Putusan yang Eksekusinya Digantungkan pada Itikad Baik Tergugat / Tereksekusi

Sipil Vs. Pemerintah Daerah, Gugatan yang Selalu Diwarnai Kondisi Tidak Menguntungkan (Riskan) dimana Penggugat Berakhir pada “Menang Diatas Kertas”

Question: Tertarik untuk turut menyertakan diri sebagai penyedia barang dalam proyek pengadaan barang yang diselenggarakan pemerintah daerah. Apakah ada resikonya? Tidak mungkin juga kan pemerintah akan mencelakai rakyatnya dengan tidak membayar alias wanprestasi, sehingga semestinya lebih aman berbisnis dengan pemerintah ketimbang dengan swasta lainnya yang kerap cidera janji dalam urusan tagih-menagih pembayarannya dikemudian hari.

Brief Answer: Secara teori pada hukum acara perdata, jenis-jenis diktum atau amar putusan Majelis Hakim di pengadilan perkara perdata, terdiri dari tiga jenis, yakni amar putusan dengan karakter “menghukum” (condemnatoir), “menyatakan” (declaratoir), serta yang bersifat penentuan suatu “keadaan hukum baru” semisal dari ada menjadi ada, atau sebaliknya, dari milik suatu pihak menjadi milik pihak lainnya, dari semula sah menjadi tidak sah (constitutief). Yang dapat dieksekusi oleh pengadilan, hanyalah amar dengan jenis “penghukuman” (condemnatoir), sementara itu amar jenis lainnya tidak dapat dieksekusi oleh pengadilan.

Akan tetapi dalam setiap gugat-menggugat yang problematik dimana sipil berhadap-hadapan dengan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah, seringkali Majelis Hakim pemeriksa dan pemutus perkara di pengadilan membuat jenis ragam variasi amar putusan lainnya, seperti “mengusulkan”, “mengimbau”, “menyarankan”, atau istilah-istilah sejenis lainnya yang pada pokoknya tidak dapat dieksekusi secara paksa sebagaimana eksekusi putusan pada umumnya—sehingga semata digantungkan pada itikad baik pihak Tergugat untuk memenuhinya secara sukarela atas kesadaran pribadi ataupun tanggung-jawab moril berdasarkan “etika bisnis”, dimana atau bilamana pihak Tereksekusi tidak mengindahkan amar putusan maka dapat dipastikan pemohon eksekusi (dalam hal ini pihak Penggugat) yang memenangkan gugatan hanya akan berakhir dalam kondisi “gigit jari” alias mendapati keadaan sebagaimana anekdot klasik dunia hukum, bahwa “menang jadi arang, kalah jadi abu”.

PEMBAHASAN:

Sebagai ilustrasi konkret yang cukup representatif, dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk contoh konkret putusan Pengadilan Negeri Semarang sengketa gugatan perdata register Nomor 443/Pdt.G/2015/PN.Smg tanggal 12 Agustus 2015, perkara antara SUGIANTO PRAGUNADI (Penggugat) Vs. Pemerintah Kota Semarang (Tergugat 1), DPRD Kota Semarang (Tergugat 2), Camat Semarang Utara (Tergugat 3), Camat Gayamsari (Tergugat 4), Camat Tembalang (Tergugat 5), Camat Pedurungan (Tergugat 6), Camat Genuk (Tergugat 7), dan Camat Candisari (Tergugat 8).

Dimana terhadap gugatan terkait pengadaan barang dan jasa demikian yang selalu diwarnai dilematika ketika pihak pengguna barang / jasa dari pihak pemerintah ingkar-janji terhadap realisasi pembayaran, Pengadilan Negeri Semarang membuat amar putusan sebagai berikut:

 M E N G A D I L I :

DALAM POKOK PERKARA:

I. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

II. Menyatakan Tergugat-1 sebagai Pengguna Anggaran Pemerintah Kota Semarang telah berutang kepada Penggugat sejumlah Rp.3.178.085.913,- (Tiga milyard seratus tujuh puluh delapan juta delapan puluh lima ribu sembilan ratus tiga belas rupiah);

III. Menyatakan utang Tergugat-1 kepada Penggugat sejumlah Rp.3.178.085.913,- (Tiga milyard seratus tujuh puluh delapan juta delapan puluh lima ribu sembilan ratus tiga belas rupiah) ditambah dengan bunga atau denda sebagai hukuman sebesar 3% (Tiga persen) per bulan dari keseluruhan tagihan Penggugat dihitung sejak tanggal 01 Januari 2012 sampai dengan putusan atas perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai utang Pemerintah Kota Semarang dan karenanya harus dibayar dari uang APBD atau APBD perubahan Pemerintah Kota Semarang;

IV. Memerintahkan kepada Tergugat I untuk mengusulkan kepada Tergugat II agar tagihan Penggugat ditambah bunga / denda tersebut dapat dimasukkan sebagai bahan penyusunan rancangan Perda tentang APBD atau APBD Perubahan tahun anggaran Pemerintah Daerah Kota Semarang dengan seketika dan sekaligus setelah putusan atas perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap;

V. Menyatakan Tergugat-1 telah melakukan perbuatan ingkar janji untuk membayar tagihan-tagihan Penggugat sejumlah Rp.3.178.085.913,- (Tiga milyard seratus tujuh puluh delapan juta delapan puluh lima ribu sembilan ratus tiga belas rupiah);”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS