Fotocopy Surat, apakah Termasuk Alat Bukti Surat?

Alat Bukti Berupa Fotokopi Surat, Bila Dibantah oleh Pihak Lawan atau Tidak Didukung Bukti lain seperti Saksi-Saksi, menjadi Tidak Bernilai dan Tidak Memiliki Kekuatan Hukum

Question: Surat dibawah tangan, level kekuatannya dibawah akta otentik notaris. Maka bagaimana dengan sekadar fotokopi surat yang tidak ada aslinya, apakah akan diterima oleh pengadilan dalam suatu gugat-menggugat?

Brief Answer: Sudah terdapat yurisprudensi terkait kekuatan hukum fotokopi surat belaka, tanpa ada aslinya dalam proses pembuktian di persidangan perkara perdata. Karenanya, bilamana ada putusan pengadilan yang justru menyatakan sebaliknya dari yurisprudensi- yurisprudensi berikut, maka patut diduga serta diduga kuat Majelis Hakim pada pengadilan dimaksud telah menyalah-gunakan wewenangnya alias melakukan kolusi dalam memeriksa dan memutus perkara:

- Putusan Mahkamah Agung RI tertanggal 9 Desember 1987 Nomor 3609K/Pdt/1985, yang pertimbangan hukumnya antara lain berbunyi sebagai berikut : “Surat bukti fotocopy yang tidak pernah diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya, harus dikesampingkan sebagai alat bukti.”

- Putusan Mahkamah Agung Nomor 112 K/Pdt/1996 dan Putusan Nomor 410 K/pdt/2004 yang telah menjadi yurisprudensi, di mana dalam perkara ini fotokopi surat dapat diterima karena dikuatkan dengan pengakuan pihak lawan.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman, terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah “budel waris” register Nomor 116 PK/Pdt/2017 tanggal 19 Juli 2017, perkara antara:

- EDY SUWANTO BONG, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, semula selaku Penggugat; melawan

1. ABDUL HAMID, SE. MM., sebagai Ahli Waris Pengganti dari Almarhumah Masnah binti H. Abdul Razak; 2. Ahli Waris Pengganti dari Almarhumah MARYAM binti H. ABDUL RAZAK yaitu IDAWATI; 3. HINDUN binti ABDUL RAZAK; 4. HALIMAH binti H. ABDUL RAZAK; Para Termohon Peninjauan Kembali; dan

1. Ahli Waris Pengganti dari Almarhumah M. TAYIB bin H. ABDUL RAZAK yaitu HAMDAN bin MUHAMMAD TAYEB; 2. H. ABDULLAH bin H. ABDUL RAZAK; 3. EDDY DWI PRIBADI, SH., Notaris/PPAT di Pontianak; 4. BADAN PERTANAHAN NASIONAL RI cq. KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI KALIMANTAN BARAT cq. KANTOR PERTANAHAN KOTA PONTIANAK selaku Para Turut Termohon Peninjauan Kembali.

Penggugat pada tanggal 8 Juni 2001, berdasarkan Akta Jual Beli telah membeli sebidang tanah kosong Sertifikat Hak Milik Nomor 2136/Kel. Batu Layang, surat Ukur Nomor 133/Batu Layang/2000 tanggal 24 Juli 2000, Luas 7.600 M² atas nama M. Tayib Bin Haji Abdul Razak; Abdullah Bin Haji Abdul Razak; Masnah Binti Haji Abdul Razak; Maryam Binti Haji Abdul Razak; Hindun Binti Haji Abdul Razak dan Halimah Binti Haji Abdul Razak (para ahli waris Abdul Razak)—yang berasal dari Konversi bekas Hak Milik Adat/Pemerintah Kerajaan Pontianak Nomor 1575/1949 tanggal 2 Mei 1949.

Bermula adanya penawaran tanah dimaksud dari Tergugat II kepada Penggugat dan disepakati dengan harga sebesar Rp38.000.000, maka Tergugat II menyiapkan persyaratan dokumen jual beli termasuk menunjuk Notaris/PPAT, yaitu berupa:

a. Surat Kuasa dibawah tangan tertanggal 4 September 2000 yaitu kuasa menjual dari M. Tayib Bin Haji Abdul Razak (Tergugat I); Masnah Binti Haji Abdul Razak (Ibu dari Tergugat III); Maryam Binti Haji Abdul Razak (Tergugat IV); Hindun Binti Haji Abdul Razak (Tergugat V) dan Halimah Binti Haji Abdul Razak (Tergugat VI) kepada Abdullah Bin Haji Abdul Razak (Tergugat II), dimana Surat Kuasa tersebut telah dilegalisasi oleh notaris;

b. Surat Keterangan Penduduk tanggal 22 Juli 2000 yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Peniti Luar, Kecamatan Siantan, yang menerangkan Masnah Binti H. A. Razak (Ibu dari Tergugat III) adalah benar Penduduk Desa Peniti Luar.

Di hadapan notaris/PPAT, dibuatlah Surat Kuasa Nomor 11 tertanggal 4 September 2000, yang isinya menerangkan bahwa Tergugat II selaku pribadi dan kuasa dari Saudara-saudaranya yaitu Tergugat I : Masnah Binti Haji Abdul Razak (Ibu dari Tergugat III); Tergugat IV; Tergugat V dan Tergugat VI telah memberi kuasa kepada Penggugat untuk menjual tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 2136, kepada siapapun termasuk kepada Penggugat sendiri. Tanggal 8 Juni 2001, dibuatkan Akta Jual Beli oleh PPAT. Atas dasar Akta Jual Beli tersebut, Kantor Pertanahan Kota Pontianak memproses Baik nama dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 2136 menjadi atas nama Penggugat.

Setelah Sertifikat Hak Milik Nomor 2136 beralih menjadi atas nama Penggugat, 6 tahun kemudian Tergugat III pada tanggal 26 Januari 2007 mengajukan Gugatan melalui PTUN Pontianak terhadap Turut Tergugat (Kantor Pertanahan Kota Pontianak) dengan alasan bahwa terbitnya Sertifikat Hak Milik Nomor 2136 atas nama Tergugat I; Tergugat II; Masnah Binti Haji Abdul Razak (Ibu dari Tergugat III); Tergugat IV; Tergugat V dan Tergugat VI dan terakhir atas nama Penggugat, telah melanggar ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak Nomor 02/G/2007/PTUN.PTK tanggal 27 Agustus 2007 juncto Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 127/B/2008/PT.TUN.JKT tanggal 16 September 2008 juncto Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 268 K/TUN/2009/MA.RI tanggal 14 Desember 2009, telah memutuskan Kantor Pertanahan Kota Pontianak untuk membatalkan dan mencabut Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Pontianak tanggal 30 Oktober 2000 berupa Sertifikat Hak Milik Nomor 2136 yang data yuridis terakhirnya atas nama Eddy Suwanto Bong (Penggugat).

Sebagai akibat dari putusan PTUN di atas, Penggugat dirugikan karena ternyata dalam transaksi jual beli tanah obyek sengketa dimaksud, telah terjadi hal-hal sebagai berikut:

a. adanya penawaran dari Tergugat II atas Sertifikat Hak Milik Nomor 2136 kepada Penggugat;

b. antara Penggugat dengan Tergugat II telah terjadi kesepakatan harga sebesar Rp38.000.000,00 dan telah dibayar lunas;

c. Tergugat II pulalah yang membuat Surat Kuasa Jual dibawah tangan tertanggal 4 September 2000 tersebut dari saudara-Saudara Tergugat II kepada Tergugat II yaitu kuasa menjual dari M. Tayib Bin Haji Abdul Razak (Tergugat I); Masnah Binti Haji Abdul Razak (Ibu dari Tergugat III); Maryam Binti Haji Abdul Razak (Tergugat IV); Hindun Binti Haji Abdul Razak (Tergugat V) dan Halimah Binti Haji Abdul Razak (Tergugat VI) kepada Abdullah Bin Haji Abdul Razak (Tergugat II);

d. Penggugat diminta Tergugat II untuk menghadap notaris dan membuat Surat Kuasa Nomor 11 tertanggal 4 September 2000, yang isinya menerangkan bahwa Tergugat II selaku pribadi dan kuasa dari saudara-saudaranya yaitu Tergugat I; Masnah Binti Haji Abdul Razak (Ibu dari Tergugat III); Tergugat IV; Tergugat V dan Tergugat VI memberi kuasa kepada Penggugat untuk menjual tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 2136 kepada siapapun termasuk kepada Penggugat;

e. tanggal 8 Juni 2001 dibuatlah Akta Jual Beli di hadapan PPAT yaitu Tergugat VII, kemudian Kantor Kota Pontianak memproses Balik Nama Sertifikat Hak Milik Nomor 2136, menjadi atas nama Penggugat;

f. Penggugat telah menguasai secara fisik seluruh luas tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 2136, sudah kurang lebih 11 tahun sampai sekarang dan secara patuh telah melakukan pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) sampai dengan tahun 2012, tanpa adanya permasalahan / tuntutan dari orang / pihak manapun juga.

Tergugat III dalam rangka menuntut haknya sebagai ahli waris pengganti dari ibunya Almarhumah Masnah Binti Haji Abdul Razak yaitu sebesar 7/72 bagian dari luas tanah obyek sengketa luas 7600 M², yaitu hanya seluas lebih kurang 738 M², seharusnya mengajukan gugatan perdata berupa tuntutan ganti rugi melalui Pengadilan Negeri Pontianak terhadap Tergugat II (Abdullah Bin Haji Abdul Razak) yaitu saudara Ibunya / Paman Tergugat III, yang telah menerima seluruh uang hasil penjualan harga tanah obyek sengketa dari Penggugat.

Penggugat dengan demikian mengklaim sebagai pembeli yang beritikad baik, sehingga sudah sepatutnya bila Penggugat mohon agar Jual Beli tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 2136 di hadapan PPAT, adalah sah dan berharga. Dalam proses transaksi jual beli tanah dimaksud, Penggugat sama sekali tidak mengetahui tentang adanya cacat-cacat yang tersembunyi dalam surat-surat / dokumen dimaksud, dimana pihak Tergugat II juga justru yang melakukan perbuatan melawan hukum yaitu dengan memalsukan tanda tangan Masnah Binti Haji Abdul Razak (Ibu dari Tergugat III) seperti yang tertera dalam Surat Kuasa tanggal 4 September 2000, padahal Masnah Binti Haji Abdul Razak telah wafat pada tanggal 23 April 1997, dimana perbuatan Tergugat II ini juga telah didiamkan oleh Tergugat I; Tergugat IV; Tergugat V dan Tergugat VI.

Surat Kuasa tanggal 4 September 2000 juga telah dilegalisasi oleh notaris dibawah daftar Nomor 462/2000 di kantornya, dimana dalam legalisasi tersebut notaris menyebutkan bahwa Masnah Binti Haji Abdul Razak (Ibu dari Tergugat III) telah menghadap Tergugat VII, padahal tanggal 23 April 1997 Masnah Binti Abdul Razak (Ibu dari Tergugat III) telah wafat. Yang menjadi pokok tuntutan dalam gugatan Penggugat, ialah agar pengadilan:

- Menyatakan Penggugat adalah pembeli yang beritikat baik;

- Menyatakan jual beli antara Tergugat II baik selaku pribadi maupun sebagai penerima kuasa dari ahli waris lainnya (Penjual) dengan Penggugat (Pembeli) yang dilakukan oleh dan di hadapan Tergugat VII (Notaris/PPAT) pada tanggal 8 Juni 2000 atas sebidang tanah seluas 7.600 M², adalah sah.

Terhadap gugatan Penggugat maupun gugatan-balik (rekonpensi) pihak Tergugat, Pengadilan Negeri Pontianak kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 80/PDT.G/2012/PN Ptk tanggal 7 Mei 2013, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa tentang adanya surat kuasa tertanggal 23 November 1995, sebagaimana bukti T.II-6, setelah Majelis membaca dan menafsirkannya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

- Bahwa maksud dan tujuan pemberian kuasa oleh para ahli waris dari H. Abdul Razak bin H. Mochamad Thahir kepada Abdullah bin Haji Abdul Razak adalah dikhususkan untuk dan atas nama pemberi kuasa mengurus dan mempertahankan hak-hak pemberi kuasa atas harta warisan orang tuanya berupa sepotong tanah pekarangan di Jalan Khatulistiwa Batu Layang Pontianak Utara dengan Hak Milik Nomor 1575/1949, tanggal 2 Mei 1949 yang diterbitkan oleh Pemerintah Kerajaan Pontianak;

- Bahwa dengan dasar surat kuasa tersebut Penerima Kuasa c.q. Tergugat II melakukan pertemuan-pertemuan dan mengirim surat kepada Panglima ABRI, karena pada saat itu tanah warisan dari orang tua para ahli waris dikuasai oleh Zitbang 4/IV Pontianak, yang kemudian terjadi kesepakatan tanah warisan yang dipergunakan oleh Angkatan Darat dikembalikan penguasaannya kepada ahli waris;

- Bahwa surat kuasa dimaksud yang khusus diperuntukkan untuk pengurusan surat-surat, telah dapat dibuktikan dengan diterbitkannya surat kuasa tertanggal 4 September 2000, yang secara khusus diperuntukkan untuk proses terjadinya jual beli dan telah dinyatakan tidak sah karena tidak melibatkan para ahli waris Maznah H.A. Razak yang telah meninggal dunia tetapi tetap dicantumkan nama Maznah H.A. Razak;

“Menimbang, bahwa dalil Tergugat II yang menyatakan seluruh para ahli waris telah menerima bagian dari hasil penjualan tanah warisan yang terletak di Jalan Khatulistiwa Kelurahan Batu Layang Pontianak, yang dibeli oleh Penggugat dengan Akta Jual Beli Nomor 11/BPN-U/2001 tanggal 8 Juni 2001, sebagaimana kwitansi-kwitansi yang diajukan sebagai bukti oleh Tergugat II, yaitu:

1. Foto copy Kwitansi Penerimaan Uang tanggal 03 Desember 1996 yang ditanda tangani oleh Masnah Binti H.Abdul Razak sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah), yang merupakan bagian penjualan tanah di Jalan Khatulistiwa yang menjadi obyek sengketa sesuai dalil Tergugat II dan jawaban Tergugat II pada Posita 15, diberi tanda bukti : T II-7;

2. Foto copy Catatan Pembayaran Hutang H.Ali H.A Rahman (suami Masnah Binti H. Abdul Razak) per tanggal 03 Desember 1996 oleh Tergugat II sebesar Rp8.964.441,50,00 (delapan juta sembilan ratus enam puluh empat ribu empat ratus empat puluh satu rupiah, lima puluh sen) yang dikompensasikan dengan penjualan tanah di Jalan Khatulistiwa yang menjadi obyek sengketa sesuai dalil Tergugat II dalam jawaban Tergugat II pada Posita 16, kemudian diuraikan dalam Bukti T II-8a, T II-8b dan T II-8c, diberi tanda bukti : T II-8;

3. Foto copy Kwitansi Penerimaan Uang tanggal 03 Desember 1996 yang ditanda tangani oleh M. Tayib bin H. Abdul Razak sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah), yang merupakan bagian penjualan tanah di Jalan Khatulistiwa yang menjadi obyek sengketa sesuai dalil Tergugat II dalam jawaban Tergugat II pada Posita 17, diberi tanda bukti : T II-9;

4. Foto copy Kwitansi Penerimaan Uang tanggal 03 Oktober 2001 yang ditanda tangani oleh Hamdan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) yang dibayarkan oleh Tergugat II sesuai dalil Tergugat II dalam jawaban Tergugat II pada Posita 18, diberi tanda bukti : T II-10;

Di persidangan bukti-bukti tersebut telah dibantah oleh saksi-saksi baik dari Tergugat I, Tergugat III dan Tergugat V;

“Menimbang, bahwa dari bukti T.II-7, T.II-8 dan T.II-9, diperoleh fakta hukum, tanggal penerimaan yang didalilkan Tergugat II sebagai hasil penjualan atas tanah warisan di Jalan Khatulistiwa Kelurahan Batu Layang Pontianak, ternyata kwitansi penerimaan uang tersebut baik oleh Maznah H.A. Razak dan suaminya H.Ali H.A. Rahman dan oleh M.Tayib bin H.A. Razak, tertulis pada tanggal 3 Desember 1996, sebelum terjadinya akta jual beli antara Tergugat II dengan Penggugat, sebagaimana Akta Jual Beli Nomor 1/BPPN-U/2001, tanggal 8 Juni 2001, yang tentunya menjadi pertanyaan bagaimana mungkin terdapat penerimaan uang dari Tergugat II kepada ketiga orang tersebut yang dinyatakan sebagai hasil penjualan tanah di Jalan Khatulistiwa Kelurahan Batu Layang Pontianak, sedangkan jual beli terjadi pada tahun 2001, lagi pula Tergugat II terhadap bukti T.II-7, T.II-8, T.II-9, T.II-10 tidak didukung dengan saksi-saksi di persidangan dan bukti-bukti tersebut di atas telah tidak pernah diakui oleh saksi-saksi dari Tergugat I, Tergugat III dan Tergugat V, maka Majelis Hakim berpendapat bukti-bukti penerimaan uang dari Tergugat II kepada orang tua dari Tergugat III dan kepada M. Tayeb bin H.A. Razak serta kepada Hamdan anak dari M. Tayeb bin H.A. Razak yang juga salah satu ahli waris dari H. Abdul Razak bin H. Mochamad Thahir yang menurut Tergugat II merupakan uang hasil dari penjualan tanah warisan H.Abdul Razak bin H.Mochamad Thahir yang dibeli Penggugat, pada dasarnya tidak dapat dijadikan bukti yang sempurna bahwa orang tua Tergugat III, M. Tayeb bin H.A. Razak dan Hamdan selaku anak dari M. Tayeb, telah menerima bagian dari hasil penjualan atas tanah sengketa yang dibeli oleh Penggugat;

“Menimbang, bahwa oleh karena telah dipertimbangkan, Maznah Binti H.A. Razak telah meninggal dunia pada tanggal 23 April 1997, dan Tergugat II H.Abdullah bin H.Abdul Razak yang memalsukan tanda tangan Maznah binti H.A. Razak maka menurut Majelis Hakim surat kuasa tanggal 4 September 2000 yang oleh Tergugat VII telah diwarmerking dengan Nomor 462/2000, adalah suatu surat kuasa yang tidak (sah) karena dibuat tanpa ada persetujuan dari para ahli waris dari Maznah Binti H.A. Razak, karena pada saat ditandatangani surat kuasa tersebut Maznah Binti H.A. Razak telah meninggal dunia;

“Menimbang, bahwa oleh karena surat kuasa tanggal 4 September 2000 yang telah dilegalisir oleh Tergugat VII telah dipertimbangkan adalah surat kuasa yang tidak sah, tentunya membawa akibat segala suratsurat yang timbul dari perbuatan Tergugat II kepada pihak ketiga adalah menjadi tidak sah, yaitu surat kuasa Nomor 11 tanggal 4 September 2000 yang dibuat di hadapan Turut Tergugat;

“Menimbang, bahwa oleh karena surat kuasa Nomor 11 tanggal 4 September 2000, telah dipertimbangkan sebagai surat kuasa yang tidak sah, konsekuensinya membawa akibat Akte Jual Beli Nomor 11/BPNU/2001 tanggal 8 Juni 2001 yang didasari dengan Surat Kuasa Nomor 11 tanggal 4 September 2000 yang tidak sah tersebut berdasar atas ketentuan Pasal 1471 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) harus dikwalifikasi sebagai jual beli yang batal, karena diatas tanah yang menjadi objek jual beli tersebut bukan hanya hak dari pribadi Tergugat II, tetapi ada juga hak ahli waris lainnya, khususnya ahli waris dari Maznah Binti H.A.Razak, yang tidak diikut sertakan sebagai pihak yang mempunyai hak atau dimintakan persetujuannya;

“Menimbang, bahwa oleh karena secara hukum surat keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Pontianak tanggal 30 Oktober 2000 berupa Sertifikat Hak Milik Nomor 2136/Kel.Batu Layang terakhir atas nama Eddy Suwanto Bong, Surat Ukur Nomor 133/Batu Layang/2000, tanggal 24 Juli 2000, luas 7.600 M² adalah tidak mempunyai kekuatan hukum dan bersifat NEVER EXISTED, yaitu dianggap tidak pernah ada serta LEGALLY NULL AND VOID, tidak mempunyai nilai hukum apapun, dan dalam pertimbangan akan tuntutan Penggugat Konvensi tentang mohon dinyatakan sebagai pembeli yang beritikad baik serta tuntutan yang menyatakan jual beli antara Tergugat II baik selaku pribadi maupun sebagai penerima kuasa dari ahli waris lainnya (Pembeli) dengan Penggugat sebagai pembeli yang dilakukan oleh dan di hadapan Tergugat VII sebagai Notaris/PPAT pada tanggal 8 Juni 2000 atas sebidang tanah seluas 7.600 M² yang terletak di Jalan Khatulistiwa Kel.Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara Kotamadya Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, telah dipertimbangkan tidak berdasar dan ditolak untuk dapat dikabulkan, membawa konsekuensi bahwa atas tanah yang menjadi objek sengketa tersebut harus dikembalikan dalam keadaan semula (Restitutio In Integrum), seperti sebelum dilakukannya jual beli, sehingga yang berhak adalah para ahli waris yang masih hidup dan ahli waris pengganti bagi pewaris H.Abdul Razak yang telah meninggal dunia, dengan pengecualian kedudukan Tergugat II dalam konvensi yang juga sebagai salah satu ahli waris dari H. Abdul Razak harus dikesampingkan sebagai orang yang masih berhak atas harta warisan tersebut, dikarenakan telah menerima uang sebesar Rp418.000.000,00 (empat ratus delapan belas juta rupiah) dari Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi, sebagaimana keterangannya di persidangan dalam perkara pidana Nomor 335/PID.B/2005/PN.Ptk, tanggal 08 Maret 2006;

“Menimbang, bahwa tuntutan tanah seluas 738 M² adalah milik Penggugat Rekonvensi II, sebagaimana dalam petitumnya, Majelis Hakim berpendirian tuntutan tersebut harus ditolak, oleh karena telah dipertimbangkan bahwa tanah seluas 738 M² yang dituntut oleh Penggugat Rekonvensi II, adalah bagian dari tanah seluas 7.600 M² yang telah dipertimbangkan menjadi haknya Para Penggugat Rekonvensi I dan Penggugat Rekonvensi II dengan mengesampingkan hak dari Tergugat II Konvensi;

“MENGADILI :

Dalam Konvensi:

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebahagian;

2. Menyatakan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum;

3. Menolak gugatan Penggugat selebihnya;

Dalam Rekonvensi:

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat Rekonvensi untuk sebagian;

2. Menyatakan sebagai Hukum Para Tergugat Rekonvensi melakukan perbuatan melawan hukum;

3. Menyatakan batal atau tidak sah Akte Jual Beli, Nomor 11/BPN-U/2001, tanggal 8 Juni 2001;

4. Menyatakan sah sebagai hukum bahwa Para Penggugat Rekonvensi adalah ahli waris dan ahli waris pengganti dari H. Abdul Razak Bin H. Mochamad Thahir yang berhak atas sebidang tanah yang terletak di jalan Khatulistiwa, Kelurahan Batu layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kotamadya Pontianak seluas 7.600 M² yang berbatasan dengan sebelah utara : dengan jalan Khatulistiwa, sebelah Selatan : dengan Sei Kapuas, sebelah Barat dengan : Tanah TNI AD, sebelah Timur dengan : Hak Milik Nomor 448 dan 661;

5. Menghukum Tergugat II Rekonvensi Kantor Pertanahan Kota Pontianak untuk menerbitkan Sertifikat diatas tanah tersebut diatas untuk dan atas nama Para Penggugat Rekonvensi;

6. Menghukum Para Tergugat Rekonvensi baik secara sendiri-sendiri dan tanggung renteng untuk membayar kerugian kepada :

- Penggugat Rekonvensi I yang dalam konvensi adalah Tergugat I, Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI uang sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);

- Penggugat Rekonvensi II yang dalam konpensi adalah Tergugat III uang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

Secara tunai dan seketika;

7. Menolak gugatan Para Penggugat Rekonvensi selebihnya;”

Dalam tingkat Banding, yang menjadi amar Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 65/PDT/2013/PT.PTK tanggal 5 Desember 2013, sebagai berikut:

“MENGADILI :

- Menerima permohonan banding dari Para Pembanding semula Penggugat dan Turut Tergugat;

- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 80/Pdt.G/2012/PN Ptk. tanggal 7 Mei 2013, yang dimohonkan banding tersebut;”

Dalam tingkat Kasasi, yang kemudian menjadi amar Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1237 K/PDT/2014 tanggal 4 November 2014, sebagai berikut:

“MENGADILI :

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: Edy Suwanto Bong tersebut;

2. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II: Badan Pertanahan Nasional Rl. Cq. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Barat Cq. Kantor Pertanahan Kota Pontianak tersebut;

3. Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 65/Pdt/ 2013/PT.PTK. tanggal 5 Desember 2013 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 80/Pdt.G/2012/PN Ptk. tanggal 7 Mei 2013;

Mengadili Sendiri

Dalam Konvensi:

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum;

3. Menolak gugatan Penggugat selebihnya;

Dalam Rekonvensi:

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat Rekonvensi untuk sebagian;

2. Menyatakan sebagai hukum Para Tergugat Rekonvensi melakukan perbuatan melawan hukum;

3. Menyatakan batal atau tidak sah Akte Jual Beli Nomor 11/BPNU/ 2001, tanggal 8 Juni 2001;

4. Menyatakan sah sebagai hukum bahwa Para Penggugat Rekonvensi adalah ahli waris dan ahli waris pengganti dari H. Abdul Razak Bin H. Mochamad Thahir yang berhak atas sebidang tanah yang terletak di Jalan Khatulistiwa, Kelurahan Batulayang, Kecamatan Pontianak Utara, Kotamadya Pontianak, seluas 7.600 m2 yang berbatasan dengan sebelah Utara: dengan jalan Khatulistiwa, sebelah Selatan: dengan Sei Kapuas, sebelah Barat dengan: Tanah TNI AD, sebelah Timur dengan: Hak Milik Nomor 448 dan 661;

5. Menghukum Tergugat II Rekonvensi Kantor Pertanahan Kota Pontianak untuk menerbitkan Sertifikat diatas tanah tersebut di atas untuk dan atas nama Para Penggugat Rekonvensi;

6. Menghukum Tergugat Rekonvensi I untuk membayar kerugian kepada:

- Penggugat Rekonvensi I yang dalam konvensi adalah Tergugat I, Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI uang sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);

- Penggugat Rekonvensi II yang dalam Konvensi adalah Tergugat III uang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

Secara tunai dan seketika;

7. Menolak gugatan Para Penggugat Rekonvensi selebihnya;”

Penggugat selaku pihak pembeli tanah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan pokok keberatan bahwa berdasarkan bukti-bukti T II-7, T II-8, T II-9 dan T II-10 tersebut jelaslah bahwa Masnah binti Haji Abdul Razak, dan Mochamad Tayeb bin Haji Abdul Razak semasa hidupnya telah pernah menerima hak bagiannya masing-masing atas uang hasil penjualan tanah warisan yang menjadi objek sengketa tersebut.

Meskipun Masnah H.A. Razak tidak menandatangani surat kuasa tertanggal 4 September 2000, Akta Jual Beli Tetap Sah, hanya bagian warisan dari Masnah H.A. Razak saja yang tidak ikut dijual kepada Pemohon Peninjauan Kembali. Oleh karenanya apabila ada salah satu ketentuan yang terdapat dalam Surat Kuasa dan Akta Jual Beli itu tidak sah, tidak berlaku atau tidak dapat dilaksanakan dalam setiap hal, maka keabsahan, berlakunya dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan lainnya yang terdapat dalam Surat Kuasa dan Akta Jual Beli tersebut tidak akan terpengaruhi atau berkurang. Dengan perkataan lain, Surat Kuasa dan Akta Jual Beli tetap berlaku terhadap semua ahli waris almarhum H.Abdul Razak bin H.Mochamad Thahir, kecuali terhadap Masnah binti H. Abdul Razak saja.

Pengadilan dalam putusannya berpendapat Surat Kuasa tertanggal 4 September 2000 sebagai tidak sah, namun ternyata tidak terdapat amar putusan yang menyatakan Surat Kuasa tertanggal 4 September 2000 sebagai tidak sah. Uang hasil penjualan harus diterima oleh penjual sebelum terjadinya akta jual beli, bukan setelah terjadinya akta jual beli. Uang yang diberikan oleh Termohon Peninjauan Kembali II kepada para ahli waris, yang dilakukan berkali-kali tersebut dapat dianggap sebagai pembayaran bertahap sebelum Akta Jual Beli ditandatangani oleh Termohon Peninjauan Kembali II dan Pemohon Peninjauan Kembali. Hal itu dimaksudkan sebagai cara dan strategi agar tanah yang akan dibeli oleh Pemohon Peninjauan Kembali tidak lagi berubah harganya pada waktu penandatanganan akta jual beli.

Dimana terhadap argumentasi demikian, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori peninjauan kembali tanggal 31 Mei 2016 dan kontra memori peninjauan kembali tanggal 16 Juni 2016 dan 28 Juni 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Juris, ternyata tidak terdapat kekeliruan nyata atau kekhilafan Hakim dalam memutus perkara dengan pertimbangan sebagai berikut:

“Bahwa berdasarkan putusan dari PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap yang membatalkan Sertifikat Hak Milik, maka status tanah kembali pada keadaan semula sebagai hak milik Para Ahli Waris H. Abdul Razak sedangkan Penggugat sekarang Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan dalil kepemilikannya atas tanah perkara a quo;

“Bahwa selain itu, alasan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon tidak dibenarkan karena tidak ada kekhilafan dan kekeliruan nyata hakim dalam mengadili perkara tersebut sebagaimana dimaksud oleh Pasal 67 huruf (a) sampai huruf (f) UU Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali EDY SUWANTO BONG tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali EDY SUWANTO BONG tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS