Sengketa Kepemilikan yang Menjelma Kriminalisasi, Isu Hukum yang Klise
Question: Apa mungkin, seseorang bisa didakwa melakukan penggelapan, tapi pihak terdakwa tidak memiliki kuasa untuk menguasai barang tersebut? Semisal, kita dituduh menggelapkan barang-barang di dalam lemari kantor, tapi yang memegang kunci lemari itu ialah manajer kami?
Brief Answer: Mahkamah Agung RI dalam putusannya pernah
membuat pertimbangan hukum : “pengertian maksud memiliki suatu barang harus
telah ada penguasaan barang yang dilakukan oleh Terdakwa secara nyata. Bahwa
barang-barang yang didakwakan kepada Terdakwa, ternyata tidak dikuasai atau
dimiliki oleh Terdakwa. Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, maka unsur
dengan maksud memiliki barang milik orang lain tidak terbukti dalam perkara
ini, oleh karena itu Terdakwa harus dibebaskan.”
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya
sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana register Nomor 949
K/Pid/2010 tanggal 23 November 2010, dimana pada mulanya Terdakwa didakwa dan
divonis pidana “penggelapan” oleh pengadilan. Selanjutnya pihak Terdakwa mengajukan
upaya hukum Kasasi, dengan pokok keberatan bahwa dalam pidana penggelapan, niat
untuk memiIiki barang merupakan maksud dan tujuan unsur menguasai barang milik
pihak lain. Tidak ada penggelapan tanpa menguasai barang dan melepaskan barang
dan kekuasaan pemiliknya.
Berbagai pendapat ahli, mulai
dan doktrin Prof. Wirjono Projodikoro dan Prof Andi Hamzah hingga ke pendapat
R. Soesilo, dengan terang menyatakan bahwa “memiliki” dan “penguasaan barang” dalam
penggelapan tidak cukup dengan hanya menggunakan barang seperti pemilik, tetapi
benar-benar berniat menjadikannya sebagai milik. Fakta yang terungkap di
persiadngan, objek barang bahkan tidak pernah disentuh oleh Terdakwa, juga
Terdakwa tidak menyuruh orang lain untuk menguasai, memindahkan atau
memilikinya. Barang tersebut dalam kekuasaan para pemilik toko.
Dimana terhadapnya, Mahkamah
Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang,
bahwa atas alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa dugaan adanya intervensi pihak pelapor
terhadap Hakim Judex Facti bukanlah merupakan alasan kasasi, karena alasan
kasasi hanyalah menyangkut penerapan hukum dan apabila ada intervensi dari
Hakim Judex Facti, maka masuk dalam ranah kode etik hakim, yang harus
dibuktikan di muka Majelis Kehormatan Hakim;
- Bahwa namun demikian putusan Judex Facti harus
dibatalkan karena salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada
Terdakwa adalah Pasal 372 KUHP, bermaksud memiliki suatu barang milik orang
lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
- Bahwa pengertian maksud memiliki suatu barang harus telah ada penguasaan barang
yang dilakukan oleh Terdakwa secara nyata;
- Bahwa dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
Judex Facti maka ternyata Terdakwa bersama-sama Christopher John James telah melakukan
perubahan gambar pada Light Box yang ada pada toko-toko yang diakui milik CV.
Bali Balance (CV. BB);
- Bahwa perubahan gambar tersebut terjadi setelah
lisensi GSM (operator) PTY.Ltd. memutuskan lisensi CV. BB;
- Bahwa Terdakwa I Wayan Suanda, sebelum pemutusan
lisensi tersebut bekerja di CV. BB;
- Bahwa CV. BB sebelum pemutusan lisensi dengan GSM,
antara lain memasarkan produk Billabong, dengan menggunakan alat-alat promosi seperti
televisi, light box, dan lain-lain;
- Bahwa dengan putusnya hubungan antara Billabong
dengan CV.Bali Balance (CV.BB), Terdakwa pindah ke PT.Billabong dengan jabatan Sales
& Marketing Manager;
- Bahwa toko-toko yang dulu bekerja sama dengan CV.
BB, tetap bekerja sama dengan PT. Billabong, termasuk light box yang telah
terpasang di toko-toko tersebut;
- Bahwa dari fakta-fakta tersebut di atas, Terdakwa
tidak dapat dikatakan telah menguasai alat-alat promosi (light box) tersebut,
karena sesungguhnya apabila CV. BB. berkeberatan alat-alat promosi (light
box) tersebut digunakan oleh PT.Billabong, maka ia dapat menuntutnya secara
perdata;
- Bahwa Terdakwa melakukan perbuatan menyuruh
merubah light box yang ada pada toko-toko yang tadinya langganan dari CV. BB. Bukanlah
tanggungjawab Terdakwa, tetapi tanggung jawab PT.Billabong;
- Bahwa barang-barang yang didakwakan kepada Terdakwa, ternyata tidak dikuasai atau
dimiliki oleh Terdakwa;
- Bahwa dengan demikian unsur Pasal 372 KUHP tidak
terbukti;
- Bahwa dakwaan lainnya yang juga ditujukan kepada
Terdakwa adalah merusak barang milik orang lain (Pasal 406 KUHP);
- Bahwa dari pertimbangan tersebut maka yang menjadi
persoalan lebih dahulu harus dipertimbangkan adalah apakah barang-barang yang dirubah
tersebut adalah milik orang lain;
- Bahwa seperti yang dipertimbangkan di atas, masih
merupakan perselisihan apakah light box yang dirubah merupakan milik CV. BB. ataukah
milik toko ataukah milik PT. Billabong;
- Bahwa oleh karena itu unsur Pasal 406 KUHP juga
tidak terpenuhi;
“Menimbang,
bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, maka unsur dengan maksud memiliki
barang milik orang lain tidak terbukti dalam perkara ini, oleh karena itu
Terdakwa harus dibebaskan;
“Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa
putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 15/Pid/2010/PT.Dps. tanggal 2 Maret 2010
tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah
Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut seperti tertera di bawah ini;
“M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi /
Terdakwa: I WAYAN SUANDA tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No.
15/Pid/2010/PT.Dps. tanggal 2 Maret 2010 yang menguatkan putusan Pengadilan
Negeri Denpasar No. 561/Pid.B/2009/ PN.DPS. tanggal 17 Desember 2009;
MENGADILI SENDIRI:
- Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan
dalam semua dakwaan Jaksa / Penuntut Umum;
- Membebaskan Terdakwa dari semua dakwaan
tersebut;
- Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan
dan harkat serta martabatnya;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
