT KALLISTA ALAM tersebut.”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS