Contoh Keputusan Tata Usaha Negara yang DITUNDA Keberlakuannya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara

PTUN dapat Menunda Keputusan Tata Usaha Negara dan Contoh Konkretnya dalam Praktik Peradilan

Question: JIka ada surat keputusan dari pemerintah, lalu warga menggugatnya ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), apakah artinya keputusan pemerintah tersebut menjadi tertunda keberlakuannya secara serta-merta sampai sengketa di PTUN terbit putusannya oleh hakim?

Brief Answer: Menurut doktrin hukum administrasi negara yang berlaku di Indonesia, dikenal asas “praduga keabsahan tindakan pejabat” (presumtio justea causa) yang bermakna : tindakan atau keputusan seorang pejabat Tata Usaha Negara harus dianggap sah, kecuali ada keputusan lain yang secara hukum membatalkannya. Asas ini juga dikenal sebagai asas “rechtmatig”, dimana setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap “rechtmatig” sampai ada pembatalannya.

Karenanya, ada atau tidak adanya gugatan warga ke PTUN, tidak menunda eksekusinya, kecuali Majelis Hakim pada PTUN membuat “putusan sela” yang menyatakan “MENUNDA keberlakuan surat keputusan tata usaha negara (KTUN)” dimaksud. Adapun beberapa hal yang perlu dipahami terkait penundaan keberlakuan keputusan tata usaha negara (KTUN), antara lain:

- Penundaan harus diajukan oleh warga, bukan atas prakarsa Hakim;

- Yang ditunda adalah daya berlakunya surat keputusan TUN dihentikan, akibat hukumnya seluruh tindakan pelaksanaan surat keputusan TUN terhenti oleh karenanya, tidak bisa untuk separuhnya saja;

- Perbuatan faktual yang menjadi isi dalam surat keputusan TUN itu belum dilaksanakan secara fisik, misalnya pembongkaran yang belum dilaksanakan;

- Penundaan dapat dikabulkan apabila kepentingan warga yang dirugikan tidak dapat atau sulit dipulihkan oleh akibat Surat KTUN yang digugat terlanjur dilaksanakan;

- Ada keadaan atau alasan yang sangat mendesak yang menurut Hakim untuk segera mengambil sikap terhadap permohonan penundaan;

- Sebelum mengabulkan permohonan penundaan, kepentingan pemerintaha yang digugat harus dipertimbangkaan serta harus didengar terlebih dahulu;

- Penundaan yang dimohonkan tidak menyangkut kepentingan umum dalam rangka pembangunan;

- Penetapan penundaan surat keputusan TUN yang digugat dibuat tersendiri terpisah dari putusan akhir terhadap pokok sengketanya;

- Penetapan penundaan yang dibuat, daya berlakunya mengikuti sampai dengan putusan pokok sengketanya berkekuatan hukum tetap;

- Penundaan pelaksanaan surat keputusan TUN yang digugat tidak boleh ditetapkan secara bersyarat selama jangka waktu tertentu misalnya dua atau tiga bulan;

PEMBAHASAN:

Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, secara eksplisit mengaturnya sebagai berikut:

(1) Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat.

(2) Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap;

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya;

(4) Permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2):

a. dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan Penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan;

b. tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.

Selanjutnya Pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga turut mengaturnya, sebagai berikut:

(1) Keputusan yang sudah ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya, kecuali jika berpotensi menimbulkan:

a. kerugian negara;

b. kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

c. konflik sosial.

(2) Penundaan Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

a. Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan; dan/atau;

b. Atasan Pejabat.

(3) Penundaan Keputusan dapat dilakukan berdasarkan:

a. Permintaan Pejabat Pemerintahan terkait; atau

b. Putusan Pengadilan.

Salah satu contoh konkretnya dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta register Nomor 178/G/2020/PTUN-JKT tanggal 18 Januari 2021, perkara antara:

- PT BOSOWA CORPORINDO, sebagai Penggugat; melawan

1. OTORITAS JASA KEUANGAN, sebagai Tergugat; dan

2. PT BANK BUKOPIN, Tbk., selaku Tergugat II Intervensi.

Dimana terhada gugatan penggugat, PTUN membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa selain ketentuan di atas, pedoman lain bagi Pengadilan terkait permohonan penundaan pelaksanaan keputusan objek sengketa TUN adalah Juklak No. 1 Tahun 2005 tentang Penundaan Pelaksanaan Surat KTUN yang digugat. Dalam Juklak tersebut, Mahkamah Agung mempedomani kriteria-kriteria yang dapat dipakai sebagai acuan bagi Hakim bilamana akan mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan surat keputusan TUN yang digugat sebagai berikut:

1. Obyek sengketa harus merupakan surat keputusan TUN (beschiking) yang memang kompetensi absolut Pengadilan TUN;

2. Penundaan harus diajukan oleh Penggugat bukan atas prakarsa Hakim;

3. Yang ditunda adalah daya berlakunya surat keputusan TUN dihentikan, akibat hukumnya seluruh tindakan pelaksanaan surat keputusan TUN terhenti oleh karenanya. Atas dasar itu tidak boleh menetapkan penundaan pelaksanaan surat keputusan TUN yang digugat dengan hanya berlaku untuk sebagian saja (secara parsial);

4. Perbuatan faktual yang menjadi isi dalam surat keputusan TUN itu belum dilaksanakan secara fisik, misalnya pembongkaran yang belum dilaksanakan;

5. Penundaan dapat dikabulkan apabila kepentingan Penggugat yang dirugikan tidak dapat atau sulit dipulihkan oleh akibat Surat KTUN yang digugat terlanjur dilaksanakan. Oleh karenanya tidak setiap permohonan harus dikabulkan;

6. Ada keadaan atau alasan yang sangat mendesak yang menurut Hakim untuk segera mengambil sikap terhadap permohonan penundaan;

7. Sebelum mengabulkan permohonan penundaan, kepentingan Tergugat harus dipertimbangkaan, maka Tergugat harus didengar terlebih dahulu. Mengingat sifatnya yang sangat mendesak itu, kalau perlu dapat dilakukan dengan melalui telepon / telegram / telex / faksimile;

8. Penundaan yang dimohonkan tidak menyangkut kepentingan umum dalam rangka pembangunan (vide Pasal 67 ayat 4 b);

9. Penetapan penundaan surat keputusan TUN yang digugat dibuat tersendiri terpisah dari putusan akhir terhadap pokok sengketanya;

10. Penetapan penundaan yang dibuat, daya berlakunya mengikuti sampai dengan putusan pokok sengketanya berkekuatan hukum tetap;

11. Penundaan pelaksanaan surat keputusan TUN yang digugat tidak boleh ditetapkan secara bersyarat selama jangka waktu tertentu misalnya dua atau tiga bulan;

12. Dst…

“Menimbang, bahwa ketentuan-ketentuan di atas memberi batasan terhadap kriteria keputusan yang dapat ditunda keberlakuannya, menurut Pengadilan ada 2 (dua) hal dalam perkara ini yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Ada keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan Penggugat sangat dirugikan jika keputusan tata usaha negara yang digugat itu tetap dilaksanakan dan kepentingan Penggugat yang dirugikan tidak dapat atau sulit dipulihkan oleh akibat Surat KTUN yang digugat terlanjur dilaksanakan;

2. Tidak ada kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut;

“Menimbang, bahwa berdasarkan latar belakang terbitnya objek sengketa, ternyata Tergugat mempunyai pilihan kewenangan untuk menghukum / memberi tindakan yang tegas bagi pihak-pihak yang menjadi subjek pengawasan dalam rangka penyehatan suatu bank demi mencegah ancaman yang lebih luas. Dalam hal ini OJK telah menetapkan BBKP sebagai Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDBI) sejak tanggal 28 Mei 2018, mulai sejak itu OJK telah berupaya menyarankan kepada BBKP dan Pemegang saham (termasuk Penggugat) segera mengajukan action plan perbaikan permodalan dan kondisi likuiditas. Selanjutnya, tanggal 28 Mei 2019 OJK mengeluarkan Penetapan Perpanjangan BDBI karena hasil pengawasan atas kinerja keuangan, kondisi likuiditas dan realisasi action plan BBKP belum memiliki PSP yang mampu dan bertanggung jawab untuk mendukung kebutuhan permodalan, likuiditas serta pengembangan bisnis Bank. Dalam perjalanan proses penambahan permodalan dan liquiditas ternyata BBKP telah beberapa kali melakukan penundaan terhadap PUT V dikarenakan pemegang saham baik Penggugat maupun KB tidak memenuhi komitmen, atas kondisi demikian OJK telah beberapa kali memberi teguran dan perintah tertulis kepada keduanya. Meskipun KB telah beberapa kali tidak menjalankan komitmen tepat waktu, demi kesehatan BBKP maka OJK telah mengambil kebijakan yang tepat dengan tidak memberi sanksi apapun. Sedangkan Penggugat terbukti tidak melakukan komitmen dengan dasar ketidak mampuannya, dan terbukti juga tidak mematuhi perintah tertulis. Namun demikian, oleh karena rentang waktu yang panjang seharusnya OJK telah dapat mengambil sikap yang tegas dengan memberi sanksi ataupun bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam perkara ini ternyata OJK mengambil kabijakan yang justru bersifat mendadak, keputusan yang diambil telah melanggar prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, sikap demikian menurut Pengadilan adalah sikap yang tidak sepatutnya dilakukan oleh lembaga yang profesional;

“Menimbang, bahwa mencermati keseluruhan penyehatan BBKP terbukti bahwa dengan dipenuhinya komitman KB sebagai PSP tunggal menunjukkan BBKP telah mampu mendapatkan PSP yang mampu mendukung kebutuhan permodalan, likuiditas serta pengembangan bisnis Bank, artinya juga OJK melalui fungsi pengawasannya telah mampu mencegah ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan dan/atau membahayakan perekonomian nasional, sehingga kekhawatiran terhadap potensi krisis permodalan dan likuiditas BBKP menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap industri perbankan Indonesia, potensi akan menimbulkan keguncangan pasar dan market distrust terhadap perbankan maupun OJK, serta dampak pada stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional dengan sendirinya sudah teratasi;

“Menimbang, bahwa terhadap pengenaan sanksi peninjauan kembali yang dijatuhkan kepada Penggugat merupakan isu hukum lain dan tidak serta-merta mempengaruhi kesehatan BBKP sebagaimana telah dijelaskan pada pertimbangan sebelumnya. Dalam konteks ini objek sengketa hanya mempunyai konsekuensi terhadap kepentingan Penggugat secara pribadi. Oleh karena dampak objek sengketa adalah berada pada kepentingan Penggugat pribadi maka menurut Pengadilan tidak ada kaitannya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan;

“Menimbang, bahwa selanjutnya Pengadilan akan mempertimbangkan dari aspek keadaan yang mendesak yang dialami oleh Penggugat. Setelah memperhatikan konsekuensi dari objek sengketa, ternyata akibat dari peninjauan kembali tersebut, selain dinyatakan tidak lulus juga disertai dengan hukuman / sanksi tambahan baik hukuman yang bersifat umum (berlaku eksternal) maupun hukuman yang bersifat khusus (internal BBKP), diantaranya adalah sebagai berikut:

Hukuman bersifat umum, selama 3 (tiga) tahun Penggugat dilarang menjadi:

1. Pihak Utama Pengendali atau memiliki saham pada Lembaga Jasa Keuangan (LJK), dan/atau;

2. Pihak Utama Pengurus dan/atau Pihak Utama Pejabat Pengendali;

Hukuman bersifat khusus internal BBKP, sejak ditetapkan objek sengketa:

1. Dilarang melakukan tindakan sebagai Pihak Utama Pengendali;

2. Dilarang menjalankan hak selaku pemegang saham BBKP, dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum RUPS BBKP, serta;

3. Wajib mengalihkan seluruh kepemilikan saham dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun;

“Menimbang, bahwa objek sengketa mengandung nilai penghukuman yang temporary dan segera dilaksanakan sejak ditetapkan, sementara efeknya sangat serius baik hubungan Penggugat dalam intern BBKP maupun hubungan Penggugat diluar lingkup BBKP yang bersifat segera dan mendesak, dapat dipastikan pada saat proses pemeriksaan di pengadilan sampai pada putusan berkekuatan hukum tetap jika keputusan demikian tidak ditunda akan berakibat pada susahnya pemulihan Penggugat pada keadaan semula yang terlanjur dilaksanakan. Melihat karakteristik beban yang akan dihadapi Penggugat tersebut, dikaitkan dengan keabsahan objek sengketa yang ternyata terbukti diterbitkan cacat prosedur maka beralasan untuk menyatakan terpenuhi unsur keadaan Penggugat yang sangat mendesak;

“Menimbang, bahwa perlu diketahui penundaan objek sengketa tidak menghalangi seluruh keadaan dan situasi hukum yang telah terjadi pada saat penyehatan BBKP, karena didalamnya telah terjadi perubahan keadaan yang secara hukum dapat dibenarkan, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh lembaga yang berwenang. Artinya meskipun objek sengketa ditunda secara keseluruhan, namun terhadap situasi yang telah berubah dan melibatkan pihak lain melalui mekanisme PUT V/HMETD dan RUPSLB BBPKP serta hasil PMTHMETD telah selesai dilaksanakan dan tidak termasuk bagian dari penilaian keabsahan objek sengketa karena diluar cakupan hukum administrasi. Dengan demikian hasil PUT V/HMETD, hasil RUPSLB dan PMHTHMETD merupakan pengecualian untuk ditunda. Sesuai dengan karakteristik sengketa ini, untuk menjaga perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait, Pengadilan perlu diketahui bahwa penundaan terbatas pada hal-hal yang secara hukum administrasi dapat ditunda keberlakuannya, karena hukum memberi tidak lebih dari yang dibutuhkan (droil ne done, pluis que soit demaude). Pemilahan kebutuhan penundaan objek sengketa oleh Penggugat harus mendasarkan pada realitas dan kompleksitas permasalahan yang terjadi, maka Tergugat dalam menerapkannya harus berpedoman pada adagium hukum lex prospicit, non respicit yang mengandung makna bahwa hukum melihat kedepan bukan kebelakang, dengan kata lain hal yang "telah terjadi dan telah selesai" tidak mungkin untuk ditunda;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan terhadap permohonan Penundaan di atas, oleh karena objek sengketa tidak termasuk kriteria kepentingan umum dalam rangka pembangunan dan telah terbukti adanya keadaan mendesak bagi Penggugat serta objek sengketa juga diterbitkan dengan cacat hukum, maka sangat berdasar jika permohonan penundaan pelaksaaan keputusan objek sengketa sampai adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracth van gewijsde) untuk dikabulkan;

“Menimbang, bahwa oleh karena penerbitan objek sengketa mengandung cacat yuridis sebagaimana telah diuraikan sebelumnya di bagian aspek pertimbangan prosedur putusan ini, maka secara hukum gugatan Penggugat beralasan hukum dinyatakan dikabulkan seluruhnya;

M E N G A D I L I :

Dalam Penundaan:

1. Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 64/KDK.03/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT. Bosowa Corporindo Selaku Pemegang Saham Pengendali PT. Bank Bukopin Tbk. tanggal 24 Agustus 2020;

2. Memerintahkan atau Mewajibkan Tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 64/KDK.03/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT. Bosowa Corporindo Selaku Pemegang Saham Pengendali PT. Bank Bukopin Tbk. tanggal 24 Agustus 2020 selama proses pemeriksaan sampai dengan adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;

Pokok Sengketa:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan batal Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 64/KDK.03/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT. Bosowa Corporindo Selaku Pemegang Saham Pengendali PT. Bank Bukopin Tbk. tanggal 24 Agustus 2020;

3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 64/KDK.03/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT. Bosowa Corporindo Selaku Pemegang Saham Pengendali PT. Bank Bukopin Tbk. tanggal 24 Agustus 2020;

4. Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi secara tanggung renteng untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp 416.000,- (empat ratus enam belas ribu rupiah);”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS