Allah Lebih PRO kepada PENDOSA / PENJAHAT
Kabar Gembira bagi Pendosa, Sama Artinya Kabar Buruk
bagi Korban
Question: Dalam putusan hakim di pengadilan, di halaman awal bagian kepala putusan, ada dicantum kata-kata “Tuhan”, yang konon katanya hakim yang memegang dan mengetuk palu ialah “wakil Tuhan”. Namun mengapa tidak jarang dijumpai putusan-putusan yang justru terkesan “buta” dan “korup”, karena menyimpang dari bukti-bukti yang ada, sehingga terkesan memihak pihak yang sebetulnya bersalah, berdampak kepada korban yang tidak mendapatkan apa ataupun keadilan yang sebenarnya menjadi haknya?
Brief Answer: Frasa “Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,
disebut sebagai “irah-irah” dalam sebuah produk peradilan yang bernama putusan
hakim, hakim mana merupakan hakim pemeriksa dan pemutus perkara, baik pidana
maupun perdata. Justru hakim demikian yang membebaskan penjahat yang nyata-nyata
bersalah, serta tidak memenangkan gugatan pihak korban yang telah dirugikan, sudah
sangat mewakili sifat-sifat Allah (Tuhan versi agama samawi) yang lebih PRO
terhadap pendosa (penjahat) alih-alih bersikap adil kepada kalangan korban. Sebaliknya,
hakim yang memihak korban, dan memberikan keadilan bagi korban dengan menghukum
penjahat ataupun pelaku yang telah menimbulkan kerugian bagi pihak korban,
adalah “oknum” yang “menyimpang” dari sifat-sifat Ketuhanan.
PEMBAHASAN:
Dalam agama samawi seperti nasrani, Yesus Kristus
memasukkan kedua penjahat yang turut disalib bersama dengan Yesus di kayu salib—dimana
satu dari dua penjahat tersebut adalah seorang penyamun. Alih-alih membela dan
memihak para korban dari para penjahat yang turut disalib bersama sang nabi
yang lahir di kandang ternak dan mati di atas kayu salib memakai mahkota duri sembari
“telanjang”, Yesus lebih memilih berpihak kepada kalangan penjahat, dan disaat
bersamaan begitu kejam terhadap orang-orang baik yang tidak bersedia
menggadaikan jiwanya kepada Yesus dengan dimasukkan ke neraka. Alhasil, para umat
pemeluk agama nasrani, terjangkit paradigma delusif bahwa “buat apa menjadi orang baik, penjahat saja masuk surga dengan memakan
dan termakan dogma iming-iming ‘penebusan dosa’?”
Tidak berbeda dengan ajaran dalam agama islam,
dimana babi disebut “haram”, namun ideologi KORUP semacam “PENGHAPUSAN /
PENGAMPUNAN DOSA” justru disebut “halal” serta dijadikan maskot “halal lifestyle” dimana para muslim berlomba-lomba
mengoleksi segudang dosa, memproduksi segunung dosa, berkubang dalam samudera
dosa, dan bersimbah dosa, dimana “merugi bila tidak menikmati dogma iming-iming
‘PENGAMPUNAN DOSA’” (abolition of sins)—sekalipun,
hanya seorang PENDOSA yang butuh “PENGHAPUSAN DOSA” yang sifatnya selalu
bundling dengan “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN”.
Itu menjadi bukti, bahwa
agama samawi adalah “Agama DOSA”, bukan “Agama SUCI”—disebut demikian karena
justru mempromosikan “PENGHAPUSAN DOSA” (bagi PENDOSA, tentunya), alih-alih mengkampanyekan
gaya hidup higienis dari dosa. Alhasil, para umat kristiani maupun muslim,
sejatinya merupakan kasta paling rendah dan paling hina, mengingat mereka
begitu pemalas untuk menanam benih-benih
Karma Baik dan disaat bersamaan begitu pengecut
untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri. Meski,
tetap saja, para PENDOSA PECANDU “PENGHAPUsAN DOSA” tersebut berdelusi sebagai
kaum paling superior yang merasa berhak menghakimi kaum lainnya dan menjadi “polisi
moral”?
Terhadap dosa dan maksiat,
begitu kompromistik. Namun terhadap kaum yang berbeda keyakinan, mereka begitu
intoleran. Berikut inilah sebabnya, mengapa Anda keliru jika mencari atau
memohon keadilan kepada Allah adalah sebuah kesia-siaan alias ilusi belaka, dimana
semua aduan ataupun ratapan-tangis Anda akan dipandang “sebelah mata” oleh Allah
yang lebih memihak kalangan PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA—kesemuanya dikutip
dari Hadis Sahih Muslim:
- No.
4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi
bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan
ampunan sebesar itu pula.”
- No.
4857 : “Barang siapa membaca
Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus
kali dalam sehari, maka dosanya akan
dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.”
- No.
4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a;
Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”
- No.
4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk
Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian
disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini
warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku,
kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku
rizki).”
- No.
4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya
saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha
Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu
memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
selamatkanlah aku,”
- Aku
mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja
yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya,
‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih
Bukhari 6933]
- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah
ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap
kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi.
Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai
setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi
ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan
sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan
sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No.
3540]
PENDOSA,
namun hendak berceramah perihal akhlak, hidup suci, luhur, lurus, mulia, adil,
baik, jujur, arif, bijaksana, serta budiman? Itu menyerupai orang buta yang
hendak menuntun para butawan lainnya, berbondong-bondong mereka bergerak menuju
jurang-lembah nista yang kelam nan gelap, dimana neraka pun mereka pandang sebagai
surga, dengan bangga penuh keyakinan terperosok ke dalamnya—juga masih dikutip
dari Hadis Muslim:
- No.
4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah
tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah
menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa
sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan
yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang
do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia
menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku
lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari keburukkan
sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku
lakukan.’”
- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan
perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah
kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas
dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku,”
- Aisyah
bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya
bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu
maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi
seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR
Bukhari Muslim]
Ajaran serta teladan nabi rasul Allah di atas, merupakan
cerminan sempurna ideologi “toxic”
alias “beracun”. Seorang hakim di pengadilan, seharusnya meniru serta
meneladani sosok ideal sebagaimana khotbah
Sang Buddha dalam “Aṅguttara
Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The
Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi
oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun
2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:
37 (6) Teman (2)
“Para bhikkhu, seseorang
seharusnya bergaul dengan teman bhikkhu yang memiliki tujuh kualitas; seseorang
harus mendatanginya dan melayaninya bahkan jika ia mengusirmu. Apakah tujuh
ini?
(1) Ia menyenangkan dan
disukai;
(2) ia terhormat dan (3)
dihargai;
(4) ia adalah seorang
pembabar;
[Kitab Komentar : Diduga
maknanya adalah bahwa ia memberikan nasihat yang baik.]
5) ia dengan sabar menahankan
apa yang dikatakan kepadanya;
(6) ia memberikan khotbah yang mendalam;
dan
(7) ia tidak menyuruh seseorang
untuk melakukan apa yang salah.”
Ia disayangi, dihormati, dan
dihargai, seorang pembicara dan seorang yang menahankan ucapan;
ia memberikan khotbah yang
mendalam dan tidak menyuruh seseorang untuk melakukan apa yang salah.
Orang ini di sini yang padanya terdapat
kualitas-kualitas ini adalah seorang teman, baik hati dan berbelas kasihan.
Bahkan jika seseorang diusir
olehnya, seseorang yang menginginkan teman harus mendatangi orang seperti itu.