Konsekuensi Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Tanpa Melalui Prosedur : Dihukum Bayar Pesangon 2 (Kali) Ketentuan Normal

Surat Pemecatan Terselubung yang Formatnya justru Surat Mengunduran Diri untuk Ditanda-Tangani oleh Pekerja secara Paksa

Question: Saya tidak takut dipecat, sepanjang saya tidak melakukan pelanggaran kerja selaku pegawai, agar paling tidak saya berhak atas pesangon sesuai masa kerja. Masalahnya, surat pemecatan yang disodorkan kepada saya justru berupa formulir surat yang isinya ialah pernyataan “mengundurkan diri” yang harus saya tanda-tangani. Ini modus perusahasan, maksudnya apa?

Brief Answer: Itu merupakan modus klasik berbagai perusahaan yang hendak mem-PHK (pemutusan hubungan kerja) pekerja / pegawainya tanpa bersedia mengambil konsekuensi berupa pembayaran hak-hak buruh seperti pesangon dan sebagainya, alias PHK secara terselubung. Yang jelas, pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa melalui prosedur hukum yang semestinya, mengandung konsekuensi hukum yang merugikan pihak pemberi kerja itu sendiri—sepanjang pihak pekerja memberanikan diri untuk menggugat pihak pemberi kerja ke Dinas Tenaga Kerja (mediasi pada Disnaker) sebelum kemudian maju ke Pengadilan Hubungan Industrial, tanpa gentar terhadap intimidasi verbal dan nonverbal dari pihak pemberi kerja.

Bila itu yang terjadi—yakni PHK secara menyimpang dari prosedur hukum ataupun “PHK terselubung” yang sifatnya dipaksakan secara “top to down”—maka pegawai berhak untuk menolak perlakuan demikian, dengan tidak menandatangani surat apapun yang disodorkan oleh pihak perusahaan tempatnya bekerja, dan seketika itu juga mengajukan catatan sengketa hubungan industrial berupa “PHK sepihak” kepada pihak Dinas Tenaga Kerja setempat. Pengadilan Hubungan Industrial akan memberikan “punishment” agar pihak pemberi kerja menjadi jera tidak lagi menyalah-gunakan posisi dominannya terhadap pegawai / karyawan, berupa penghukuman untuk membayar pesangon sebanyak 2 (dua) kali ketentuan PHK normal pada umumnya.

PEMBAHASAN:

Untuk memudahkan pemahaman, dapat SHIETRA & PARTNERS ilustrasikan cerminan konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 837 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 31 Oktober 2016, perkara antara:

- PIMPINAN RESTORAN WAJIR SEAFOOD, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan

- HERMINA MANULANG, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.

Penggugat bekerja pada perusahaan Tergugat sebagai pegawai. Suatu hari, Tergugat mengatakan kepada Penggugat : “kamu saya pecat atau mengundurkan diri. Kalau kamu mau saya pecat saya bayar berapa pun Pesangon kamu.” Keputusan Tergugat, memecat Penggugat dengan Pesangon 3 (tiga) bulan gaji dan Penggugat disuruh menandatangani surat yang telah disediakan oleh Tergugat yang Penggugat tidak ketahui apa isi surat tersebut. Penggugat mengatakan kepada Tergugat “Pak, ini surat apa?” Tergugat menjawab “ini surat pemecatan kamu” sambil menyerahkan surat tersebut kepada Penggugat.

Setelah Penggugat membaca dengan teliti, ternyata surat tersebut adalah surat penguduran diri dan Penggugat tidak mau menandatanganinya. Tergugat memaksa Penggugat untuk menandatangani surat tersebut, lalu Penggugat mengatakan kepada Tergugat “saya akan menandatangani surat ini dengan catatan yang pertama bahwa saya mengundurkan diri secara dipaksa atau di PHK dan yang kedua bahwa saya menerima pesangon harus sesuai dengan Undang-Undang Tenaga Kerja.” Tergugat tidak mau menulis permintaan dari Penggugat dan malah mengatakan kepada Penggugat “Bodoh kali kau ini, semua ini sudah sesuai dengan Undang-Undang Tenaga Kerja bahkan surat ini dari Depnaker sendiri.

Penggugat tetap bersikukuh tidak mau menanda-tangani surat tersebut, sehingga membuat Tergugat marah dengan mengatakan kepada Penggugat “Kau ini bodoh atau apa, ini sudah sesuai dengan Undang-Undang Depnaker, konsepnya itu sudah langsung dari Depnaker, yang kau kiranya ini perusahaan Bapak kau makanya suka kau disini, saya juga punya relasi di Depnaker yaitu Ibu Akrida Kepala Bagian. Kalau kamu tidak percaya biar saya menghubunginya.” Penggugat menanggapi : “Udah hubungi aja pak biar saya tanya apakah ini sudah sesuai dengan Undang-Undang Tenaga Kerja.”

Selanjutnya Supervisor Tergugat mengatakan kepada Penggugat, “Surat ini sudah sesuai dengan konsep Depnaker Hermina dan konsep surat ini sudah langsung dari Depnaker.” Tergugat mengatakan kembali kepada Penggugat, “Sudah begini saja kau mau menandatangani surat ini atau jadi tukang cuci piring yang penting saya tidak mau melihat kamu ada di depan lagi.” Penggugat menjawab, “Saya tidak mau jadi tukang cuci piring dan berikan saya alasan kenapa saya jadi cuci piring.” Tergugat mengatakan, “Tidak perlu alasan dan itu hak saya, pada mau buat posisi kamu dimana.”

Selanjutnya pihak Supervisor mengatakan kembali kepada Penggugat “Itu sudah sesuai dengan konsep Depnaker Hermina. Sudah begini saja Hermina karena kamu tidak mau menandatangani surat ini maka pihak pimpinan memutasikan kamu jadi cuci piring.” Adapun kata terakhir Tergugat kepada Penggugat, ialah “Udah pulang saja kamu, buat apa kamu jadi tukang cuci piring untuk 2 hari disini, saya tidak butuh cuci piring untuk 2 hari. Silahkan kamu mau lapor kemanapun saya ikuti, kamu mau pakai cara-cara apapun saya ikuti, jika kamu melakukan hal buruk ingat ya Hermina, kamu melakukan hal-hal bodoh saya akan bawa ke jalur hukum.”

Menyikapi kejadian demikian, Penggugat yang memaknai sikap pemberi kerja sebagai sebuah “PHK sepihak”, membuat Pengaduan resmi ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara atas keberatan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja sepihak yang dilakukan oleh Tergugat selaku Pimpinan Rumah Makan Wajir Seafood. Mediator dari Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara melaksanakan mediasi sengketa pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat. Oleh karena dalam proses mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka Mediator mengeluarkan anjuran.

Terhadap Surat Anjuran Mediator tersebut, Tergugat tidak menyampaikan sikap apapun sehingga dikatagorikan telah menolaknya. Demikian juga Penggugat keberatan terhadap Anjuran Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara. Penggugat dalam kesempatan ini memohon keadilan dengan mengajukan gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan. Pendirian Penggugat ialah, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan pada asasnya melarang pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja secara sewenang-wenang, sehingga sepatutnya Tergugat mendapat sanksi hukum sepantasnya, yaksi sanksi berupa penghukuman untuk membayar pesangon sebanyak 2 (dua) kali ketentuan normal.

Terhadap gugatan sang pegawai, Pengadilan Hubungan Industrial Medan kemudian mengabulkan tuntutan pembayaran pesangon 2 (dua) kali ketentuan normal yang menjadi pokok gugatan Penggugat, sebagaimana putusan Nomor 190/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Mdn. tanggal 1 Februari 2016, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

- Menyatakan hubungan kerja antara Tergugat dengan Penggugat putus karena pemutusan hubungan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 151 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

- Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat hak-haknya akibat pemutusan hubungan kerja, yaitu uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang pengganti perumahan dan perobatan serta upah bulan Juni 2015 sampai dengan Januari 2016 dikurangi hutang Penggugat, sebesar Rp42.606.600,00 (empat puluh dua juta enam ratus enam ribu enam ratus rupiah);

- Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;”

Pihak pemberi kerja mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 16 Mei 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 28 Juni 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

- Bahwa terbukti Tergugat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud ketentuan dalam Pasal 161 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga patut dan adil bila pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan kompensasi 2 (dua) kali pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

- Bahwa namun demikian putusan Judex Facti / Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan perlu diperbaiki sepanjang mengenai upah proses, dimana upah proses adalah terhitung sejak dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sampai dengan batas waktu jawaban atas Anjuran dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 13 Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dalam hal ini bulan September 2015 sehingga upah proses menjadi 4 (empat) bulan;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PIMPINAN RESTORAN WAJIR SEAFOOD, tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 190/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Mdn., tanggal 1 Februari 2016 sehingga amarnya seperti yang akan disebutkan di bawah ini;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PIMPINAN RESTORAN WAJIR SEAFOOD tersebut;

- Memperbaiki amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 190/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Mdn., tanggal 1 Februari 2016 sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan hubungan kerja antara Tergugat dengan Penggugat putus karena pemutusan hubungan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 151 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

3. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat hak-haknya akibat pemutusan hubungan kerja, yaitu uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang pengganti perumahan dan perobatan serta upah bulan Juni 2015 sampai dengan bulan September 2015 dikurangi hutang Penggugat, sejumlah Rp34.458.600,00 (tiga puluh empat juta empat ratus lima puluh delapan ribu enam ratus rupiah);

4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Iklan Official hukumhukum.com : MATHEMATICS SPECIALIST. Tutor by Mr. Wendy Agustian (Since 1998)

Teaching Mathematics is to teach the students Mathematical concepts, not memorization!

Menyediakan Jasa Kursus Privat & Group Pelajaran Matematika SD, SMP, SMU bagi Siswa di Jakarta, Tangerang, dan Sekitarnya. Kurikulum Lokal maupun Internasional.

Untuk Pendaftaran Murid, Portofolio Kompetensi Mengajar, maupun Kerja Sama, Hubungi: E-Mail : mathematics.specialist.id@gmail.com WA : (+62) 08788-7835-223.

Mathematics Specialist was established in 1998 by Mr. Wendy when he was 15. This is a private tuition that runs by Mr. Wendy himself as sole teacher. He has deep understanding about Mathematics for Primary up to Junior College and Foundation Studies (Grade 1 up to 12), mastering multiples curriculums of Mathematics.

Mathematics for Commerce (Math-C) and Science (Math-S) within UNSW Foundation Studies (UFS) in Indonesia. "Most of the students I handle are not aware of this at all. So for the students who are intended to take UNSW Foundation Studies in Indonesia, if you have questions, do not hesitate to ask. It will be best to prepare yourself way earlier before you really start the program, because it is nearly impossible to form or fix the basics when it has been started."

[NOTE : Pelafalan huruf vokal "e" pada nama Bapak W(e)ndy Agustian, diucapkan sebagaimana pelajafan "e" dalam kata "kepada", bukan "e" pada kata "sen".]

Iklan Resmi di atas telah diverifikasi otentikasinya oleh SHIETRA & PARTNERS.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS