Dalam Hal Terjadi Tindak Pidana, Sekalipun Ada Kaitannya dengan Perkara Perdata yang Sedang Diperiksa, Putusan Perkara Perdata Tidak Mengikat terhadap Perkara Pidana yang Sedang Diperiksa dan Diputus Pengadilan
Question: Sebenarnya bila dalam perkara perdata dan pidana, saling ada kaitannya satu sama lainnya, perkara yang manakah yang saling “mengunci” perkara lainnya, perkara pidana “mengunci” perkara perdata, ataukah sebaliknya?
Brief Answer: Terkadang, jawabannya bisa sangat kasuistik
alias perlu mencermati konteks atau karakter perkaranya. Akan tetapi bila SHIETRA
& PARTNERS petakan, dari berbagai preseden (best practice) yang ada, untuk perkara pidana yang sedang
disidangkan, putusannya bisa sangat menentukan untuk perkara perdata yang
diajukan dikemudian hari (semisal dalam perkara pidana penggelapan dana modal
usaha telah diputus inkracht, maka pihak
korban dikemudian hari dapat menggugat ganti-kerugian kepada pelakunya secara
perdata), namun tampaknya tidak untuk sebaliknya—dalam artian, perkara pidana
bisa sangat independen terlepas dari putusan perkara perdata yang memiliki
tingkat relevansi tertentu dalam perkara pidana yang sedang disidangkan dan
diadili pelakunya. Salah satu contoh lain perkara perdata yang digantungkan atau
bergantung pada eksistensi putusan perkara pidana, ialah konteks dalam
ketentuan Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata):
1.) Penipuan merupakan suatu
alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu-muslihat, yang dipakai
oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa
pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan
tipu-muslihat tersebut.
2.) Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS
cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 379
PK/Pid.Sus/2023 tanggal 11 Mei 2023, dimana Terdakwa didakwa dan dituntut
karena telah melakukan tindak pidana korupsi. Dalam tingkat kasasi, yang
menjadi putusan Mahkamah Agung RI No. 1023 K/Pid.Sus/2016 tanggal 5 Oktober
2016, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
− Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II / Terdakwa Dahono bin Pawirodinomo
tersebut;
− Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I / Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Bantul tersebut;
− Membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi
Yogyakarta Nomor 11/Pid.Sus-TPK/2015/PT YYK, tanggal 8 Januari 2016 yang
menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri
Yogyakarta Nomor 05/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Yyk, tanggal 13 Oktober 2015;
Mengadili Sendiri;
1. Menyatakan Terdakwa Dahono bin Pawirodinomo terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Dahono bin Pawirodinomo, oleh karena
itu, dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut
tidak dibayarkan diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
3. Memerintahkan supaya Terdakwa segera ditahan;”
Pihak Terdakwa mengajukan upaya
hukum Peninjauan Kembali (PK), dimana terhadapnya MA RI membuat pertimbangan
serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap
alasan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana
tersebut, Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:
− Bahwa terhadap alasan permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat
dibenarkan, dengan alasan:
− Tidak benar terdapat keadaan baru / Novum sebagaimana alasan-alasan Pemohon
Peninjauan Kembali in casu, karena berdasarkan ketentuan Pasal 263 Ayat (2)
huruf a KUHAP bahwa pada dasarnya keadaan-keadaan baru tersebut / Novum in casu
telah ada, hanya saja tidak dihadapkan di muka persidangan. Bahwa Novum
tersebut haruslah bersifat menentukan atau memiliki kekuatan yang dapat
mengubah putusan hakim atau dapat mengancam batalnya putusan a quo;
− In casu bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/P II-XIV/2016 tanggal
25 Januari 2017 adalah terbit setelah Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta
Nomor 05/Pid.Sus-TPK/2015/PN Yyk tanggal 13 Oktober 2015. Dengan demikian dari
segi waktu bahwa terang dan jelas Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai Novum / keadaan baru dalam perkara Pemohon Peninjauan
Kembali in casu, karena pada saat berlangsung pemeriksaan terhadap Pemohon Peninjauan
Kembali bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut belum ada;
− Bahwa mengenai keberatan-keberatan lainnya yang berkenaan dengan berita-berita
online yaitu bukti P-3.1 sampai dengan bukti P-3.4 sebagaimana dijadikan alasan
Pemohon Peninjauan Kembali sebagai Novum, tidak dapat dibenarkan karena hal
tersebut hanya bersifat berita dari seseorang jurnalis yang tidak memenuhi
unsur atau sifat sebagai keadaan baru sebagaimana ketentuan Pasal 263 Ayat (2)
huruf a KUHAP yang mengatur bahwa keadaan-keadaan baru tersebut menimbulkan
dugaan kuat, jika sudah diketahui pada waktu persidangan perkara in casu bahwa
hasilnya akan berupa putusan bebas atau lepas atau tuntutan Penuntut Umum tidak
dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih
ringan;
− Bahwa demikian pula terhadap keberatan Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana
yang berkenaan dengan Putusan Pengadilan Negeri Bantul Nomor 46/Pdt.G/2018/PN
Btl tanggal 15 Oktober 2020, tidak dapat dibenarkan karena putusan perkara
perdata tersebut tidak terkait dengan perkara korupsi Pemohon Peninjauan
Kembali / Terpidana in casu;
− Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1956 sebagaimana dikuatkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat
Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan
menegaskan bahwa dalam hal terjadi tindak pidana, in casu tindak pidana
korupsi, yang ada kaitannya dengan perkara perdata yang sedang diperiksa, maka
putusan perkara perdata tidak mengikat terhadap perkara pidana tersebut;
− Bahwa terhadap alasan Pemohon Peninjauan Kembali mengenai adanya
kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata, tidak dapat dibenarkan karena
tidak terdapat kekhilafan Hakim atau kekeliruan secara nyata Majelis Hakim
judex juris pada Mahkamah Agung dalam mengadili perkara Pemohon Peninjauan
Kembali in casu, karena dalam mempertimbangkan atas keterbuktian Dakwaan
Penuntut Umum Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dan penjatuhan
pidananya bahwa judex juris telah memberikan pertimbangan hukum yang tepat dan
benar sesuai fakta-fakta di persidangan;
− In casu berdasarkan fakta-fakta yang relevan secara yuridis telah
terang dan jelas bahwa perbuatan Pemohon Peninjauan Kembali in casu telah terbukti
melakukan perbuatan korupsi dan karena perbuatannya tersebut telah memperkaya
diri sendiri atau orang lain yang mengakibatkan adanya kerugian negara;
− In casu, perbuatan saksi Maryani binti Marto Utomo, Direktur PT Aulia Trijaya
Mandiri (Terdakwa dalam berkas terpisah) mengembalikan sebagian kerugian negara
ke Kas Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul sebesar Rp810.330.450,00 (delapan
ratus sepuluh juta tiga ratus tiga puluh ribu empat ratus lima puluh rupiah)
dari kerugian negara sebesar Rp1.040.779.160,00 (satu miliar empat puluh juta
tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu seratus enam puluh rupiah) in casu bukan
pada saat terjadinya tindak pidana, melainkan setelah terjadinya tindak pidana
a quo. Oleh karenanya hal itu tidak meniadakan tindak pidana in casu, melainkan
sebagai hal meringankan penjatuhan pidananya;
− Bahwa terhadap uang kelebihan dana hibah sebesar Rp230.448.710,00 (dua
ratus tiga puluh juta empat ratus empat puluh delapan ribu tujuh ratus sepuluh
rupiah) yang ada dalam penguasaan saksi Maryani binti Marto Utomo bahwa secara
faktual membuktikan adanya unsur memperkaya diri karena uang tersebut bukan
milik saksi in casu dalam jumlah yang relatif besar;
− Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut, terang dan jelas tidak terdapat Novum
dan kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata yang dilakukan oleh Majelis
Hakim dalam mengadili perkara Pemohon Peninjauan Kembali;
“Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, alasan Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana tidak dapat
dibenarkan, oleh karena tidak termasuk dalam salah satu alasan peninjauan
kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a, b dan c KUHAP;
“Menimbang bahwa dengan
demikian berdasarkan Pasal 266 Ayat (2) huruf a KUHAP, maka permohonan
peninjauan kembali dinyatakan ditolak dan putusan yang dimohonkan peninjauan
kembali tersebut dinyatakan tetap berlaku;
“Menimbang bahwa telah terjadi perbedaan
pendapat (dissenting opinion) dalam musyawarah Majelis Hakim dan telah
diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka
sesuai dengan ketentuan Pasal 30 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
tentang Mahkamah Agung, perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari
Hakim Agung Soesilo, S.H., M.H. dimuat sebagai berikut:
− Bahwa alasan peninjauan kembali Terpidana mengenai adanya suatu kekhilafan
hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dapat dibenarkan dengan berdasarkan
fakta-fakta sebagai berikut:
− Bahwa Terpidana adalah staf Bagian Verifikasi Dinas Pengelolaan Kekayaan
dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagai
Bendahara Pengcab PSSI Bantul serta sebagai Bendahara Persiba Bantul;
− Bahwa Dana Hibah untuk KONI Kabupaten Bantul, yang berasal dari APBD
Tahun 2011, sebesar Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah), pada Bulan
Januari 2011 sampai dengan Bulan Maret 2011, dicairkan sebesar
Rp7.884.350.000,00 (tujuh miliar delapan ratus delapan puluh empat juta tiga
ratus lima puluh ribu rupiah), melalui DPKAD Kabupaten Bantul;
− Bahwa Persiba Bantul melalui KONI Bantul mengajukan Proposal Dana Hibah
kepada Bupati Bantul sebesar Rp6.241.575.000,00 (enam miliar dua ratus empat
puluh satu juta lima ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dilampiri dengan
Rencana Kerja Dan Anggaran (RAB) yang dibuat dan ditandatangani oleh Terdakwa.
Akan tetapi Dana Hibah KONI Bantul yang disetujui dan dituangkan dalam APBD
Perubahan Tahun 2011 sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta
rupiah);
− Bahwa Terdakwa melakukan pembayaran biaya transportasi, akomodasi dan
konsumsi laga tandang (away) Persiba Bantul Tahun 2010/2011 dengan jumlah 39
(tiga puluh sembilan) invoice / tagihan dari saksi Maryani binti Marto Utomo,
akan tetapi semua invoice / tagihan tersebut tanpa dilampiri dengan dokumen
pendukung berupa tanda bukti pengeluaran, dari jumlah dana yang diterima saksi
Maryani binti Marto Utomo, dikurangi dengan dana riil yang dibayarkan oleh
saksi Maryani binti Marto Utomo, terkait dengan jumlah peserta, tarif
penerbangan, tarif hotel dan tarif konsumsi, terdapat selisih sebesar Rp1.040.779.160,00
(satu miliar empat puluh juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu seratus
enam puluh rupiah) atau setidaknya-tidaknya setelah dilakukan audit oleh
Inspektorat Kabupaten Bantul sesuai dengan LHP Nomor: X.900/175/2013 tanggal 20
Juni 2013 telah terjadi kerugian negara sebesar Rp740.952.250,00 (tujuh ratus
empat puluh juta sembilan ratus lima puluh dua ribu dua ratus lima puluh
rupiah) atau setidak-tidaknya menurut perhitungan BPKP yang dituangkan dalam
Laporan Hasil Perhitungan BPKP Nomor LHP: SR-362/PW-12/5/2014 tanggal 26 Agustus
2014 tejadi kelebihan pembayaran sebesar Rp817.980.100,00 (delapan ratus tujuh
belas juta sembilan ratus delapan puluh ribu seratus rupiah);
− Bahwa fakta tersebut menunjukkan dana hibah yang bersumber dari APBD diberikan
kepada KONI Kabupaten Bantul. Selanjutnya KONI Bantul sebagai cabang di
Kabupaten dari induk organisasi cabang olahraga memberikan dana hibah tersebut
kepada PSSI Bantul dan Persiba Bantul. Terdakwa sebagai Bendahara PSSI Bantul
dan Persiba Bantul menggunakan dana tersebut untuk kepentingan Persiba Bantul. Penggunaan
dana tersebut terjadi selisih sebesar Rp1.040.779.160,00 (satu miliar empat
puluh juta tujuh ratus tujuh puluh sembilan ribu seratus enam puluh rupiah)
atau setidaknya-tidaknya setelah dilakukan audit oleh Inspektorat Kabupaten
Bantul telah terjadi kerugian Negara sebesar Rp740.952.250,00 (tujuh ratus
empat puluh juta sembilan ratus lima puluh dua ribu dua ratus lima puluh
rupiah) atau setidak-tidaknya menurut perhitungan BPKP yang dituangkan dalam
Laporan Hasil Perhitungan BPKP tejadi kelebihan pembayaran sebesar
Rp817.980.100,00 (delapan ratus tujuh belas juta sembilan ratus delapan puluh
ribu seratus rupiah). Dalam hal ini patut dicermati, apakah Terdakwa sebagai
Bendahara Persiba Bantul dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut?;
− Bahwa dalam perkara a quo, dana hibah diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Bantul menggunakan dana APBD kepada KONI Kabupaten Bantul sebagai induk
organisasi cabang olahraga di Kabupaten Bantul. Dalam hal ini
pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut berada di KONI Kabupaten Bantul
c.q. Ketua KONI Bantul periode tersebut. Sedangkan diketahui Ketua KONI Bantul
periode tersebut telah dinyatakan oleh Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tanggal 4 Agustus 2015 yang mengeluarkan SP3 karena belum
terdapat perbuatan melawan hukum;
− Bahwa hubungan antara KONI Kabupaten Bantul dengan PSSI Bantul dan Persiba
Bantul berada dalam ranah privat antar organisasi, mengingat KONI Bantul merupakan
induk organisasi cabang olahraga di Kabupaten Bantul yang menurut AD/ART KONI
sebagai organisasi keolah-ragaan yang tidak berafiliasi dengan kekuatan politik
manapun dan bersifat nirlaba. Oleh karena itu persoalan selisih penggunaan dana
yang dipertanggung-jawabkan oleh Persiba Bantul kepada KONI Kabupaten Bantul
merupakan permasalahan privat atau perdata;
− Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, permasalahan adanya selisih
penggunaan dana yang dipertanggung-jawabkan oleh Terdakwa sebagai Bendahara
Persiba Bantul kepada KONI Kabupaten Bantul bukanlah ranah tindak pidana
korupsi melainkan ranah privat atau perdata. Pertimbangan tersebut menunjukkan
adanya suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata yang dilakukan
oleh judex juris sehingga menjadi alasan untuk melepaskan Terpidana tersebut
oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).
Dengan demikian alasan peninjauan kembali Terpidana dapat dibenarkan dan patut dikabulkan
sehingga putusan judex juris harus dibatalkan dengan mengadili kembali perkara
a quo;
“M E N G A D I L I :
− Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali / Terpidana DAHONO bin PAWIRODINOMO tersebut;
− Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut
tetap berlaku;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.