Surat Keputusan dan/atau Perbuatan / Tindakan, Itulah Dua Kriteria Objek Tata Usaha Negara yang dapat Digugat Warga ke PTUN

Objek Gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Bukan Lagi Sebatas Surat Keputusan Tata Usaha Negara

Era Baru Perluasan Makna Objek Tata Usaha Negara yang dapat Digugat Warga Sipil ke PTUN

Question: Selain surat keputusan kepala kantor pemerintahan, apakah saja yang bisa dijadikan alasan atau dalil untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)?

Brief Answer: Pada era sebelumnya, sebelum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diterbitkan oleh negara, objek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara hanya terbatas pada “surat keputusan” (beschikking). Akan tetapi, sejak Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan lahiriah (fisik) seperti “berbuat” atau “tidak berbuat”-nya aparatur penyelenggara negara dapat menjadi objek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sepanjang terkandung unsur “perbuatan melawan hukum oleh pemerintah” (onrechtmatige overheidsdaad).

Adapun yang dapat dijadikan objek gugatan warga ke pengadilan khusus sengketa tata usaha negara, baik berupa perbuatan aktif maupun perbuatan pasif berupa kelalaian atau abainya Aparatur Sipil Negara selaku pejabat maupun penyelenggara negara terhadap hak-hak sipil secara administratif maupun hak-hak keperdataan. Peraturan lebih teknisnya dapat kita jumpai dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan Dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Adapun yang cukup krusial untuk dirumuskan secara matang sebelum secara resmi mengajukan gugatan, ialah rumusan pokok tuntutan (petitum) dalam surat gugatan warga untuk dapat dikabulkan oleh hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara, dimana dibuka peluang bagi hakim untuk mewajibkan kepada Pejabat Administrasi Pemerintahan untuk : melakukan Tindakan Pemerintahan; tidak melakukan Tindakan Pemerintahan; dan/atau menghentikan Tindakan Pemerintahan—kewajiban mana dapat disertai pula tuntutan tambahan berupa pembebanan rehabilitasi dan/atau ganti rugi (rehabilitasi merupakan pemulihan hak Penggugat dalam keadaan semula seperti sebelum Tindakan Pemerintahan dilakukan), sehingga memiliki nuansa gugatan keperdataan.

PEMBAHASAN:

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2019

TENTANG

PEDOMAN PENYELESAIAN SENGKETA TINDAKAN PEMERINTAHAN DAN KEWENANGAN MENGADILI PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH BADAN DAN/ATAU PEJABAT PEMERINTAHAN (ONRECHTMATIGE OVERHEIDSDAAD)

Menimbang :

a. bahwa Penjelasan Umum alinea ke 5 (lima) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menyebutkan warga Masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Administrasi Pemerintahan;

b. bahwa perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad) merupakan tindakan pemerintahan sehingga menjadi kewenangan peradilan tata usaha negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;

c. bahwa ketentuan peralihan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tidak menyebutkan kewenangan mengadili perkara onrechtmatige overheidsdaad, dan ketentuan hukum acara penyelesaian sengketa Tindakan Pemerintahan juga belum diatur, maka diperlukan pedoman penyelesaian sengketa tindakan pemerintahan dan kewenangan mengadili perkara perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad);

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad);

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan:

1. Tindakan Pemerintahan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

2. Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.

3. Sengketa Tindakan Pemerintahan adalah sengketa yang timbul dalam bidang administrasi pemerintahan antara Warga Masyarakat dengan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya sebagai akibat dilakukannya Tindakan Pemerintahan.

4. Sengketa Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) adalah sengketa yang di dalamnya mengandung tuntutan untuk menyatakan tidak sah dan/atau batal tindakan Pejabat Pemerintahan, atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat beserta ganti-rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Warga Masyarakat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang terkait dengan Tindakan Pemerintahan.

6. Penggugat adalah Warga Masyarakat yang kepentingannya dirugikan sebagai akibat dilakukannya Tindakan Pemerintahan.

7. Tergugat adalah Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya yang melakukan Tindakan Pemerintahan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh Warga Masyarakat.

8. Gugatan terhadap Tindakan Pemerintahan adalah permohonan berisi tuntutan terhadap Tindakan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.

9. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

10. Hari adalah hari kerja.

BAB II

KEWENANGAN

Pasal 2

(1) Perkara perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) merupakan kewenangan peradilan tata usaha negara.

(2) Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang mengadili Sengketa Tindakan Pemerintahan setelah menempuh upaya administratif sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif.

(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan mengatur secara khusus upaya administratif maka yang berwenang mengadili Sengketa Tindakan Pemerintahan adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai Pengadilan tingkat pertama.

BAB III

TATA CARA PENGAJUAN GUGATAN DAN PUTUSAN

Bagian Kesatu

Tata Cara

Pasal 3

Warga Masyarakat dapat mengajukan Gugatan Tindakan Pemerintahan secara tertulis kepada Pengadilan yang berwenang dengan menyebutkan alasan:

a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan

b. bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Pasal 4

(1) Gugatan diajukan paling lama 90 (sembilan puluh) Hari sejak Tindakan Pemerintahan dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Adrninistrasi Pemerintahan.

(2) Selama Warga Masyarakat menempuh upaya administratif, tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbantar sampai keputusan upaya administratif terakhir diterima.

Bagian Kedua

Putusan

Pasal 5

(1) Putusan Pengadilan dapat berupa:

a. Gugatan ditolak;

b. Gugatan dikabulkan;

c. Gugatan tidak diterima; dan

d. Gugatan gugur.

(2) Dalam hal Gugatan dikabulkan, Pengadilan dapat mewajibkan kepada Pejabat Administrasi Pemerintahan untuk:

a. melakukan Tindakan Pemerintahan;

b. tidak melakukan Tindakan Pemerintahan; dan

c. menghentikan Tindakan Pemerintahan.

(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disertai pembebanan rehabilitasi dan/atau ganti rugi.

(4) Rehabilitasi merupakan pemulihan hak Penggugat dalam keadaan semula seperti sebelum Tindakan Pemerintahan dilakukan.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan Putusan

Pasal 6

 (1) Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama paling lambat 14 (empat belas) Hari.

(2) Dalam hal Tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) Hari ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar Pengadilan memerintahkan Tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.

BAB IV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 7

Ketentuan Hukum Acara yang diatur di dalam BAB IV Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, tetap berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Mahkamah Agung ini.

Pasal 8

Setiap frasa "Keputusan Tata Usaha Negara" dan frasa "Sengketa Tata Usaha Negara" yang tercantum dalam BAB IV Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara haruslah dimaknai juga sebagai "Tindakan Pemerintahan" dalam rangka penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan menurut Peraturan Mahkamah Agung ini.

Pasal 9

Ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung ini.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 10

Pada saat Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku, Perkara perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) yang diajukan ke Pengadilan Negeri tetapi belum diperiksa, dilimpahkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

Perkara perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Negeri harus menyatakan tidak berwenang mengadili.

Pasal 12

Perkara perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechmatige Overheidsdaad) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang upaya administratifnya telah diatur secara khusus pada saat Peraturan Mahkamah Agung ini diundangkan, telah dilimpahkan oleh Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan belum diperiksa oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berwenang disertai sisa panjar biaya perkaranya.

Pasal 13

Dalam hal Sengketa Tindakan Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 telah diperiksa oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, tetap dilanjutkan pemeriksaannya dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pasal 14

Pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berwenang.

Pasal 15

Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Mahkamah Agung ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 9 Agustus 2019

KETUA MAHKAMAH AGUNG

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MUHAMMAD HATTA ALI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 20 Agustus 2019

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 940

© Hak Cipta HERY SHIETRA.

Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Konsultan Hukum HERY SHIETRA & PARTNERS