Suami-Istri Ikut Tanda-Tangan Kontrak, bila Kemudian Terjadi Wanprestasi, Menggugat Salah Satu Suami / Istri Dibolehkan
Question: Baik suami maupun istrinya, sudah kami mintakan persetujuan dan ikut tanda-tangan surat perjanjian kerja-sama dengan perusahaan kami. Kini, rekan usaha kami tersebut ingkar janji alias wanprestasi terhadap perjanjian kerja-sama yang telah disepakati bersama. Saat kami menggugat wanprestasi terhadap rekan usaha, kami hanya menjadikan sang suami sebagai Tergugat satu-satunya, tanpa menyertakan sang istri sebagai Tergugat. Pertanyaannya, apakah gugatan yang putusannya kami menangkan, berpotensi “menang diatas kertas” karena tidak bisa menyita dan mengeksekusi “harta bersama” rekan usaha kami tersebut?
Brief Answer: Idealnya ialah pihak suami dan istri yang masing-masing
terikat perkawinan yang sah dimana objek eksekusinya ialah “harta bersama”,
digugat sebagai Tergugat I dan Tergugat II. Ketika telah ternyata yang digugat
hanya salah seorang diantara mereka, maka perlu dicermati terlebih dahulu,
apakah kekalahan dalam “perkara asal” berupa gugatan wanprestasi, semisal
terhadap suatu kontrak kerja-sama atau perjanjian pinjam-meminjam uang, apakah
pihak suami / istri yang terikat perkawinan yang sah dan tidak ada “perjanjian
pisah harta”—artinya terjadi “percampuran harta maupun kewajiban bersama”
antara pasangan suami-istri—masing-masing turut menanda-tangani sebagai debitor
/ peminjam atau tidaknya.
Bila telah ternyata baik sang
suami maupun istrinya masing-masing menanda-tangani surat perjanjian, artinya
pasangan suami-istri demikian telah saling memberikan persetujuan, maka pihak
suami / istri yang ikut tanda-tangan tidak dapat mengajukan “perlawanan
pihak ketiga” (derden verzet) saat
aset “harta bersama” akan dilelang-eksekusi atau ketika disita eksekusi oleh pengadilan—sekalipun
hanya salah satu atau salah seorang suami / istri yang digugat sebagai pihak
Tergugat maupun sebagai “Termohon Eksekusi”. Ketika seorang suami / istri
dimintakan persetujuannya berupa membubuhkan tanda-tangan, maka perlu disadari
betul konsekuensi yuridis serta dampak berantai yang berpotensi terjadi dikemudian
hari terhadap “harta bersama”.
PEMBAHASAN:
Pasal 378 Rv menjadi payung
hukum “derden verzet”, mengatur : “Apabila ada pihak ketiga yang hak-haknya
dirugikan oleh suatu putusan, maka ia dapat mengajukan perlawanan terhadap
putusan tersebut.” Bilamana terkait konteks peristiwa “harta bersama”, maka
berlaku pula ketentuan dalam Undang-Undang tentang Perkawinan. Adapun hal-hal teknis
terkait “derden verzet”, tersebar
dalam berbagai kaedah bentukan preseden sebagai “best practice”-nya.
Untuk memudahkan pemahaman,
dapat SHIETRA & PARTNERS cerminkan sebuah ilustrasi konkret sebagaimana
dapat dijumpai dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa perdata register Nomor 1255
K/Pdt/2015 tanggal 23 Oktober 2015, perkara antara:
- Hj. EMA ISKANDAR, sebagai Pemohon
Kasasi, semula selaku Pelawan; melawan
1. ASRIAL ABDUL MUIS, S.E. (Pemohon
Eksekusi); dan 2. ISKAK ISKANDAR BRS, B.E., (Termohon Eksekusi),
sebagai Para Termohon Kasasi, semula selaku Para Terlawan.
Pelawan keberatan terhadap Putusan
Perkara Perdata Nomor 03/Pdt.G/2008/PN.Slk. dan penetapannya Nomor 01/Pdt.Eks/2012PN.Slk.,
dimana Terlawan II didudukkan sebagai “Termohon Eksekusi” terhadap sebidang
tanah yang yang merupakan “harta bersama” antara Pelawan dan Terlawan II dan
diperoleh selama berlangsungnya perkawinan. Adapun pihak Pelawan dalam perkara
perdata Nomor 3/Pdt.G/2008PN.Slk. tersebut, tidak turut digugat sebagai Tergugat—perkara
mana berawal dari adanya sebuah kesepakatan antara Terlawan I dengan Terlawan
II yaitu perjanjian mendirikan bangunan yang dibangun di atas tanah (harta
bersama) milik Pelawan dan Terlawan II (Iskak Iskandar), dimana Terlawan I selaku
pelaksana untuk mendirikan bangunan rumah dan toko.
Pelawan dalam perkara tersebut
tidak turut digugat sebagai Tergugat, maka demi kepastian hukum terhadap kepentingan
Pelawan atas “harta bersama” yang akan dilelang eksekusi, perlawanan ini
diajukan, mengingat subjek gugatan perdata yang akan dieksekusi lelang oleh
Pengadilan Negeri mengandung “kekurangan subjek”. Sebaliknya, yang menjadi
bantahan pihak Terlawan I, ialah merujuk Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung
RI, Jakarta, 2008, halaman 101-103, tentang perlawanan pihak ketiga / derden verzet pada angka ke-5, diatur:
“Perlawanan
pihak ketiga yang diajukan oleh istri atau suami terhadap harta bersama yang
disita, tidak dibenarkan karena harta bersama selalu merupakan jaminan untuk
pembayaran hutang istri atau suami yang terjadi dalam perkawinan, yang harus
ditanggung bersama.”
Terhadap perlawanan Pelawan, Pengadilan
Negeri Solok kemudian memberikan Putusan Nomor 22/Pdt.Plw/2012/PN.Slk. tanggal
4 Juli 2013, dengan amarnya sebagai berikut:
“MENGADILI :
Dalam Eksepsi:
- Menerima keberatan / eksepsi Terlawan I;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan perlawanan Pelawan tidak dapat diterima;
- Menyatakan Pelawan sebagai Pelawan yang tidak benar;”
Dalam tingkat banding atas
permohonan Pelawan, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikuatkan
dan diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Padang dengan Putusan Nomor
07/Pdt/2014/PT.PDG tanggal 29 April 2014, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding / semula Pelawan;
- Menguatkan dan memperbaiki amar Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor
22/Pdt.Plw/2012/PN Slk., tanggal 4 Juli 2013 sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
- Menyatakan eksepsi Terlawan I tepat dan benar;
- Menyatakan Pelawan sebagai Pelawan yang tidak benar;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan perlawanan Pelawan tidak dapat diterima;”
Pihak Pelawan mengajukan upaya
hukum kasasi dengan pokok keberatan bahwa mengacu pada Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama. Senada dengan itu, Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan telah
mengatur bahwa suami istri dapat bertindak atas harta bersama dengan
persetujuan kedua belah pihak, dimana salah satu pihak baik suami atau istri
tidak dapat mengenyampingkan pihak pasangannya untuk melakukan perbuatan hukum secara
sepihak terhadap “harta bersama”, karena kedudukan masing-masing seimbang yaitu
sebagai pemilik “harta bersama”.
Dalam “perkara asal” Nomor
03/Pdt.G/2008PN.Slk., Terlawan II (suami dari Terlawan) sebagai Tergugat
sedangkan Pelawan sebagai istri tidak ikut digugat dalam perkara tersebut.
Sehingga Pelawan yang tidak sebagai pihak dalam perkara tersebut tidak harus tunduk
dan patuh kepada putusan dimaksud. Majelis Hakim Pengadilan Negeri dalam
memutus perkara ini berpedoman kepada Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi
Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Buku II Edisi 2007 Terbitan
Mahkamah Agung RI 2009 pada halaman 101 sampai 103 pada angka ke-5, akan tetapi
menutup mata terhadap ketentuan yang termuat dalam angka ke-6 yang mengatur : “Apabila yang disita adalah harta bawaan atau
harta asal suami atau istri maka istri atau suami dapat mengajukan perlawanan
pihak ketiga dan perlawanannya dapat diterima.” Kecuali:
a. Suami istri tersebut menikah
berdasarkan BW dengan persatuan harta atau membuat perjanjian perkawinan berupa
persatuan hasil dan pendapatan;
b. Suami atau istri tersebut
telah ikut menandatangani Surat Perjanjian Hutang sehingga harus ikut
bertanggung jawab;
Dimana terhadapnya, Mahkamah
Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan kasasi tersebut
tidak dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti dengan saksama Memori
Kasasi tanggal 21 Januari 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti
dalam hal ini putusan Pengadilan Tinggi Padang yang menguatkan dan memperbaiki
putusan Pengadilan Negeri Solok, ternyata Judex Facti / Pengadilan Tinggi tidak
salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Pelawan adalah tidak berkualitas sebagai Pelawan karena sebagai istri
dari Terlawan II, dimana Terlawan II adalah sebagai pihak Tergugat dalam
perkara Nomor 03/Pdt.G/2008/PN.Slk., yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT);
- Bahwa terbukti Pelawan selaku istri Terlawan II bukanlah pihak ketiga
yang bisa melawan pelaksanaan putusan perkara perdata Nomor 03/Pdt.G/2008/PN
Slk;
- Bahwa Pelawan sebagai pihak yang harus bersama-sama dengan Terlawan II
untuk memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam isi putusan a quo;
- Bahwa Pelawan adalah istri dari Tergugat I, Pelawan telah menyetujui
ketika Tergugat I mengadakan perjanjian pendirian bangunan di atas tanah sebagai
ikatan bersama dengan Tergugat II;
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi dalam
perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Hj. EMA ISKANDAR tersebut
harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Hj. EMA ISKANDAR
tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan
hidup JUJUR dengan menghargai Jirih
Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.