Mengundurkan Diri karena Kemauan Sendiri, Tidak Berhak Atas “Upah Proses” ketika Pekerja Menggugat Pemberi Kerja

Mengundurkan Diri karena Kemauan Sendiri  Vs. Mengundurkan Diri karena Tekanan Pemberi Kerja

Question: Bila seorang pegawai, mengundurkan diri karena pilihan atau kehendaknya sendiri, bukan karena perusahaan mau efisiensi jumlah karyawan, maka bila dikemudian hari pegawai yang mengundurkan diri ini menggugat perusahaan dengan maksud untuk membatalkan pengunduran dirinya, apakah ia masih berhak juga menuntut “upah proses” selama berlangsungnya gugat-menggugat?

Brief Answer: Mengundurkan diri yang betul timbul atas kemauan pribadi sang pegawai, pada prinsipnya tidak lagi dapat dicabut secara sepihak oleh pihak pekerja, karenanya sekalipun sang pekerja berupaya untuk menggugat pihak perusahaan agar dipekerjakan kembali, maka “upah selama berlangsungnya proses gugatan hingga terbit putusan” (upah proses) tidak dapat diberikan oleh hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial.

Konteksnya akan berbeda, bila pengunduran diri sang pekerja ialah akibat tekanan dari pihak pemberi kerja alias “PHK terselubung”—semisal sebagai buntut dari pelanggaran atas peraturan perusahaan sementara perusahaan tidak bersedia mengeluarkan biaya untuk PHK (pemutusan hubungan kerja) yang disertai pesangon—dimana dari sejak awal sang pekerja tidak pernah memiliki niat untuk mengundurkan diri.

PEMBAHASAN:

Tampaknya, Pekerja / buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, hanya memperoleh uang penggantian hak, sekalipun kemudian menggugat pihak pemberi kerja. Untuk memudahkan pemahaman, dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan ilustrasi konkretnya sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 1354 K/Pdt.Sus-PHI/2017 tanggal 13 November 2017, perkara antara:

- RUDERICUS AGUNG NUGROHO, sebagai Pemohon Kasasi dahulu selaku Penggugat; melawan

- PT INDOMARCO ADI PRIMA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.

Penggugat diberhentikan secara mendadak dengan cara dipaksa membuat surat pengunduran diri. Terhadap sengketa ini, yang menjadi anjuran dari pihak Mediator pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker) Pemerintah Kabupaten Malang, berupa:

1. Agar Perusahaan mempekerjakan Kembali pekerja pada posisi semula;

2. Agar para pihak memberikan tanggapan terhadap anjuran ini paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat anjuran.

3. Agar para pihak mengupayakan penyelesaian ke Pengadilan Hubungan Industrial di Surabaya bila salah satu pihak menolak / tidak menerima anjuran ini.

Penggugat dalam gugatannya juga menuntut atas upah / gaji yang belum dibayarkan selama proses penyelesaian perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini hingga putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap, sebagaimana Putusan Mahmakah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011 tanggal 19 September 2011, yang mewajibkan pihak pemberi kerja membayar upah kerja yang belum dibayarkan selama proses penyelesaian perselisihan pengakhiran hubungan kerja, yang pada pokoknya menyatakan bahwa upah / gaji selama proses penyelesaian perselisihan PHI dihitung sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap.

Adapun bantahan pihak Tergugat, pihak Penggugat selaku pekerja telah membuat pernyataan diatas materai yang berisi : “menyatakan untuk menjalankan tugas sebagai PGAM yaitu melakukan tugas kontrol terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab sebagai tugas PGAM dan apabila tidak menjalankan tugas sesuai dengan tugas dan tanggung jawab sebagai tugas PGAM bersedia untuk menerima sanksi yaitu dengan cara mengundurkan diri sebagai PGAM”.

Pihak pekerja juga telah mendapatkan Surat peringatan ke-3 yang telah diterima oleh Penggugat karena melanggar Perjanjian Kerja Bersama dimana Penggugat telah membuat surat pernyataan yang berisi Penggugat berkomitmen untuk menjalankan tugas sebagai PGAM dan apabila Penggugat tidak menjalankan fungsi tugas PGAM maka Penggugat bersedia mengundurkan diri.

Pengunduran diri tersebut, menurut Tergugat, dibuat berdasarkan kemauan dan keinginan Penggugat sebagai bentuk tanggung jawab karena mengakui kesalahan yang telah dilakukan tidak menjalankan perintah atasan dan penyalahgunaan wewenang yang telah diakui Penggugat secara lisan di depan pimpinan dan juga diakui dalam Surat Gugatan yang tertuliskan : “sehubungan dengan temuan adanya penyalahgunaan wewenang yaitu mengambil keuntungan selisih harga...

Tergugat tidak diberhentikan, akan tetapi mengundurkan diri, yang mana mengundurkan diri dalam peraturan Perjanjian Kerja Bersama maupun dalam Peraturan Menteri dan Perundang-udangan tidak mendapatkan pesangon. Tergugat menolak isi anjuran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah yang berbunyi : “Agar Perusahaan mempekerjakan kembali pekerja pada posisi semula”, karena Penggugat telah melakukan proses pengunduran dirinya sendiri sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahan dan pelanggarannya sendiri, dimana Tergugat telah memberikan haknya karena mengundurkan diri dalam bentuk transfer ke rekening milik yang bersangkutan.

Terhadap gugatan sang mantan pegawai, Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya kemudian memberikan putusan sebagaimana Nomor 1/Pdt.Sus-PHI/2017/PN.Sby tanggal 7 Juni 2017, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa oleh karena surat pengunduran diri Penggugat tertanggal 28 Juli 2016 telah dinyatakan sah, maka cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan, bahwa hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat dinyatakan putus sejak Penggugat menyatakan mengundurkan diri sebagai pekerja Tergugat terhitung sejak tanggal 28 Juli 2016;

“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat telah dinyatakan sah mengundurkan diri Penggugat tertanggal 28 Juli 2016 dan terhitung sejak pengunduran diri tersebut antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada hubungan kerja lagi, maka Majelis Hakim berpendapat, bahwa Penggugat telah kehilangan dasar hukum dalam pengajuan tuntutan pembayaran upah selama proses penyelesaian perselisihan atau selama tidak dipekerjakan, oleh karenanya cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan, bahwa tuntutan Penggugat mengenai pembayarann upah selama proses penyelesaian perselihan atau selama tidak dipekerjakan tidak berdasar, oleh karenanya petitum Romawi IV dan V haruslah ditolak;

MENGADILI :

DALAM POKOK PERKARA;

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus dengan kualifikasi Penggugat mengundurkan diri atas kemauan sendiri terhitung sejak tanggal 28 Juli 2016;

3. Menghukum Tergugat membayar hak-hak Penggugat secara tunai dan sekaligus berupa uang pisah sebesar 1 (satu) kali gaji pokok, yang nilainya sebesar Rp9.645.927,00 (sembilan juta enam ratus empat puluh lima ribu sembilan ratus dua puluh tujuh rupiah);

4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;”

Pihak mantan pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

“bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 22 Juni 2017 dan kontra memori kasasi tanggal 21 Juli 2017 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

“Bahwa pertimbangan hukum putusan Judex Facti yang mengabulkan gugatan Penggugat dapat dibenarkan, karena berdasarkan fakta-fakta dalam perkara a quo Judex Facti telah memberikan pertimbangan yang cukup, dimana ternyata putusnya hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat berdasarkan kualifikasi ‘pengunduran diri atas kemauan sendiri’, sehingga mewajibkan kepada Tergugat untuk memenuhi hak-hak Penggugat sebagaimana pertimbangan hukum putusan Judex Facti;

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: RUDERICUS AGUNG NUGROHO tersebut harus ditolak;

M E N G A D I L I :

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi RUDERICUS AGUNG NUGROHO tersebut;”

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Iklan Official hukumhukum.com : MATHEMATICS SPECIALIST. Tutor by Mr. Wendy Agustian (Since 1998)

Teaching Mathematics is to teach the students Mathematical concepts, not memorization!

Menyediakan Jasa Kursus Privat & Group Pelajaran Matematika SD, SMP, SMU bagi Siswa di Jakarta, Tangerang, dan Sekitarnya. Kurikulum Lokal maupun Internasional.

Untuk Pendaftaran Murid, Portofolio Kompetensi Mengajar, maupun Kerja Sama, Hubungi: E-Mail : mathematics.specialist.id@gmail.com WA : (+62) 08788-7835-223.

Mathematics Specialist was established in 1998 by Mr. Wendy when he was 15. This is a private tuition that runs by Mr. Wendy himself as sole teacher. He has deep understanding about Mathematics for Primary up to Junior College and Foundation Studies (Grade 1 up to 12), mastering multiples curriculums of Mathematics.

Mathematics for Commerce (Math-C) and Science (Math-S) within UNSW Foundation Studies (UFS) in Indonesia. "Most of the students I handle are not aware of this at all. So for the students who are intended to take UNSW Foundation Studies in Indonesia, if you have questions, do not hesitate to ask. It will be best to prepare yourself way earlier before you really start the program, because it is nearly impossible to form or fix the basics when it has been started."

[NOTE : Pelafalan huruf vokal "e" pada nama Bapak W(e)ndy Agustian, diucapkan sebagaimana pelajafan "e" dalam kata "kepada", bukan "e" pada kata "sen".]

Iklan Resmi di atas telah diverifikasi otentikasinya oleh SHIETRA & PARTNERS.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS