Menjalankan Perintah Atasan yang Diketahui Melanggar Aturan, Bukan Alasan Pemaaf maupun Alasan Pembenar

SENI HIDUP : Tahu Kapan Harus Menyetujui dan Tahu Kapan Harus Tegas MENOLAK atau Berkata “TIDAK”

Question: Bukankah yang terpenting ialah, kita tidak ikut menikmati hasil kejahatan? Terlagipula sebagai bawahan, kami hanya sekadar menjalankan perintah pimpinan kami di kantor.

Brief Answer: Dalam kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), siapa yang menikmati hasil kejahatannya tidaklah cukup relevan. Sekalipun tidak turut menikmati hasil kejahatan, dimana keuntungan dinikmati oleh pihak ketiga ataupun oleh suatu korporasi, maka fakta demikian sudah cukup untuk menjerat siapapun yang terlibat dengan vonis pemidanaan. Karenanya, buang jauh-jauh “mindset” seperti “yang penting tidak ikut menikmati hasil kejahatan’.

Sepanjang perintah atasan telah sesuai prosedur yang berlaku pada suatu korporasi, maka jalankan dengan patuh. Sebaliknya, ketika perintah tersebut justru nyata-nyata disadari telah menyimpang dari “prosedur tetap” institusi, maka apapun konsekuensinya, jangan ikut terlibat serta jangan mau untuk diseret serta ataupun dimanipulasi dengan dijadikan alat / diperalat untuk melakukan kejahatan. Mahkamah Agung RI dalam putusannya pernah membuat pertimbangan hukum yang patut dijadikan pembelajaran bagi publik luas, dengan kutipan sebagai berikut:

Bahwa perintah yang salah dan tidak benar untuk menanda-tangani dan mencairkan kredit (secara) melanggar ketentuan, tidak dapat dijadikan dasar atau alasan untuk membebaskan diri Terdakwa dari tanggungjawab pidana;”

PEMBAHASAN:

Untuk menanamkan pemahaman pentingnya belajar untuk berani mengambil sikap tegas berupa “penolakan” ataupun keberanian untuk konsisten berkata “TIDAK”, dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana korupsi register Nomor 207 PK/Pid.Sus/2016 tanggal 20 Juli 2017. Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Kolaka No. 39/Pid.B/2006/PN.KLK tanggal 16 April 2007, dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

- Menyatakan Terdakwa Drs. H. Idrus Efendi dan Terdakwa M. Yasindaudo, S.E., telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘turut serta melakukan korupsi’;

- Menyatakan Terdakwa H. Abdul Kadir Tata bin Tata tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘turut serta melakukan korupsi";

- Menghukum Terdakwa Drs. H. Idrus Efendi dan Terdakwa M. Yasindaudo, S.E., dengan pidana pnjara selama 1 (satu) tahun dan pidana denda sebesar Rp5.000.000 (lima juta rupiah) subsidair kurungan pengganti denda selama 3 (tiga) bulan;

- Membebaskan Terdakwa H. Abdul Kadir Tata bin Tata dari seluruh dakwaan Penuntut Umum;

- Memulihkan hak-hak Terdakwa Abdul Kadir Tata bin Tata dalam kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya;”

Dalam tingkat banding, putusan di atas dikuatkan. Namun dalam tingkat kasasi, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1653 K/Pid.Sus/2015 tanggal 15 April 2015, putusan sebelumnya dikoreksi dengan amar sebagai berikut:

“MENGADILI :

- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kolaka tersebut;

- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara Nomor 38/Pid/2007/PT.Sultra tanggal 7 Agustus 2007 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kolaka Nomor 39/Pid.B/2006/PN.Klk tanggal 16 April 2007;

Mengadili Sendiri;

- Menyatakan Terdakwa I. Drs. H. Idrus Efendi dan Terdakwa II. M. Yasin Daudo, S.E., dan Terdakwa III. Abdul Kadir Tata bin Tata telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Korupsi secara bersama-sama’;

- Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I. Drs. H. Idrus Efendi, Terdakwa II. M. Yasin Daudo, S.E., dan Terdakwa III. Abdul Kadir Tata bin Tata oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 5 (lima) tahun dan denda masing-masing sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) degnan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 6 (enam) bulan;”

Pihak Terdakwa mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan pemohon peninjauan kembali angka 6, 7, 8, 9 pada pokoknya berpendapat Terdakwa I dan II berperan menjalankan perintah atasan (DIrektur Pemasaran) BPD-Sultra Hj. Rukaya Thamrin dan tidak menikmati dana KPKM sesen pun dari Syamsu Alam, Terdakwa tersangkut karena teledoran. Terdakwa I dan II menjalankan perintah DIreksi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sultra. Permohonan kredit pinjaman modal KKPA oleh syamsu Alam kepada Direksi Bank Pembangunan Daerah Sultra di Kendari, dan bukan ditujukan kepada Bank Pembangunan Daerah Cabang Kolaka. Terdakwa I dan II tidak terkait degnan pengajuan kredit / pinjaman modal KPKM Syamsu Alam kepada BPD Sultra;

"Bawhwa Terdakwa / pemohon peninjauan kembali tidak dapat menghindari atau melepaskan diri dari tanggungjawab pidana karena terdakwa mempunyai tanggungjawab atas akibat yang ditimbulkan dan perbuatan Terdakwa I dan II dalam kaitan penanda-tanganan Surat Perjanjian Kredit oleh Terdakwa kepada 13 orang ketua kelompok tani meskipun atas perintah pimpinan. Terdakwa I selaku Kepala Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sultra cabang Kolaka dan Terdakwa II selaku Kepala Bagian Kredit BPD Sultra Cabang Kolaka telah mengetahui kalau terjadi penyimpangan dalam proses / prosedur atau protap pemberian kredit di BPD Sultra cabang Cultra. Terdakwa mengetahui pada waktu penanda-tanganan perjanjian kredit dokumen / surat tidak lengkap. Namun tetap dilakukan pencairan dan penanda-tanganan perjanjian kredit. Misalnya belum ada pengajuan permohonan kredit namun terjadi pencarian kredit. Bukti hak yang diajukan debitor sebagai agunan / jaminan kredit berupa sertifikat foto copy;

“Bahwa para Terdakwa bersalah melakukan perbuatan karena sudah mengetahui dan memahami kalau agunan / jaminan kredit harus berupa sertifikat asli sebagai salah satu syarat pemberian dan pencairan kredit sebagaimana ditentukan dalam protap (prosedur tetap) yang ada di Bank BPD cabang Sultra-Kendari / cabang Kolaka;

“Bahwa perbuatan para Terdakwa bertentangan dengan ketentuan hukum Perbankan serta syarat pencairan kredit maupun protap yang ada di Bank BPD cabang Sultra / cabang Kolaka;

“Bahwa seharusnya para Terdakwa menolak untuk tidak melaksanakan perintah atasan, Direksi Pemasaran Rukaya Thamrin, karena secara terang benderang telah melanggar ketentuan yang ada. Bahwa perintah yang salah dan tidak benar untuk menanda-tangani dan mencairkan kredit (secara) melanggar ketentuan, tidak dapat dijadikan dasar atau alasan untuk membebaskan diri Terdakwa dari tanggungjawab pidana;

“Bahwa akibat pemberian dan pencairan kredit kepada Syamsu Alam yang mengatas-namakan 13 orang ketua kelompok tani ternyata uang yang diterima Syamsu ALam digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan kredit;

“Bahwa pada waktu penanda-tanganan kredit ada uang sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dicairkan para Terdakwa ke dalam rekening Syamsu Alam atas perintah Rukaya Thamrin, dengan maksud agar uang tersebut disalurkan kepada para petani, tetapi dalam kenyataannya uang tersebut tidak disalurkan melainkan digunakan secara pribadi;

“Bahwa keberatan pemohon peninjauan kembali angka 8 atas pertimbangan Judex Facti bahwa Terdakwa I dan II bersama-sama melakukan persetujuan pemberian kredit / KPKM menurut pemohon peninjauan kembali pertimbangan yang khilaf dan keliru karena Terdakwa bukan pihak yang membuat format perjanjian maupun desain kredit untuk 13 orang ketua kelompok tani. Terdakwa I tidak terkait dengan permohonan kredit oleh Syamsu Alam karena kewenangannya hanya terbatas pada pemberian kredit dengan plapon paling tinggi Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah), selebihnya menjadi kewenangan Direksi BPD-Sultra. Sedangkan pemberian kredit untuk setiap kelompok tani sebesar Rp125.000.000 (seratus dua puluh lima juta rupiah)—Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Sehingga jelas kebijakan pencairan kredit adalah menjadi tanggung-jawab Direksi BPD Sultra;

“Bahwa keberatan ini tidak dapat dibenarkan, keterkaitan atau keterlibatan Terdakwa dalam pertanggung-jawaban pidana dalam perkara a quo bukan karena masalah pembatasan pembagian kewenangan pemberian kredit, melainkan para Terdakwa turut serta atau bersama-sama (Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana) dengan Rukaya Thamrin dalam menyalurkan kredit yang tidak sesuai ketentuan sehingga merugikan keuangan daerah (dalam hal ini BPD cabang Sultra) dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain Syamsu Alam atau korporasi;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan peninjauan kembali dari para Terpidana I. Drs. H. IDRUS EFENSI, II. MUH. YASIN DAUDO, M, S.E., dan III. ABDUL KADIR TATA bin TATA tersebut:”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Iklan Official hukumhukum.com : MATHEMATICS SPECIALIST. Tutor by Mr. Wendy Agustian (Since 1998)

Teaching Mathematics is to teach the students Mathematical concepts, not memorization!

Menyediakan Jasa Kursus Privat & Group Pelajaran Matematika SD, SMP, SMU bagi Siswa di Jakarta, Tangerang, dan Sekitarnya. Kurikulum Lokal maupun Internasional.

Untuk Pendaftaran Murid, Portofolio Kompetensi Mengajar, maupun Kerja Sama, Hubungi: E-Mail : mathematics.specialist.id@gmail.com WA : (+62) 08788-7835-223.

Mathematics Specialist was established in 1998 by Mr. Wendy when he was 15. This is a private tuition that runs by Mr. Wendy himself as sole teacher. He has deep understanding about Mathematics for Primary up to Junior College and Foundation Studies (Grade 1 up to 12), mastering multiples curriculums of Mathematics.

Mathematics for Commerce (Math-C) and Science (Math-S) within UNSW Foundation Studies (UFS) in Indonesia. "Most of the students I handle are not aware of this at all. So for the students who are intended to take UNSW Foundation Studies in Indonesia, if you have questions, do not hesitate to ask. It will be best to prepare yourself way earlier before you really start the program, because it is nearly impossible to form or fix the basics when it has been started."

[NOTE : Pelafalan huruf vokal "e" pada nama Bapak W(e)ndy Agustian, diucapkan sebagaimana pelajafan "e" dalam kata "kepada", bukan "e" pada kata "sen".]

Iklan Resmi di atas telah diverifikasi otentikasinya oleh SHIETRA & PARTNERS.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS