Kreditor Separatis justru Serahkan Agunan kepada Kurator (Alih-Alih Melakukan “Parate Eksekusi”), Debitor Menggugat

Ketidaklaziman merupakan Fakta Hukum Itu Sendiri

Question: Hal atau kejadian hukum yang tidak lumrah, bukankah merupakan sebuah “isu hukum” itu sendiri, sehingga patut mengundang pertanyaan, “ada apa?” Namun mengapa selama ini seolah-olah hukum hanya berhenti sampai di situ, tanpa pernah mau masuk dan menggali lebih jauh lagi atas pertanyaan “ada apakah?” itu?

Brief Answer: Terhadap peristiwa-peristiwa yang tidak lazim, bisa terjadi dengan dua kemungkinan : Pertama, sekadar anomali belaka. Kedua, menjadi indikasi fakta hukum berupa “hidden agenda” yang terselubung atau tersembunyi alias adanya faktor kesengajaan dari aktor-aktor dibaliknya, sehingga memang patut bagi kita untuk bertanya : Apa maksud serta tujuan utama dibaliknya? Aturan atau norma hukum, sayangnya serta kabar buruknya, memang masih dimaknai sebagai sekadar formalitas-prosedural belaka. Sepanjang prosedur atau aturan hukumnya terpenuhi serta tidak terlanggar, maka itulah yang menjadi “keadilan hukum”—kering, monoton, serta kaku, cenderung legalistik-formalistik.

PEMBAHASAN:

Praktik terkait jaminan kebendaan, sebagai contoh, Kreditor Separatis pemegang agunan kerap berjuang sekuat tenaga untuk melakukan “parate eksekusi” terhadap agunan jaminan pelunasan hutang pada masa insolvensi, tanpa membiarkan agunan dikuasai oleh kurator ketika pihak pemilik agunan jatuh pailit, agar hasil penjualan lelang ekskusi Hak Tanggungan sepenuhnya menjadi pelunasan piutang sang Kreditor Separatis, tidak jatuh ke dalam “budel pailit” hasil penjualan aset bila dijual oleh kurator.

Namun telah ternyata pernah terjadi kasus sebaliknya, sehingga mengundang pertanyaan kritis, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya lewat putusan Mahkamah Agung RI sengketa budel pailit register Nomor 579 K/Pdt.Sus-Pailit/2021 tanggal 3 Mei 2021, perkara antara:

- ROBERT FREDITHA S, selaku ahli waris Djoko Soegianto, sebagai Pemohon Kasasi, semula adalah Penggugat; melawan

1. KHAIRIL POLOAN; dan 2. PONTO TRI ANGGORO, selaku Para Termohon Kasasi, semula adalah Para Tergugat.

Pihak penggugat merupakan pemilik agunan yang menjadi jaminan pelunasan hutang pihak debitor yang berupa badan hukum, sementara Para Tergugat merupakan kurator. Yang menjadi pokok tuntutan Penggugat (petitum), yakni agar Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus:

1. Menyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat Penetapan Hakim Pengawas Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 184/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 20 Januari 2020 beserta akibat hukumnya sepanjang mengenai objek berupa dua buah Sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama Djoko Soegianto

2. Memerintahkan kepada Tergugat untuk mengeluarkan dari daftar boedel pailit sejak putusan ini dibacakan, aset-aset berupa dua buah Sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama Djoko Soegianto.

Terhadap gugatan sang ahli waris, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 28/Pdt.Sus-Gugatan Lain Lain/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 1 Februari 2021, dengan amar sebagai berikut:

“MENETAPKAN :

- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;”

Pihak Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan kasasi tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa keberatan-keberatan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi yang diterima pada tanggal 8 Februari 2021 serta kontra memori kasasi yang diterima pada tanggal 24 Februari 2021 dihubungkan dengan pertimbangan judex facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ternyata judex facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

- Bahwa objek sengketa Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 4012 dan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 4013 atas nama Djoko Soegianto terbukti telah dijadikan jaminan utang PT Prima Arta Sumber Perkasa kepada PT Bank Dinar Indonesia Tbk (sekarang disebut PT Bank OKE Indonesia Tbk) dengan dibebani hak tanggungan guna pelunasan utang PT Prima Arta Sumber Perkasa, dengan demikian objek sengketa masuk menjadi bagian dalam boedel pailit PT Prima Arta Sumber Perkasa (dalam pailit);

- Bahwa PT Bank Dinar Indonesia Tbk (sekarang disebut PT Bank OKE Indonesia Tbk) sebagai Kreditor Separatis tidak menggunakan hak eksekutorialnya sebagai Kreditor Separatis dan menyerahkan kepada pihak Tergugat selaku Kurator untuk melakukan penjualan terhadap barang jaminan sehingga tindakan Tergugat sebagai Kurator yang menerima penyerahan dari Kreditor Separatis PT Bank Dinar Indonesia Tbk (sekarang disebut PT Bank OKE Indonesia Tbk) untuk melakukan penjualan objek sengketa bukan merupakan perbuatan melawan hukum karena penjualan tersebut dalam rangka pemberesan kepailitan PT Prima Arta Sumber Perkasa, yang menjadi tugas Kurator;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 28/Pdt.Sus-Gugatan Lain Lain/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 1 Februari 2021 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi ROBERT FREDITHA S, tersebut harus ditolak;

“Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penggugat ditolak, maka Pemohon Kasasi/Penggugat harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ROBERT FREDITHA S, tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS