Dimutasi ke Tempat / Perusahaan Lain,
Pegawai Menolak, Dianggap Mengundurkan Diri karena Mangkir namun Berhak Atas
Pesangon
MUTASI terhadap Pegawai, Wajib Mendapatkan
INFORMED CONSENT Pihak Pekerja
Modus PERFECT CRIME Perusahaan Memecat Pegawai Tanpa Pesangon, Namun Pengadilan Berkata Lain : Wajib Bayar Pesangon Pegawai yang Menolak Dimutasi
Question: Apakah kita sebagai pegawai, bisa menolak perintah pimpinan kantor yang memutasi kita ke kantor cabang di tempat lain?
Brief Answer: Ketika mendapatkan tekanan politis oleh pihak
manajemen perusahaan tempat bekerja, berupa mutasi ke tempat bekerja baru yang
tidak mendapatkan “informed consent” pihak pekerja / pegawai yang
dimutasi, maka secara sosio-legal dianggap sebagai “PHK terselubung” dari pihak
pemberi kerja, karenanya berdasarkan praktek peradilan (best practice),
pihak pegawai / pekerja yang menolak dimutasi dapat menuntut pesangon ketika
pihak perusahaan menilai “mangkir kerja” di tempat kerja baru sebagai bentuk “mengundurkan
diri”.
Satu hal yang sifatnya pasti dan tegas yang dapat SHIETRA
& PARTNERS sampaikan kepada kalangan pekerja / pegawai / buruh ialah, bila mutasi
sifatnya ialah ke badan hukum lain, semisal dari PT. A lalu dimutasi ke PT. B,
maka pegawai wajib hukumnya untuk tegas menolak, kecuali pihak manajemen PT. A
membayarkan pesangon dan disaat bersamaan memutasi sang pegawai ke PT. B—karena
mutasi ke badan hukum lain merupakan bentuk pelanggaran yang paling ekstrem, meskipun
antara PT. A dan PT. B masih tergolong satu grub usaha.
Tidak terkecuali rotasi kerja ke bidang lain,
semisal melamar kerja dan selama ini ditempatkan di bidang IT, lalu dimutasi ke
bidang yang tidak ada kaitannya dengan IT sehingga prestasi kerja dinilai tidak
sesuai standar perusahaan—mengingat itu bukanlah kompetensi sang pegawai—juga
tergolong sebagai “mutasi terselubung”, dimana bila pegawai bersangkutan keberatan
dipindah ke bidang lain maka menggugat pihak perusahaan merupakan opsi yang
cukup layak untuk ditempuh, yakni meminta pemutusan hubungan kerja (PHK) ke Pengadilan
Hubungan Industrial disertai tuntutan pesangon.
PEMBAHASAN:
Sembari berproses
gugat-menggugat antara pihak perusahaan yang memutasi secara sepihak dan pegawai
yang menolak di mutasi, pihak pegawai tetap perlu hadir bekerja di tempat kerja
/ posisi-nya semula. Untuk memudahkan pemahaman, dapat SHIETRA
& PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa
hubungan industrial register Nomor 303 K/Pdt.Sus-PHI/2021 tanggal 10 Juni 2021,
perkara antara:
- BERTHA SILVINA SUTEJA, sebagai
Pemohon Kasasi II semula selaku Penggugat; melawan
- PT. PROMEDRAHARDJO FARMASI
INDUSTRI, selaku Pemohon Kasasi I semula sebagai Tergugat.
Pihak pekerja menolak dimutasi,
lalu oleh pihak perusahaan dianggap sebagai “mangkir kerja” untuk selanjutnya
dinilai sebagai “mengundurkan diri” karena tetap tidak hadir bekerja di tempat
baru yang ditunjuk dalam surat mutasi, lalu mengajukan gugatan disertai tuntutan
pesangon. Adapun yang menjadi pokok tuntutan Penggugat selaku pegawai yang menolak
dimutasi, ialah berupa:
1. Menyatakan Surat Mutasi yang
dikeluarkan Tergugat bertentangan dengan Undang Undang Ketenagakerjaan,
sehingga tidak sah dan batal demi hukum;
2. Menyatakan perbuatan
Tergugat yang melakukan mutasi terhadap Penggugat secara sepihak tanpa
melakukan perundingan terlebih dahulu dengan Penggugat dan tidak lagi
memberikan Upah kepada Penggugat sejak bulan Februari 2020 sampai dengan
sekarang adalah merupakan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak terhadap
Penggugat;
4. Menghukum Tergugat untuk
membayarkan kepada Penggugat berupa Uang Pesangon sesuai ketentuan Undang
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 163 ayat (2) yaitu Uang Pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 156 (4) yang meliputi sisa cuti tahunan
yang diuangkan, Penggantian Perumahan / Pengobatan dan Perawatan sebesar 15%
dari Uang Pesangon ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan hak lain yang bersifat tunjangan
rutin yang diberikan tiap bulan ke Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk
membayar Upah selama Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ini
kepada Penggugat sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUUIX/2011
tanggal 19 September 2011 Penggugat, yaitu selama 6 (enam) bulan Upah berjalan
dan hak-hak lain yang biasa diterima oleh Penggugat per bulan.
Terhadap gugatan sang pegawai, yang
kemudian menjadi putusan Pengadilan Hubungan Industrial Yogyakarta Nomor 7/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.Yyk.
tanggal 25 November 2020, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI
:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan
Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Surat Mutasi
Tergugat Nomor 006/SK/PFI-I/2020 adalah sah;
3. Menyatakan putus hubungan
kerja antara Penggugat dengan Tergugat, karena Penggugat melakukan pelanggaran
terhadap Peraturan Perusahaan;
4. Menghukum
Tergugat untuk membayar Uang Kompensasi sebagai akibat adanya Pemutusan
Hubungan Kerja kepada Penggugat dengan perincian:
- Pesangon Rp30.015.000,00 (tiga puluh
juta lima belas ribu rupiah);
- Kekurangan gaji bulan Januari
Rp2.669.000,00 (dua juta enam ratus enam puluh sembilan ribu rupiah);
Dengan total keseluruhan adalah Rp32.684.000,00
(tiga puluh dua juta enam ratus delapan puluh empat ribu rupiah);
5. Memerintahkan kepada
Tergugat untuk memberikan Surat Referensi Kerja kepada Penggugat;
6. Menolak gugatan Penggugat
untuk selain dan selebihnya;”
Baik pihak perusahaan maupun
pihak karyawan, mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah
Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang,
bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa
alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah
meneliti memori kasasi tanggal 8 Desember 2020 dan 22 Desember 2020 dan kontra
memori kasasi tanggal 29 Desember 2020, dihubungkan dengan pertimbangan Judex
Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta tidak
salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa putusan Judex Facti sudah tepat dan benar
(Judex Facti tidak salah menerapkan hukum), karena Judex Facti telah
melaksanakan hukum acara dengan benar dalam memutus perkara ini serta putusan
Judex Facti tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang;
- Bahwa Penggugat / Termohon Kasasi I adalah pekerja
tetap Tergugat / Pemohon Kasasi I, terhitung dari tanggal 1 November 2018 sampai
dengan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta
diucapkan dengan masa kerja seluruhnya 2 (dua) tahun, dengan jabatan sebagai
Disctrict Sales Manager dan memperoleh upah setiap bulannya sebesar
Rp8.700.000,00;
- Bahwa Penggugat mendapatkan Surat Mutasi Nomor
006/SK/PFI-I/2020 tanggal 16 Januari 2020 sebagai Product Executif di Jakarta, namun
Penggugat menolak mutasi dengan mengirimkan Surat Penolakan Mutasi, selanjutnya
Penggugat menerima Surat
Panggilan Pertama tanggal 23 Januari 2020 dan Surat Panggilan Kedua tanggal 31
Januari 2020 dari Tergugat untuk segera melaksanakan tugas di Jakarta, namun
Penggugat tidak pernah hadir, sehingga Penggugat di PHK oleh Tergugat dengan kualifikasi
mengundurkan diri karena telah mangkir kerja selama 5 hari berturut turut tanpa
keterangan tertulis setelah 2 (dua) kali dipanggil;
- Bahwa benar Penggugat masih tetap hadir bekerja sebagai District Sales Manager
(DSM) di Yogyakarta setelah keluarnya Surat Mutasi, sehingga Penggugat dianggap telah melakukan
pelanggaran terhadap Peraturan Tata Tertib dan Displin Kerja yaitu menolak
perintah mutasi kerja yang merupakan kewenangan dari Tergugat, maka atas
PHK tersebut Penggugat berhak memperoleh Uang Kompensasi PHK sesuai ketentuan Pasal
161 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu
Uang Pesangon sebesar 1 x ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan Uang Penggantian Hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) serta Kekurangan Upah sebagaimana telah
dipertimbangkan dengan tepat oleh Judex Facti;
“Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas ternyata Putusan Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara ini tidak
bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi
yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I: PT PROMEDRAHARDJO FARMASI INDUSTRI dan
Pemohon Kasasi II / Termohon Kasasi I BERTHA SILVINA SUTEJA tersebut, harus
ditolak;
“M
E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: I
PT PROMEDRAHARDJO FARMASI INDUSTRI dan Pemohon Kasasi II BERTHA SILVINA SUTEJA,
tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
