Hukum Agama Syariat Islam Membuat Umat Muslim Berlomba-Lomba Berkubang dan Menimbun Diri dalam Samudera DOSA
Question: Tidak sedikit terdapat umat muslim, yang begitu percaya dirinya bersikeras menyatakan kepada publik bahwa hukum syariat islam (hukum agama islam) harus ditegakkan, barulah negeri dan dunia ini aman, (karena) yang mencuri maka pelakunya akan dipotong tangannya dan yang berzina akan dirajam sampai mati. Apakah memang se-superior itu, yang namanya hukum syariat islam, atau justru sebaliknya? Bukankah banyak warga kita di Arab sana yang justru jadi korban pemerkosaan warga Arab?
Brief Answer: Umat muslim acapkali mengklaim segala sesuatunya
berdasarkan hasil imajinasi fiktif alias “islam versi fantasi”-nya sendiri, dimana
bila kita merujuk langsung sumber otentik agama islam, yakni alquran maupun hadist,
maka kita akan tahu bahwa kesemua klaim umat muslim selama ini hanyalah sejauh
dan sedangkal “hoax” belaka. Adapun hadist perihal “mencuri maka dipotong
tangannya”, mengisahkan bahwa pencuri yang dipotong tangannya sebagai hukuman
atas perbuatannya mencuri justru kembali mencuri untuk kesekian kalinya—alias
tidak efektif membuat jera pelakunya, disamping pelanggaran terhadap
prinsip hukum paling hakiki, yakni hak untuk didengar keterangannya dan membela
diri, bukan tudingan atau tuduhan lalu dijatuhkan vonis hukuman berdasarkan
semata “katanya, katanya, dan katanya”. Hadist tersebut justru nyata-nyata menyampaikan
bahwa hukum potong tangan sama sekali tidak efektif, dan tidak dapat ditafsirkan
sebaliknya.
Perihal berzina, sumber otentik kitab agama islam
justru menegaskan secara tersurat bahwa “budak perempuan” adalah halal hukumnya
disetubuhi sekalipun tanpa dinikahi—alias melegalkan perbudakan manusia, bahkan
“budak seksuil” untuk diekploitasi (ekploitasi manusia yang menyerupai praktik
perdagangan manusia dan perbudakan). “Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
(Q.S. an-Nisa` [4]: 3).
Disamping itu juga terdapat hadist yang
memberikan “kabar gembira” bagi pendosa semacam pencuri maupun penzina,
sekalipun mencuri dan berzina, tetap masuk surga sepanjang pelakunya (sang
pendosa) adalah seorang muslim. Disamping itu, para muslim juga kerap
beralibi-ria, bahwa muslim-pendosa tersebut terlebih dahulu “dibejeg-bejeg” di
neraka sebelum dimasukkan ke surga. Itu sama artinya, nabi rasul Allah pun
sempat mencicipi bokongnya dipanggang di api neraka, terlepas kemudian
ditempatkan ke surga atau tidaknya. “Kabar gembira bagi pendosa”, sama artinya “kabar
buruk” bagi kalangan korban.
Diatas kesemua itu, realitanya ialah : BUNG,
HANYA SEORANG PENDOSA YANG BUTUH PENGHAPUSAN DOSA (abolition of sins). Ada “PENGHAPUSAN DOSA”, artinya “ADA DOSA
UNTUK DIHAPUSKAN’. “ADA DOSA UNTUK DIHAPUSKAN”, artinya “ADA KORBAN YANG
DISAKITI, DILUKAI, MAUPUN DIRUGIKAN”. Disamping itu, ideologi KORUP semacam “PENGHAPUSAN
/ PENGAMPUNAN DOSA” maupun “PENEBUSAN DOSA” sifatnya selalu berkomplomenter
alias bundling dengan “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN”. Faktanya, untuk setiap
harinya, doa-doa para muslim ialah doa-doa tidak tidak bertanggung-jawab
bernama permohonan “PENGHAPUSAN DOSA”, dimana setiap hari raya Lebaran para
muslim pesta-pora “OBRAL PENGHAPUSAN DOSA” sekalipun konsumsi meningkat dan minta
dihormati, dan pada saat meninggal dunia pun berdoa mengharap “DIHAPUS DOSA-DOSANYA”.
Alhasil, para muslim lebih sibuk menjalani ritual
permohonan “PENGHAPUSAN DOSA” alih-alih lebih sibuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan
buruknya sendiri. Terhadap dosa dan maksiat, karenanya, para muslim begitu
kompromistik (BUAT DOSA, SIAPA TAKUT, ADA PENGHAPUSAN DOSA!). Disaat bersamaan, terhadap kaum yang berbeda keyakinan, para
muslim begitu intoleran. Babi, mereka sebut sebagai haram. Namun, “PENGHAPUSAN DOSA”
(ideologi KORUP bagi “KORUPTOR DOSA”), disebut halal—bahkan dijadikan maskot “halal lifestyle”. Praktis, mereka
bukanlah kaum paling superior, justru sebaliknya, kasta paling rendah dan
paling hina karena mereka begitu pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik
dan disaat bersamaan begitu pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan
buruk mereka sendiri.
PEMBAHASAN:
Tidak ada ajaran yang lebih kotor, rendah,
dangkal, jorok, tercela, nista, serta lebih menjijikkan daripada ideologi KORUP
bernama “PENGHAPUSAN DOSA”—bagi pendosa, tentunya. Orang suci maupun kaum
ksatria manakah, yang butuh ideologi KORUP dan kotor semacam itu? Ibarat kotoran
beracun (ideologi yang lebih toxic daripada
komun!sme yang bahkan tidak mengajarkan sikap-sikap cuci-tangan dari dosa
demikian), telah ternyata para muslim termakan dan memakan kotoran-kotoran tersebut,
menjelma PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA yang bermabuk-mabukan berkubang dan
menimbun diri dalam dosa-dosa, serta disaat bersamaan mencandu “PENGHAPUSAN
DOSA” yang begitu adiktif sehingga merusak “standar moral” umat manusia
pemeluknya.
Benarkah, hukum syariat islam, pro terhadap
korban? Allah yang digambarkan dalam islam, justru menggambarkan betapa Allah PRO
terhadap PENDOSA. Jika memang ajaran islam membuat peradaban manusia menjadi
bersih dari kejahatan, maka mengapa para umatnya justru tergila-gila, berlomba-lomba,
bermabuk-mabukan, serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA” sehingga menjelma “KORUPTOR
DOSA” yang mengorupsi dosa-dosa? Mengapa para muslim yang melakukan “KORUPSI
DOSA”, tidak dipotong tangannya?—kesemuanya dikutip dari
Hadis Sahih Muslim:
- No.
4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi
bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan
ampunan sebesar itu pula.”
- No.
4857 : “Barang siapa membaca
Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus
kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus,
meskipun sebanyak buih lautan.”
- No.
4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a;
Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah
aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”
- No.
4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk
Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian
disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini
warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku,
kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku
rizki).”
- No.
4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya
saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha
Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu
memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
selamatkanlah aku,”
- Aku
mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja
yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya,
‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih
Bukhari 6933]
- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah
ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap
kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi.
Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai
setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi
ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan
sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan
sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No.
3540]
“Standar
moral” semacam apakah, yang menjadi sunnah nabi rasul Allah, yang oleh para ibu-ibu
pengajian dipuja-puji setinggi langit sebagai manusia paling sempurna, paling
suci, paling baik, paling mulia, tauladan terbaik, serta sebagai “kekasih Allah”?
Telah ternyata berupa teladan MABUK dan TERGILA-GILA MENCANDU PENGHAPUSAN
DOSA—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:
- No.
4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah
tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah
menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa
sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan
yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang
do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia
menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku
lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari keburukkan
sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku
lakukan.’”
- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan
perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah
kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas
dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku,”
- Aisyah
bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya
bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu
maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi
seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR
Bukhari Muslim]
Ironisnya, para muslim berdelusi dengan memandang
kaum mereka memonopoli kaum manusia dengan SQ tertinggi—meski faktanya Bangsa Indonesia
notabene merupakan “warga IQ 78” (tingkat IQ dengan skor 70 sudah tergolong “disfungsi
kognitif”)—dimana mereka gagal untuk membedakan mana yang terpuji dan yang
tercela, yang baik dan yang buruk, dimana bahkan “Agama DOSA yang bersumber dari
Kitab DOSA” pun dipuja-puji setinggi langit sebagai “Agama SUCI dari Kitab SUCI”.
Pendosa, namun berbicara panjang-lebar serta
berceramah perihal akhlak serta hidup jujur, suci, adil, baik, mulia, terpuji,
luhur, dan unggul? Itu ibarat ORANG BUTA yang hendak menuntun para butawan
lainnya, berbondong-bondong mereka menceburkan diri mereka ke dalam lembah nista
gelap bernama “kubangan DOSA”. Neraka pun dipandang sebagai surga, dan surga
pun diyakini sebagai neraka.
Berkebalikan dengan ajaran-ajaran KORUP bagi para
“KORUPTOR DOSA” diatas, Sang Buddha tegas bersabda secara konsisten:
[dikutip dari Dhammapada dan Aṅguttara Nikāya]
316. Barangsiapa malu
terhadap hal tak memalukan, tidak malu terhadap hal memalukan; mereka yang
memegang pandangan keliru itu akan menuju ke alam sengsara.
317. Juga, barangsiapa takut
terhadap hal tak menakutkan, tidak takut terhadap hal menakutkan; mereka yang
memegang pandangan keliru itu akan menuju ke alam sengsara.
318. Barangsiapa menganggap
tercela terhadap hal tak tercela, menganggap tak tercela terhadap hal tercela;
mereka yang memegang pandangan keliru itu akan menuju ke alam sengsara.
319. Sebaliknya, barangsiapa
menyadari hal tercela sebagai yang tercela, menyadari hal tak tercela sebagai
yang tak tercela; mereka yang memegang pandangan benar itu akan menuju ke alam
bahagia.
“Para bhikkhu, ada empat jenis
orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Orang yang mengikuti arus; orang
yang melawan arus; orang yang kokoh dalam pikiran; dan orang yang telah
menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang berdiri di atas daratan
yang tinggi.
(1) “Dan apakah orang yang
mengikuti arus? Di sini, seseorang menikmati kenikmatan indria dan melakukan
perbuatan-perbuatan buruk. Ini disebut orang yang mengikuti arus.
(2) “Dan apakah orang yang
melawan arus? Di sini, seseorang tidak menikmati kenikmatan indria atau
melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Bahkan dengan kesakitan dan kesedihan,
menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia menjalani kehidupan spiritual
yang lengkap dan murni. Ini disebut orang yang melawan arus.
“Para bhikkhu, dengan memiliki
lima kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.
Apakah lima ini?
(1) Tanpa menyelidiki dan
tanpa memeriksa, ia memuji seorang yang layak dicela.
(2) Tanpa menyelidiki dan
tanpa memeriksa, ia mencela seorang yang layak dipuji.
“Para bhikkhu, dengan memiliki
lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah
dibawa ke sana. Apakah lima ini?
(1) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencela seorang yang
layak dicela.
(2) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia memuji seorang yang
layak dipuji.