Kodrat Manusia ialah : Orang Jahat Masuk Neraka, Orang Baik Masuk Surga. Tidak Kurang dan Tidak Lebih
Question: Coba lihat perilaku para umat agama samawi yang selama ini paling gemar menghakimi kaum lainnya. ini dan itu disebut “haram”. ini dan itu disebut “dilarang Tuhan”. Begitupula terhadap kaum penyuka sesama jenis, menyebutnya sebagai aktivitas “haram” yang bertolak-belakang dengan kodrat manusia. Bahkan, petinggi MUI (Majelis Ulama Indonesia) menyebut adanya fenomena “penyuka sesama jenis” dapat mengancam umat manusia menuju kepunahan. Apa tidak terdengar “hipokrit”?
Brief Answer: Sungguh “lebai”, di negara-negara Buddhist saja
tidak terjadi kelangkaan penduduk. Adalah naluri hewani manusia untuk
berkembang-biak maupun mengikuti dorongan nafsu ataupun impuls untuk berbuat
kejahatan, bahkan hewan pun tanpa diperintahkan akan bersetubuh dan
berkembang-biak. Praktik “self-control”
begitu diutamakan dalam Buddhisme. Dunia ini tidak pernah kekurangan PENDOSA,
juga tidak akan pernah kekurangan orang-orang yang dikuasai serta dimabukkan
oleh libido nafsu birahi untuk bersetubuh maupun “gila kawin”. Yang hebat ialah
mereka yang mampu “cukup satu orang istri”, dan lebih hebat lagi bila mampu
hidup selibat.
Kodratnya manusia ialah, manusia yang jahat akan masuk neraka. Orang baik,
masuk surga. Namun dogma-dogma dalam agama samawi justru memelintir kodrat umat
manusia, lewat iming-iming KORUP bernama “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN DOSA”
maupun “PENEBUSAN DOSA”, bagi PENDOSA tentunya. Bung, hanya seorang PENDOSA
yang butuh “PENGHAPUSAN DOSA” (abolition
of sins). PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA namun berdelusi masuk alam surgawi?
Mereka bahkan lebih layak menyandang gelar sebagai “KORUPTOR DOSA” dan mendekam
abadi di balik jeruji sel abadi bernama “alam neraka”.
PEMBAHASAN:
Mengapa Buddhisme layak menyandang sebutan
sebagai ajaran yang menjunjung serta mengusung “kodrat manusia”? Uraian lengkapnya
dapat kita jumpai lewat khotbah Sang Buddha dalam “Aṅguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”,
diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom
Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta
Press, dengan kutipan sebagai berikut:
71 (7) Pengembangan
“Para bhikkhu, ketika seorang
bhikkhu tidak bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia berkehendak:
‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan!’ namun
pikirannya tidak terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan. Karena
alasan apakah? Karena ia tidak memiliki pengembangan. Tidak memiliki
pengembangan apakah?
(1) Empat penegakan perhatian,
(2) empat usaha benar,
(3) empat landasan kekuatan
batin,
(4) lima indria spiritual,
(5) lima kekuatan,
(6) tujuh faktor pencerahan,
dan
(7) jalan mulia berunsur
delapan.
“Misalkan ada seekor ayam
betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang tidak ia
tutupi, tidak ia erami, dan tidak ia pelihara dengan baik. [126] Walaupun ia
berkehendak: ‘Semoga anak-anakku menusuk cangkang mereka dengan ujung cakar
atau paruh mereka dan menetas dengan selamat!’ namun anak-anak ayam itu tidak
mampu melakukannya. Karena alasan apakah? Karena ayam betina itu tidak
menutupi, tidak mengerami, dan tidak memelihara telur-telurnya dengan baik.
“Demikian pula, ketika seorang
bhikkhu tidak bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia
berkehendak: ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan!’ namun pikirannya tidak terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan. Karena alasan apakah? Karena ia tidak memiliki pengembangan.
Tidak memiliki pengembangan apakah? Empat penegakan perhatian … jalan mulia
berunsur delapan.
“Para bhikkhu, ketika seorang
bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia tidak
berkehendak: ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidakmelekatan!’ namun pikirannya terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan. Karena alasan apakah? Karena pengembangannya.
Pengembangan apakah?
(1) Empat penegakan perhatian,
(2) empat usaha benar,
(3) empat landasan kekuatan
batin,
(4) lima indria spiritual,
(5) lima kekuatan,
(6) tujuh faktor pencerahan,
dan
(7) jalan mulia berunsur
delapan.
“Misalkan ada seekor ayam
betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang ia tutupi, ia
erami, dan ia pelihara dengan baik. Walaupun ia tidak berkehendak: ‘Semoga
anakanakku menusuk cangkang mereka dengan ujung cakar atau paruh mereka dan
menetas dengan selamat!’ namun anak-anak ayam itu mampu melakukannya. Karena
alasan apakah? Karena ayam betina itu telah menutupi, mengerami, dan memelihara
telur-telurnya dengan baik.
“Demikian pula, ketika
seorang bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia tidak
berkehendak: [127] ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan!’ namun pikirannya terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan. Karena alasan apakah? Karena pengembangannya. Pengembangan
apakah? Empat penegakan perhatian … jalan mulia berunsur delapan.
“Ketika, para bhikkhu, seorang
tukang kayu atau murid tukang kayu melihat cetakan jari tangannya pada gagang
kapaknya, ia tidak mengetahui: ‘Aku telah membuat aus sebanyak ini pada gagang
kapak hari ini, sebanyak ini kemarin, sebanyak ini pada hari sebelumnya’;
melainkan ketika gagang kapak itu menjadi aus, ia mengetahui bahwa gagang
kapaknya telah menjadi aus. Demikian pula, ketika seorang bhikkhu bertekad pada
pengembangan, walaupun ia tidak mengetahui: ‘Aku telah mengikis noda-noda
sebanyak ini hari ini, sebanyak ini kemarin, sebanyak ini pada hari sebelumnya,’
namun ketika noda-nodanya terkikis, ia mengetahui bahwa noda-nodanya terkikis.
“Misalkan, para bhikkhu, ada
sebuah kapal layar yang terikat dengan tali yang telah usang di dalam air
selama enam bulan. Kapal itu akan ditarik ke darat selama musim dingin dan
talinya akan diserang lebih jauh lagi oleh angin dan matahari. Dibasahi oleh
hujan, tali itu akan menjadi lapuk dan membusuk. Demikian pula, ketika
seorang bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka belenggu-belenggunya menjadi
runtuh dan membusuk.” [128]
Babi, disebut “haram”. Namun, secara ironis penuh
paradoksal, ideologi KORUP bagi KORUPTOR DOSA semacam “PENGHAPUSAN /
PENGAMPUNAN DOSA” (umat pemeluknya ialah kalangan PENDOSA, tentunya) justru
disebut “halal” serta dijadikan simbol “halal lifestyle”. Alih-alih mempromosikan
gaya hidup higienis dari dosa dan maksiat, agama samawi justru mengkampanyekan “PENGHAPUSAN
DOSA” yang selalu bundling / komplomenter dengan “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN”. Terhadap
dosa dan maksiat begitu kompromistik, namun terhadap kaum yang berbeda
keyakinan begitu intoleran—kesemuanya dikutip dari
Hadis Sahih Muslim:
- No.
4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi
bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan
ampunan sebesar itu pula.”
- No.
4857 : “Barang siapa membaca
Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus
kali dalam sehari, maka dosanya akan
dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.”
- No.
4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a;
Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”
- No.
4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk
Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian
disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini
warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku,
kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku
rizki).”
- No.
4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya
saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha
Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu
memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
selamatkanlah aku,”
- Aku
mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja
yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya,
‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih
Bukhari 6933]
- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah
ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap
kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi.
Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai
setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi
ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan
sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan
sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No.
3540]
PENDOSA,
namun hendak berceramah perihal akhlak, hidup suci, luhur, lurus, mulia, adil,
baik, jujur, arif, bijaksana, serta budiman? Itu menyerupai orang buta yang
hendak menuntun para butawan lainnya, berbondong-bondong mereka bergerak menuju
jurang-lembah nista yang kelam nan gelap, dimana neraka pun mereka pandang
sebagai surga, dengan bangga penuh keyakinan terperosok ke dalamnya. Menurut kodrat,
PECANDU PENGHAPUSAN DOSA demikian ialah “manusia sampah”—juga masih dikutip
dari Hadis Muslim:
- No.
4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah
tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah
menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa
sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan
yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang
do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia
menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku
lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari keburukkan
sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku
lakukan.’”
- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan
perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah
kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas
dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku,”
- Aisyah
bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya
bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu
maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi
seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR
Bukhari Muslim]
Teladan nabi rasul Allah di atas, nyata-nyata berlawanan,
bahkan bertolak-belakang dengan kodrat manusia untuk menapaki jalan kebaikan ditengah-tengah
kegilaan dunia umat manusia, sebagaimana khotbah
Sang Buddha dalam “Aṅguttara
Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The
Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi
oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun
2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:
37 (6) Teman (2)
“Para bhikkhu, seseorang seharusnya
bergaul dengan teman bhikkhu yang memiliki tujuh kualitas; seseorang harus
mendatanginya dan melayaninya bahkan jika ia mengusirmu. Apakah tujuh ini?
(1) Ia menyenangkan dan
disukai;
(2) ia terhormat dan (3)
dihargai;
(4) ia adalah seorang pembabar;
[Kitab Komentar : Diduga
maknanya adalah bahwa ia memberikan nasihat yang baik.]
5) ia dengan sabar
menahankan apa yang dikatakan kepadanya;
(6) ia memberikan khotbah yang mendalam;
dan
(7) ia tidak menyuruh
seseorang untuk melakukan apa yang salah.”
Ia disayangi, dihormati, dan
dihargai, seorang pembicara dan seorang yang menahankan ucapan;
ia memberikan khotbah yang
mendalam dan tidak menyuruh seseorang untuk melakukan apa yang salah.
Orang ini di sini yang padanya
terdapat kualitas-kualitas ini adalah seorang teman, baik hati dan berbelas
kasihan.
Bahkan jika seseorang diusir
olehnya, seseorang yang menginginkan teman harus mendatangi orang seperti itu.