Ada Tunggakan Iuran BPJS Ketenagakerjaan, JHT Tetap dapat Dicairkan oleh Pekerja / Pegawai sebagai Haknya Saat Pensiun, Berhenti Bekerja, ataupun Meninggal Dunia
Question: BPJS Ketenagakerjaan tidak mau mencairkan JHT yang saya mohonkan meski sudah memenuhi syarat, dengan alasan ada iuran yang masih tertunggak oleh pihak perusahaan (pemberi kerja). Bagaimana ini, apakah memang demikian aturan hukumnya?
Brief Answer: Pembentuk Undang-Undang telah menyadari, bahwa
badan hukum publik sekaliber BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sekalipun,
tidaklah luput dari mis-manajemen ataupun melakukan pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan maupun peraturan yang dibuat oleh instansinya itu sendiri. Karena
itulah, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan, menurut Undang-Undang tentang
BPJS dapat digugat oleh masyarakat, baik oleh peserta maupun oleh pemberi
kerja, ke hadapan Pengadilan Negeri, bukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pertimbangan kedua, mengapa bukan menjadi ranah PTUN ialah, dana yang dikelola
oleh BPJS ialah dana iuran yang dibayarkan oleh Peserta maupun Pemberi Kerja, sehingga
bukan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara—itulah juga sebabnya
tunggakan iuran BPJS tidak dapat dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara
(PUPN).
Terkait Jaminan Hari Tua (JHT),
Peserta yang mengajukan permohonan pembayaran manfaat JHT dan telah memenuhi
persyaratan dokumen yang ditentukan, tetapi masih terdapat tunggakan iuran baik
oleh si Peserta itu sendiri ataupun oleh pihak Pemberi Kerja, maka BPJS
Ketenagakerjaan tetap diamanatkan untuk membayar manfaat JHT kepada Peserta
sebesar iuran yang telah dibayarkan oleh pemberi kerja dan Peserta kepada BPJS
Ketenagakerjaan berikut hasil pengembangannya. Adapun unggakan iuran yang belum
dibayarkan, ditagihkan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada pemberi kerja. Dalam
hal tunggakan iuran telah dibayarkan oleh pemberi kerja, BPJS Ketenagakerjaan
wajib membayarkan kekurangan manfaat JHT kepada Peserta atau ahli waris Peserta.
PEMBAHASAN:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN
SOSIAL
Pasal 4
BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial
nasional berdasarkan prinsip:
e. akuntabilitas;
Pasal 7
(1) BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
adalah badan hukum publik berdasarkan Undang-Undang ini.
[Note SHIETRA & PARTNERS
: Karenanya, bisa juga BPJS dilaporkan ke Ombudsman, atas perhitungan ataupun
sikap abai / penyimpangan yang sewenang-wenang dari BPJS.]
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Penyelesaian Pengaduan
Pasal 48
(1) BPJS wajib membentuk unit
pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta.
(2) BPJS wajib menangani
pengaduan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya pengaduan.
(3) Ketentuan mengenai unit
pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan BPJS.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui
Mediasi
Pasal 49
(1) Pihak yang merasa dirugikan
yang pengaduannya belum dapat diselesaikan oleh unit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 ayat (1), penyelesaian sengketanya dapat dilakukan melalui mekanisme
mediasi.
(2) Mekanisme mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bantuan mediator yang
disepakati oleh kedua belah pihak secara tertulis.
(3) Penyelesaian sengketa
melalui mediasi dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
penandatangan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh kedua belah
pihak.
(4) Penyelesaian sengketa
melalui mekanisme mediasi, setelah ada kesepakatan kedua belah pihak secara
tertulis, bersifat final dan mengikat.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian Sengketa Melalui
Pengadilan
Pasal 50
Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu
pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta melalui mekanisme mediasi tidak
dapat terlaksana, penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri di
wilayah tempat tinggal pemohon.
PERATURAN
MENTERI KETENAGAKERJAAN
NOMOR 4 TAHUN 2022
TENTANG
TATA CARA DAN PERSYARATAN
PEMBAYARAN
MANFAAT JAMINAN HARI TUA
Menimbang
:
a. bahwa
manfaat jaminan hari tua bertujuan untuk memberikan kepastian tersedianya
sejumlah dana bagi tenaga kerja pada saat tidak produktif lagi;
b. bahwa
dengan adanya dinamika hubungan industrial dan aspirasi yang berkembang di
masyarakat perlu dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan pelindungan tenaga
kerja di bidang jaminan sosial ketenagakerjaan;
c. bahwa
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua yang merupakan amanat Pasal 26
ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Hari Tua, harus disesuaikan dengan dinamika kebutuhan peserta
jaminan hari tua sehingga perlu diganti;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua;
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Hari Tua yang selanjutnya
disingkat JHT adalah manfaat uang
tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun,
meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
2. Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk
orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah
membayar iuran.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
4. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan
adalah identitas sebagai bukti kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki
nomor identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial
ketenagakerjaan yang diterbitkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan
penahapan kepesertaan.
Pasal 2
(1)
Peserta program JHT terdiri atas:
a.
Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara
negara; dan
b.
peserta bukan penerima upah.
(2)
Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a.
pekerja pada perusahaan;
b.
pekerja pada orang perseorangan; dan
c. orang
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
(3)
Peserta bukan penerima upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a.
pemberi kerja;
b.
pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan
c.
Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah.
Pasal 3
(1)
Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a meliputi:
a.
pemegang saham atau pemilik modal; dan
b. orang
perseorangan yang mempekerjakan pekerja dan tidak menerima upah.
(2)
Pekerja diluar hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf
b termasuk pekerja dengan hubungan kemitraan.
BAB II
PERSYARATAN
PEMBAYARAN MANFAAT JAMINAN HARI TUA
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 4
Manfaat
JHT dibayarkan kepada Peserta jika:
a.
mencapai usia pensiun;
b.
mengalami cacat total tetap; atau
c.
meninggal dunia.
Pasal 5
(1)
Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja.
(2)
Peserta yang berhenti bekerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
Peserta yang mengundurkan diri;
b.
Peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja; dan
c.
Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Bagian
Kedua
Peserta
Mencapai Usia Pensiun
Pasal 6
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a dibayarkan secara tunai dan sekaligus kepada Peserta pada saat:
a.
mencapai usia pensiun sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama; atau
b.
mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
(2)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), manfaat JHT dapat
dibayarkan kepada:
a.
Peserta karena berakhirnya jangka waktu dalam perjanjian kerja; atau
b. Peserta
bukan penerima upah karena berhenti bekerja.
Pasal 7
Permohonan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dapat diajukan oleh Peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan,
dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan; dan
b. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya.
Bagian
Ketiga
Peserta
yang Mengundurkan Diri
Pasal 8
Manfaat JHT bagi Peserta
yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a
dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1
(satu) bulan terhitung sejak diterbitkan keterangan pengunduran diri dari
pemberi kerja.
Pasal 9
Pengajuan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 disampaikan oleh Peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan
melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya; dan
c.
keterangan pengunduran diri dari pemberi kerja tempat Peserta bekerja.
Bagian
Keempat
Peserta
yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja
Pasal 10
Manfaat JHT bagi Peserta
yang terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2) huruf b dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa
tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pemutusan hubungan kerja.
Pasal 11
Pengajuan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disampaikan oleh Peserta kepada BPJS
Ketenagakerjaan, dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya; dan
c. tanda
terima laporan pemutusan hubungan kerja dari instansi yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, atau surat laporan pemutusan
hubungan kerja dari pemberi kerja kepada instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, atau pemberitahuan pemutusan hubungan
kerja dari pemberi kerja dan pernyataan tidak menolak PHK dari pekerja, atau
perjanjian bersama yang ditandatangani oleh pengusaha dan pekerja/buruh, atau
petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial.
Bagian
Kelima
Peserta
Yang Meninggalkan Indonesia Untuk Selama-Lamanya
Pasal 12
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c dibayarkan kepada Peserta
yang merupakan warga negara asing.
(2)
Manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan pada saat sebelum
atau setelah Peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Pasal 13
Pengajuan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 disampaikan oleh Peserta
kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b.
paspor; dan
c. surat
pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia.
Bagian
Keenam
Peserta
Mengalami Cacat Total Tetap
Pasal 14
(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami
cacat total tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dibayarkan kepada
Peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun.
(2) Hak
atas manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan mulai
tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah Peserta ditetapkan mengalami cacat
total tetap.
(3)
Mekanisme penetapan cacat total tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Pengajuan
pembayaran manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 disampaikan oleh Peserta kepada BPJS
Ketenagakerjaan, dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya; dan
c. surat
keterangan dokter pemeriksa dan/atau dokter penasihat.
Bagian
Ketujuh
Peserta
Meninggal Dunia
Pasal 16
(1)
Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf c dibayarkan kepada ahli waris Peserta.
(2) Ahli
waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
janda;
b. duda;
atau
c. anak.
(3)
Dalam hal janda, duda, atau anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada,
manfaat JHT dibayarkan sesuai urutan sebagai berikut:
a.
keturunan sedarah Peserta menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai
derajat kedua;
b.
saudara kandung;
c.
mertua; dan
d. pihak
yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Peserta.
(4)
Dalam hal pihak yang ditunjuk dalam wasiat Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf d tidak ada, manfaat JHT dikembalikan ke Balai Harta Peninggalan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1)
Pengajuan pembayaran manfaat JHT oleh ahli waris bagi Peserta yang meninggal
dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disampaikan oleh ahli waris Peserta
kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. surat
keterangan kematian dari dokter atau pejabat yang berwenang;
c. surat
keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang atau surat penetapan ahli
waris dari pengadilan; dan
d. kartu
tanda penduduk atau bukti identitas lainnya dari ahli waris.
(2)
Dalam hal Peserta yang meninggal dunia merupakan warga negara asing, pengajuan
manfaat JHT disampaikan oleh ahli waris Peserta dengan melampirkan:
a. Kartu
Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. surat
keterangan kematian dari pejabat yang berwenang;
c.
dokumen keterangan sebagai ahli waris yang diterbitkan oleh instansi atau
pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d.
paspor atau bukti identitas lainnya dari ahli waris.
BAB III
TATA
CARA PEMBAYARAN MANFAAT JAMINAN HARI TUA
Pasal 18
(1) Pembayaran
manfaat JHT dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan permohonan yang
diajukan oleh Peserta atau ahli warisnya apabila Peserta meninggal dunia,
dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 9,
Pasal 11, Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 17.
(2)
Lampiran persyaratan pengajuan pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa dokumen elektronik atau fotokopi.
(3) Penyampaian
permohonan dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
secara daring dan/atau luring.
(4) Pembayaran
manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima)
hari kerja sejak pengajuan dan persyaratan diterima secara lengkap dan benar
oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 19
BPJS
Ketenagakerjaan wajib melakukan
verifikasi atas permohonan dan dokumen persyaratan pengajuan pembayaran manfaat
JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 20
(1) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan
pembayaran manfaat JHT dan telah memenuhi persyaratan dokumen, tetapi masih
terdapat tunggakan iuran maka BPJS Ketenagakerjaan dapat membayar manfaat JHT
kepada Peserta sebesar iuran yang telah dibayarkan oleh pemberi kerja dan
Peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan berikut hasil pengembangannya.
(2) Tunggakan iuran yang belum dibayarkan,
ditagihkan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada pemberi kerja.
(3) Dalam hal tunggakan iuran telah dibayarkan
oleh pemberi kerja, BPJS Ketenagakerjaan wajib membayarkan kekurangan manfaat
JHT kepada Peserta atau ahli waris Peserta.
BAB IV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 21
Pada
saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 1230), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 143), ditarik kembali dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 22
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta pada tanggal 26 April 2022
MENTERI
KETENAGAKERJAAN
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
IDA
FAUZIYAH
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 26 April 2022
DIREKTUR
JENDERAL
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
BENNY
RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 451
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.