Istilah Lain Pemerasan ialah EKSPLOITASI secara Jahat
Question: Yang bisa dilaporkan dan dipidana penjara karena memeras, adalah praktik pemerasan semacam apa saja, apakah harus atau hanya bisa berupa pemerasan dibawah ancaman kekerasan fisik?
Brief Answer: Setidaknya dikenal tiga variasi tindak pidana
pemerasan yang dapat dipidana menurut praktik di persidangan (best practice) di Indonesia, antara lain
: 1.) pemerasan dengan ancaman fisik [semisal ancaman disertai / didahului pengrusakan
ataupun kekerasan fisk yang tidak akan dihentikan bila keinginan sang pelaku
tidak dipenuhi oleh pihak korban]; 2.) pemerasan dengan ancaman verbal
bernuansa fisik [semisal mengancam akan menganiaya ataupun merusak barang-barang
milik korban bilamana keinginan sang pelaku tidak dipenuhi]; serta 3.)
pemerasan dengan ancaman verbal non fisik [semisal permohonan oleh warga sipil
tidak akan diproses ataupun ditindak-lanjuti bilamana permintaan pihak Aparatur
Sipil Negara tidak dipenuhi oleh warga pemohon layanan publik]. Namun pertanyaannya
ialah, apakah artinya variasi ke-3 dari pemerasan di atas, sifatnya lebih
ringan daripada kedua variasi yang disebutkan sebelumnya?
Salah satu aturan hukum pidana
yang jarang diketahui oleh masyarakat umum, ialah norma hukum pidana Pasal 369 Ayat
(1) KUHP: “Barangsiapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
orang dengan ancaman akan menista dengan lisan atau menista dengan
tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia, supaya orang itu
memberikan sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk
kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau supaya orang itu
membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.”
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman perihal
ancaman hukuman dibalik “pemerasan verbal non fisik”, dimana korban dijebak bak
kisah-kisah pada sebuah drama televisi, dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan
contoh konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register
Nomor 1315 K/PID/2016 tanggal 20 Februari 2017, dimana Terdakwa didakwa dengan
dakwaan alternatif:
- dengan maksud hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya orang itu memberikan barang,
yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain atau supaya
orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang yang dilakukan oleh dua orang
secara bersama-sama atau lebih, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 368 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); atau
- sebagai orang yang melakukan,
menyuruh melakukan atau ikut serta melakukan, dengan maksud hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang
dengan ancaman akan menista dengan lisan atau menista dengan tulisan atau
dengan ancaman akan membuat rahasia, supaya orang itu memberikan sesuatu
barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain atau supaya
orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang yang dilakukan oleh dua orang
secara bersama-sama atau lebih, sebagaimana diatur dan diancam pidana
berdasarkan Pasal 369 KUHPidana jo.
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Bermula ketika Korban berkenalan
dengan saudari Elly (DPO), kemudian Eso Rohadisa membuat janji untuk bertemu dengan
saudari Elly pada sebuah Hotel di Bandung, karena saat itu saudari Elly mengaku
bekerja di bank dan Saudari Elly menawarkan investasi kepada Korban. Tiba pada
hari yang disepakati, Korban bertemu dengan saksi Elly di dalam kamar Hotel untuk
membicarakan masalah investasi, namun baru sekitar 5 menit Korban dan Elly
berada di dalam kamar Hotel tidak lama kemudian datang Terdakwa dan saudara
Mora (DPO) mengetuk kamar Hotel dan setelah kamar dibuka saat itu saudara Mora
mengancam Korban akan melaporkan ke komando serta memuat ke media cetak
mengenai perilaku Korban karena berada di dalam kamar Hotel bersama perempuan
yang bukan isterinya.
Saat itu saudara Mora mengatakan
tidak akan melaporkan perbuatan Korban dan juga tidak akan memuat berita
tentang perilaku Korban tersebut apabila Korban memberikan uang sebesar
Rp20.000.000 kepada Mora dan Terdakwa Roy, namun saat itu Korban mengatakan
tidak memiliki uang sebanyak yang diminta oleh Terdakwa dan Mora. Kemudian
saudara Mora meminta Rp10.000.00o dimana saksi Korban mengatakan juga tidak
memiliki uang sebesar yang diminta sampai akhirnya kesepakatan Korban hanya
mampu memberikan uang sebesar Rp2.500.000 dan nilai tersebut disetujui oleh
Terdakwa dan saudara Mora.
Selanjutnya Terdakwa dan
saudara Mora bersama-sama dengan Korban pergi ke sebuah ATM, kemudian Korban masuk
ke dalam ATM Mandiri dan mengambil uang sebesar Rp2.500.000 dan memberikannya kepada
saudara Mora. Uang tersebut diberikan oleh Korban kepada Terdakwa
dan saudara Mora agar Terdakwa dan saudara Mora tidak melaporkan perilaku
Korban kepada komandannya dan juga tidak memuat ke media cetak mengenai perilaku
Korban yang ada di dalam kamar Hotel bersama dengan perempuan yang bukan
isterinya. Kata kuncinya ialah terletak pada frasa “diberikan ... agar
...”, dimana eksistensi sang pelaku tidak pernah diperlukan namun hadir
semata demi mengganggu kedamaian hidup pihak-pihak yang menjadi korbannya.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut
Umum, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor
212/Pid.B/2016/PN.Bdg. tanggal 03 Mei 2016, dengan pertimbangan hukum serta
amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dakwaan
Penuntut Umum telah dibuat dan disusun dalam bentuk dakwaan alternatif yaitu
pertama Pasal 368 Ayat (2) ke-2 KUHPidana atau Kedua Pasal 369 KUHPidana jo.
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, maka Majelis akan mempertimbangkan pasal mana
yang lebih cocok serta sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan;
“Menimbang, bahwa sesuai dengan
fakta hukum yang terungkap di persidangan dihubungkan dengan keterangan
saksi-saksi, keterangan Terdakwa serta barang bukti yang diperlihatkan di
persidangan, maka Majelis sependapat dengan Penuntut Umum bahwa pasal yang
lebih relevan untuk diterapkan pada Terdakwa tersebut adalah Pasal 369 KUHPidana
jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana sebagaimana dakwaan kedua Penuntut Umum
yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Barang siapa;
2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum;
3. Memaksa orang dengan ancaman akan menista dengan lisan atau menista
dengan tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia supaya orang itu
memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain
atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang;
4. Sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau ikut serta melakukan;
“Menimbang, bahwa oleh karena
seluruh unsur dakwaan Penuntut Umum telah terpenuhi dalam perbuatan Terdakwa,
maka Terdakwa harus dinyatakan telah cukup terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan kedua Penuntut
Umum;
“Menimbang, bahwa mengenai
pendapat Terdakwa dalam nota pembelaannya yang menyatakan bahwa perkara ini
tidak selayaknya lagi diajukan ke persidangan sebab telah ada perdamaian
antara Terdakwa dengan saksi korban. Pendapat tersebut adalah keliru dan
tidak dapat dibenarkan secara hukum, sebab tindak pidana sebagaimana diatur
dalam Pasal 369 KUHPidana bukanlah delik aduan, sehingga perdamaian
atau pencabutan pengaduan bukanlah alasan untuk menghentikan perkara dan dalam
kasus-kasus yang bukan delik aduan, adanya perdamaian atau pencabutan
pengaduan hanya dapat dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan pidana bukan
sebagai alasan yang menghapuskan hak menuntut hukuman oleh Penuntut Umum
ataupun bukan alasan penghapusan kesalahan Terdakwa;
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa Roy Pandapotan Simamora bin Mangara Simamora telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pidana ‘Secara
bersama-sama melakukan pemerasan dengan ancaman akan membuka rahasia’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan
sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;”
Dalam tingkat banding, yang
menjadi amar putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 197/Pid/2016/PT.BDG.,
tanggal 26 Juli 2016, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah
Pengadilan Tinggi mempelajari dengan seksama berkas perkaranya, baik dari
berita acara penyidikan, berita acara sidang Pengadilan Negeri, pertimbangan
hukum serta alasan-alasan yang menjadi dasar putusan Hakim Tingkat Pertama, maupun
Memori Banding dari Terdakwa, Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pertimbangan hukum
dan kesimpulan Pengadilan Negeri yang berpendapat bahwa Terdakwa telah terbukti
secara syah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang
didakwakan kepadanya adalah telah tepat dan benar, sehingga dapat disetujui dan
diambil alih oleh Pengadilan Tinggi sebagai pendapatnya sendiri dalam memutus
perkara ini pada tingkat banding;
“MENGADILI :
1. Menerima permintaan banding dari Terdakwa;
2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor
212/Pid.B/2016/PN.Bdg., tanggal 03 Mei 2016, yang dimintakan banding tersebut;”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya
hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Pasal 369 (2) KUHP mengatur : “Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas
pengaduan orang yang terkena kejahatan itu.” Dengan merujuk rumusan lengkap
dari Pasal 369 KUHP sebagaimana tersebut di atas, secara kasat-mata dan terang-benderang
dapat terlihat dan ditarik kesimpulan bahwa tindak pidana pemerasan merupakan “delik
aduan”, dalam artian proses hukum baru akan ditempuh oleh aparatur penegak
hukum bilamana ada “aduan” oleh pihak korban. Rumusan ketentuan Pasal 369 Ayat
(1) KUHP mengandung unsur pemidanaan, sementara rumusan ketentuan Pasal 369
Ayat (2) KUHP mengandung persyaratan yakni untuk dapatnya menuntut sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Pasal 369 Ayat (1) KUHP digantungkan kepada ketentuan
Pasal 369 Ayat (2) KUHP yang mensyaratkan adanya pengaduan dari yang terkena
kejahatan.
Dimana terhadapnya, Mahkamah
Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut Mahkamah Agung
berpendapat sebagai berikut:
“Bahwa alasan kasasi dari
Pemohon Kasasi / Terdakwa tidak dapat dibenarkan karena putusan Judex Facti
Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Judex Facti Pengadilan Negeri untuk
keseluruhannya merupakan putusan yang tidak salah menerapkan hukum, yang
mempertimbangkan secara tepat dan benar fakta-fakta hukum yang relevan secara
yuridis sebagaimana yang terungkap di dalam persidangan berdasarkan alat-alat
bukti yang diajukan secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yaitu Terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “secara bersama-sama
melakukan pemerasan dengan ancaman akan membuka rahasia” melanggar Pasal 369
KUHPidana jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana sesuai dakwaan Penuntut Umum,
dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa pada saat saksi korban Eso Rohadisa sedang ngobrol dengan Elly di
dalam kamar Hotel, 10 menit kemudian datang Terdakwa dan Mora yang mengaku
sebagai wartawan memotret dan lalu minta uang Rp20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah);
- Bahwa Terdakwa mengancam jika tidak diberi uang tersebut, Terdakwa akan
melaporkan perbuatan Terdakwa tersebut kepada atasan saksi korban dan akan
dimuat dimedia cetak, sehingga akhirnya terjadi tawar menawar dan disepakati
uang tutup mulut yang mereka minta menjadi Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus
ribu rupiah);
“Bahwa selain itu, ternyata
Judex Facti Pengadilan Tinggi / Pengadilan Negeri sudah cukup mempertimbangkan
dasar alasan-alasan penjatuhan pidana sesuai dengan Pasal 197 Ayat (1) huruf b
KUHAP, sehingga Terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
“Bahwa alasan kasasi selebihnya
tidak dapat dibenarkan karena berkenaan dengan penilaian hasil pembuktian, yang
bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan-alasan semacam itu tidak
dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan
pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan
hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah
cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, dan apakah
Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 253 Ayat (1) KUHAP;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan Judex Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi
Pemohon Kasasi / Terdakwa tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Terdakwa ROY PANDAPOTAN
SIMAMORA bin MANGARA SIMAMORA tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.