Lebih Baik Surat Gugatan Menyertakan Turut Tergugat Selengkap Mungkin, Memitigasi Resiko Gugatanya Dinyatakan “KURANG PIHAK”
Question: Jika yang hendak kami gugat ialah masalah pencantuman nama kami pada daftar “black-list” debitor pada SLIK (sistem layanan informasi keuangan debitor) yang diselenggarakan oleh OJK, karena status kredit kami sebetulnya sudah lama kami lunasi, mengakibatkan kini kami tidak bisa kembali meminjam kredit dari perusahaan leasing maupun bank lainnya, maka dalam gugatan kami kepada bank tersebut, apakah OJK harus turut digugat sebagai “turut tergugat”?
Brief Answer: Segala data yang tercantum dalam SLIK yang
dikelola oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), adalah data-data yang di-input oleh
lembaga pembiayaan maupun berbagai lembaga keuangan secara swadaya / mandiri,
tanpa perlu izin ataupun persetujuan OJK. Baik mengisi maupun menghapus
informasi debitor, dapat dilakukan sepihak oleh masing-masing lembaga keuangan
maupun lembaga pembiayaan tersebut, sehingga pihak lembaga keuangan /
pembiayaan yang keliru memasukkan “input data debitor”, dapat dimintakan kepada
pengadilan agar dihukum untuk memperbaharui data atau mengoreksinya, tanpa
keterlibatan OJK sama sekali alias tanpa perlu melibatkan OJK.
Berangkat dari paradigma berpikir demikian, maka
OJK sejatinya tidak perlu turut digugat, mengingat memang bukanlah OJK yang
meng-input maupun yang meng-hapus data-data dalam SLIK. Namun, untuk antisipasi
putusan yang “mengada-ngada” dengan maksud mencoba untuk berkelit sedemikian
rupa alias “mencari-cari kesalahan”, tidak ada salahnya OJK turut ditarik
sebagai “Turut Tergugat”, agar gugatan tidak dinyatakan “KURANG PIHAK”—sekalipun
Turut Tergugat acapkali tidak pernah hadir ke persidangan.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman,
untuk itu dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya
sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Medan sengketa register Nomor 463/Pdt/2019/PT.MDN
tanggal 18 Desember 2019, perkara antara:
- SAHPRI, sebagai Pembanding semula
selaku Penggugat; melawan
1. PT. AL IJARAH INDONESIA
FINANCE PUSAT, selaku Terbanding semula Tergugat; dan
2. PT. BANK UOB INDONESIA, Turut
Terbanding I, semula Turut Tergugat I.
3. Bank Indonesia, Turut
Terbanding II, semula Turut Tergugat II.
Penggugat adalah salah seorang
nasabah Tergugat yang memperoleh pinjaman kredit dari Perusahaan Tergugat. Tanggal
03 Maret 2011, Penggugat dan Tergugat menandatangani Kontrak Pembiayaan atas
pembelian secara kredit 1 (satu) unit Mobil dengan jumlah pokok Pembiayaan
sebesara Rp.127.880.000. Penggugat selalu membayar angsuran kredit, dengan cara
mencicil kepada Tergugat selama 5 tahun. Penggugat telah melunasi seluruh
hutang / pinjaman kreditnya kepada Tergugat, sebagaimana tertuang dalam surat Tergugat
tertanggal 23 September 2016, Perihal : “Surat Keterangan Selesai Kewajiban”.
Tanggal 15 September 2016,
Penggugat berencana untuk membeli I (satu) Unit Ruko. Untuk merealisasikan
masksud dan tujuan Penggugat tersebut, Penggugat mengajukan permohonan pinjaman
kredit / KPR kepada Turut Tergugat I, dengan jumlah pinjaman sebesar
Rp.9.000.000.000. Akan tetapi, meskipun Penggugat telah memenuhi persyaratan administrasi
yang diminta oleh pihak Turut Tergugat I, namun permohonan KPR yang Penggugat
mohonkan “ditolak” oleh Turut Tergugat I dengan alasan : berdasarkan adanya
Informasi Bank Indonesia (Turut Tergugat II), telah ternyata Penggugat ada
catatan “kredit macet” kepada Tergugat dengan status Coll 5 (blacklist).
Alasan penolakan pinjaman
kredit Penggugat yang disampaikan oleh Turut Tergugat I kepada Penggugat, membuat
Penggugat sangat terkejut. Untuk mengetahui kepastiannya, Penggugat telah melakukan
check data Sistim Informasi Debitur (SID) History di Bank Indonesia Pusat (Turut
Tergugat II), dan ternyata benar bahwa ada catatan “kredit macet” Penggugat
terhadap Tergugat dengan status “Coll 5” (Black
List) berdasarkan copy SID history yang diserahkan oleh Karyawan Turut
Tergugat II kepada Penggugat. Selain Penggugat dicantum dalam status “Coll 5”,
ternyata Penggugat juga tercatat masih memiliki kewajiban tunggakan yang belum diselesaikan
kepada Tergugat sebesar IDR 7.778.409 lagi dengan lama tunggakan yang belum
diselesaikan selama 273 hari.
Dari data SID History yang
diterima oleh Penggugat dari Turut Tergugat II tersebut, diketahui bahwa
Penggugat masih memiliki kewajiban pembayaran kredit terhadap Tergugat, sekalipun
“tunggakan” kredit tersebut terjadi akibat kesalahan (fraud berunsur pidana) dari pegawai Tergugat yang bernama Dedek Kurniawan
yang telah menggelapkan uang cicilan kredit Penggugat, hal ini terbukti dari
penarikan asli kwitansi pembayaran kredit Penggugat kepada Tergugat untuk
pembayaran angsuran yang ke-51 telah disita oleh pihak Kepolisian untuk
dijadikan sebagai bukti dalam “tindak pidana penggelapan” yang dilakukan oleh pegawai
Tergugat tersebut, hal mana juga diakui oleh pihak Tergugat, dimana atas
kejadian tersebut Tergugat telah meminta maaf kepada Penggugat.
Sekalipun Tergugat telah
mengetahui bahwa hal itu terjadi atas kesalahan karyawan Tergugat yang
merupakan tanggung jawab Tergugat selaku “majikan” (vicarious liability), namun Tergugat tetap telah sengaja tidak
menginformasikan hal tersebut kepada pihak Turut Tergugat II, dengan maksud
agar Penggugat terdaftar dalam data SID History Turut Tergugat II dengan status
“Coll 5” (Black List) alias tetap dibiarkan masuk dalam “daftar hitam”. Penggugat
telah mencoba menyelesaikan permasalahan ini secara musyawarah dan kekeluargaan
dengan meminta secara baik-baik kepada Tergugat agar memutihkan atau
membersihkan catatan status “Coll 5” (Black List) terhadap Penggugat tersebut
dicabut, karena hanya Tergugatlah yang dapat memutihkan atau membersihkan
catatan “Coll 5” dimaksud, dengan cara memberitahukan kepada Turut Tergugat II
bahwa hal itu terjadi bukan karena kesalahan Penggugat, tetapi hal itu terjadi
akibat dari kesalahan karyawan Tergugat yang juga merupakan tanggung jawab
Tergugat.
Akan tetapi sampai saat gugatan
ini diajukan, Tergugat belum juga melakukan tindakan dengan menginformasikan
kepada Turut Tergugat II agar status “Coll 5” Penggugat diputihkan atau
dibersihkan oleh Turut Tergugat II, dengan demikian Tergugat tidak memiliki
itikad baik untuk memulihkan / memutihkan nama baik Penggugat, maka tidak ada
jalan lain lagi bagi Penggugat selain memproses permasalahan ini melalui jalur
hukum yakni dengan mengajukan gugatan terhadap Tergugat di Pengadilan Negeri.
Akibat catatan status “Coll 5”
(Black List) atas diri Penggugat di Bank Indonesia (Turut Tergugat II, kini
OJK), telah mengakibatkan Penggugat tidak bisa lagi mendapatkan pinjaman kredit
alias selalu ditolak apabila Penggugat mengajukan pinjaman kredit baik kepada Lembaga
Pembiayaan maupun Lembaga Keuangan manapun, sehingga sangat merugikan pihak
Penggugat. Perbuatan dan tindakan Tergugat yang tidak bersedia mengajukan kepada
pihak Turut Tergugat II agar dilakukan pencabutan daftar Black List / Status “Coll
5” atas diri Penggugat meskipun hal itu terjadi akibat kesalahan karyawan
Tergugat yang juga merupakan tanggung jawab Tergugat, sekalipun Penggugat juga
telah melunasi seluruh kredit Penggugat kepada Tergugat sejak tanggal 12
Februari 2016, adalah merupakan perbuatan dan tindakan yang dapat dikualifisir
sebagai “perbuatan melawan hukum” (onrecht
matigedaad).
Akibat dari perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Tergugat tersebut, timbul kerugian bagi Penggugat.
Adapun bantahan pihak Tergugat, pembiayaan dimaksud disepakati antara Tergugat dan
Penggugat melalui skema Akad Pembiayaan “Al Murabahah” (pembiayaan syariah)
tanggal 01 Maret 2011, dengan demikian pembiayaan dimaksud dilakukan
berdasarkan Prinsip Syariah Islam, oleh karenanya segala akibat dari hubungan
hukum antara Penggugat dan Tergugat pada pembiayaan “Al Murabahah”, maka proses
penyelesaian sengketa perkara a quo
merupakan kewenangan Peradilan Agama.
Seandainya Penggugat berdalil
bahwa gugatan a quo tidak terkait
dengan isi “Akad Murabahah”, namun merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH),
maka berdasar hasil Pertemuan hakim-hakim Pengadilan Agama di Denpasar Bali,
cukup jelas disimpulkan bahwa : “Pengadilan
Agama memiliki kewenangan terhadap perbuatan melawan hukum yang terkait perkara
ekonomi syariah. Dasar hukum dari kewenangan tersebut adalah ketentuan Pasal 50
ayat 2 UU No. 3 Tahun 2006 yang memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama
untuk memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek
sengketa dari perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana
diatur dalam Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006.”
Tergugat mengutip pendapat Ahli
Hukum (doktrin) Dr.H. Hasbi Hasan, MH. (Pengantar : Prof.Dr.Bagir Manan.,
S.H.M.CL) pada buku “Kompetensi Peradilan Agama (Dalam Penyelesaian Perkara
Ekonomi Syariah, Edisi Revisi)” diterbitkan oleh Gramata Publishing Tahun 2010,
halaman 123 yang pada pokoknya sebagai berikut:
“Peradilan Agama memiliki kompetensi
absolut dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di antara para
pihak yang terlibat dalam perjanjian (akad) ketika terjadi sengketa antara
mereka antara lain:
(a) para pihak yang bertransaksi mengenai gugatan wanprestasi,
gugatan pembatalan transaksi; dan
(b) pihak ketiga dan para pihak yang bertransaksi mengenai pembatalan
transaksi, pembatalan akta hak tanggungan, perlawanan sita jaminan, dan/atau
sita eksekusi serta pembatalan lelang.”
Atas dasar alibi tersebut,
Tergugat mendalilkan bahwa Pengadilan Negeri Medan tidak mempunyai kewenangan untuk
memeriksa serta memutus perkara a quo,
oleh sebab perkara terkait dengan kegiatan bisnis syariah yang merupakan
lingkup kompetensi dari Pengadilan Agama, oleh karenanya Pengadilan Negeri
Medan demi hukum harus menolak atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
Penggugat “tidak dapat menerima” karena keliru “kompetensi absolut”.
Terhadap gugatan sang mantan nasabah,
Pengadilan Negeri Medan kemudian menjatuhkan putusannya sebagaimana register
Nomor 615/Pdt.G/2016/PN.Mdn tanggal 13 September 2017, dengan pertimbangan
hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa Penggugat
adalah salah seorang nasabah Tergugat yang memperoleh pinjaman kredit dari Perusahaan
Tergugat kemudian pada tanggal 03 Maret 2011 Penggugat dan Tergugat membuat dan
menandatangani Kontrak Pembiayaan atas pembelian secara kredit 1 (satu) unit
Mobil Penumpang, Merk Daihatsu, Type Grandmax MB 15 DPCS, No.Polisi BK 1962 KQ,
No.Mesin DBX5591, No. Rangka MHKV3CA3JBK008176, Tahun Pembuatan 2011, dengan
jumlah pokok pembiayaan sebesar Rp.127.880,000,- (seratus dua puluh tujuh juta
delapan ratus delapan puluh ribu rupiah), sebagaimana tertuang dalam Kontrak
Perjanjian Nomor : 40100010015811;
“Menimbang bahwa Penggugat
selalu membayar angsuran kredit Penggugat tersebut diatas dengan cara mencicil
kepada Tergugat selama 5 (lima) Tahun atau selama 60 (enam puluh) Bulan, dengan
jumlah angsuran setiap bulannya adalah sebesar Rp.2.964.000,- (dua juta
sembilan ratus enam puluh empat ribu rupiah), sebagaimana dibuktikan denan
bukti P-4.1 sampai dengan bukti P-4.36 dan juga dikuatkan oleh surat Tergugat Nomor
: 03/Alijarah/MDN/IX/2016, tertanggal 23 September 2016, Perihal : “Surat
Keterangan Selesai Kewajiban”;
“Menimbang bahwa selanjutnya Tergugat
juga mendalilkan bahwa Penggugat dan Tergugat mempunyai hubungan hukum berupa
akad pembiayaan Nomor : 40100010015811 tanggal 1 Maret 2011 (Vide Bukti T-1
bersesuaian dengan bukti P-1) dan dalam melakukan pembayaran dari bulan pertama
sampai dengan bulan ke-60 (enam puluh) selalu membayar setiap bulannya (Vide bukti
T-2 bersesuaian dengan bukti P-3);
“Menimbang, bahwa selanjutnya Turut
Tergugat II mendalilkan bahwa yang bertanggung jawab atas dicatatkannya
Penggugat ke SID History Bank Indonesia dengan Status Coll 5 (black list)
adalah Tergugat sebagai Pelapor, maka segala akibat hukum yang timbul adalah
tanggung Jawab Tergugat;
“MENGADILI :
DALAM EKSEPSI:
- Menolak Eksepsi Tergugat dan Turut Tergugat II untuk seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian;
2. Menyatakan demi hukum bahwa perbuatan dan tindakan Tergugat yang tidak
mau mengajukan kepada pihak Bank Indonesia / Turut Tergugat II agar dilakukan
pencabutan daftar Black List / Status Coll 5 atas diri Penggugat adalah
merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);
3. Menghukum Tergugat memuat permohonan maaf kepada Penggugat di Harian
Waspada selama 1 (satu) hari dan dengan ukuran 10 x 15 cm saja;
4. Menghukum Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk tunduk dan
taat pada putusan ini;
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;”
Sekalipun sebagian pokok
tuntutan dalam gugatan telah dikabulkan oleh Pengadilan Negeri, meski tuntutan
ganti-rugi yang diajukan sang mantan nasabah tidak dikabulkan Majelis Hakim, pihak
Penggugat tetap mengajukan upaya hukum Banding, dimana terhadapnya Pengadilan
Tinggi membuat pertimbangan serta amar putusan secara sumir, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah
mempelajari dengan seksama berkas perkara dan surat-surat yang berhubungan
dengan perkara ini, turunan resmi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor
615/Pdt.G/2016/PN Mdn tanggal 13 September 2017, serta memori banding dari
Kuasa Hukum Pembanding semula Penggugat dan kontra memori banding dari Kuasa
Hukum Terbanding semula Tergugat, tersebut ternyata tidak ada fakta yang dapat
mengubah putusan oleh karena itu Pengadilan Tingkat Banding berpendapat bahwa
Putusan Pengadilan Tingkat Pertama sudah tepat dan benar sehingga diambil alih
sebagai pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Banding sendiri dalam memeriksa dan memutus
perkara ini;
“Menimbang, bahwa dengan
memperhatikan memori banding dan kontra memori banding seperti terurai diatas,
dihubungkan dengan pertimbangan hukum Hakim Tingkat Pertama maka Hakim Tingkat
Banding berpendapat bahwa alasan-alasan Pembanding semula Penggugat dalam
memori bandingnya baik tentang eksepsi maupun pokok perkara telah
dipertimbangkan dalam putusan dan Hakim Tingkat Banding dapat menyetujui dan
membenarkan putusan Hakim Tingkat Pertama, oleh karena dalam pertimbangan-pertimbangan
hukumnya telah memuat dan menguraikan dengan tepat dan benar semua keadaan
serta alasan-alasan yang menjadi dasar dalam mengambil keputusan;
“Menimbang, bahwa ternyata
memori banding adalah pengulangan dari jawaban, dan telah dipertimbangkan oleh
Hakim Tingkat Pertama dengan benar serta tidak ditemukan hal-hal baru yang
dapat membatalkan putusan Hakim Tingkat Pertama, maka memori banding tersebut
tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut;
“M E N G A D I L I :
- Menerima permohonan banding dari Kuasa Hukum Pembanding semula Pengugat
tersebut;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor
615/Pdt.G/2016/PN.Mdn tanggal 13 September 2017, yang dimohonkan banding;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.