Ada Kontribusi Kelalaian dari Pihak Korban, Pelaku Kejahatan Tetap Dihukum Pidana
Question: Bila ada fakta kelalaian dari pihak korban sehingga menjadi korban penipuan, apakah itu bisa jadi alasan pembenar bagi si penipu untuk berkelit dari konsekuensi penghukuman pidana?
Brief Answer: Setiap warganegara, tanpa terkecuali, memiliki “hak
asasi” untuk tidak dijadikan korban modus-modus kejahatan apapun, baik yang terang-terangan
maupun yang terselubung. Karenanya, terlepas apakah ada faktor kecerobohan atau
kurang telitinya pihak korban, tidaklah menjadi “alasan pemaaf” bagi sang
pelaku untuk lolos dari jeratan hukum pidana—mengingat juga merupakan “kewajiban
asasi” setiap individu untuk menghargai hak-hak warga lainnya.
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi konkretnya
sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan lewat putusan Pengadilan
Tinggi Sulawesi Tenggara perkara pidana register Nomor 97/Pid/2012/PT.Sultra tanggal
26 November 2012, dimana yang menjadi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU):
- Menyatakan Terdakwa telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menggunakan Surat
Palsu”;
- Menjatuhkan pidana terhadap
Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun dikurangi selama Terdakwa
berada dalam tahanan dan menetapkan agar Terdakwa tetap ditahan.
Terhadap tuntutan JPU,
Pengadilan Negeri Unaaha kemudian menjatuhkan putusan dengan amar sebagai
berikut:
“MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa NURHAYATI, A.Ma als TATI BINTI SAINUDDIN YONTU
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ]Secara
Bersama-sama menyuruh orang lain menggunakan Surat Otentik Palsu’;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) Tahun;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;”
Baik Terdakwa mengajukan upaya
hukum Banding dengan argumentasi : “Bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Unaaha dalam menjatuhkan putusan terhadap
terdakwa dalam perkara A quo terkesan sangat emosional dan bersifat subyektif
tanpa memenuhi rasa keadilan masyarakat khususnya pada diri terdakwa yang
berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.” Dimana terhadapnya, Pengadilan
Tinggi membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Pengadilan
Tinggi setelah memperhatikan dengan seksama memori banding dari terdakwa,
Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa Hakim Tingkat Pertama telah
mempertimbangkan dalam putusannya halaman 46 sampai dengan halaman 54 tentang
unsur ‘dengan sengaja menggunakan akta otentik yang isinya tidak sejati atau
yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu’ dan unsur ‘penggunaan Akta
Otentik dapat mendatangkan kerugian’ telah tepat dan benar;
“Menimbang, bahwa setelah
Pengadilan Tinggi mempelajari dengan seksama berkas perkara dan turunan resmi
putusan Pengadilan Negeri Unaaha tanggal 18 Oktober 2012 Nomor: 132/Pid.B/2012/PN.Unh.,
serta memori banding dari terdakwa, dengan memperhatikan hal-hal yang menjadi
pertimbangan Hakim Tingkat Pertama yang telah memuat semua peristiwa, keadaan
serta alasan hukumnya dalam membuktikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum melanggar
Pasal 264 ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pengadilan Tinggi dapat
menerima dan sependapat dengan pertimbangan Hakim Tingkat Pertama dalam
putusannya bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana di dakwakan kepadanya dan pertimbangan Hakim Tingkat
Pertama diambil alih serta dijadikan sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri
di dalam memutus perkara ini di tingkat banding, kecuali mengenai pidana yang dijatuhkan
kepada terdakwa sebagaimana juga diuraikan dalam memori bandingnya menurut Pengadilan
Tinggi terlalu berat;
“Menimbang, bahwa Hakim Tingkat
Pertama tidak mempertimbangkan secara jelas alasan menjatuhkan pidana melebihi
tuntutan Jaksa Penuntut Umum, demikian pula bahwa kesalahan dalam perkara
ini tidak hanya dari pihak para terdakwa sendiri akan tetapi juga dari pihak
korban Bank BRI Unit Unaaha yang kurang hati-hati dan teliti, oleh karena
itu lebih sesuai menurut hukum dan memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat apabila
terdakwa dijatuhi hukuman sebagaimana dalam amar putusan di bawah ini;
“Menimbang, bahwa disamping
hal-hal yang meringankan tersebut, maka selanjutnya Pengadilan Tinggi
mempertimbangkan hal-hal yang terdapat pada diri terdakwa yang memberatkan
maupun meringankan penjatuhan pidana tersebut sebagai berikut:
Hal-hal yang memberatkan:
1. Perbuatan terdakwa telah merugikan Bank BRI;
2. Terdakwa adalah seorang guru seharusnya memberi contoh yang baik
dalam masyarakat;
Hal-hal yang meringankan:
1. Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya;
2. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga dan 4 (empat) orang anak yang
masih membutuhkan kasih sayang;
3. Terdakwa adalah seorang Guru SD yang telah mengabdi kurang lebih 26
(dua puluh enam) tahun;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka putusan Pengadilan Negeri Unaaha tanggal 18 Oktober
2012 Nomor: 132/Pid.B/2012/PN Unh., harus diubah sekedar mengenai hukuman yang
dijatuhkan kepada terdakwa, sedangkan putusan selebihnya dapat dikuatkan, yang
amarnya sebagaimana tersebut di bawah ini;
“M E N G A D I L I :
- Menerima permintaan banding dari terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum;
- Mengubah putusan Pengadilan Negeri Unaaha tanggal 18 Oktober 2012 Nomor
132/Pid.B/2012/PN.Unh., sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa
sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:
- Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2
(dua) tahun;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Unaaha tersebut untuk selebihnya;
- Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.